Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Terbukti Rawan Penyebaran Virus Corona

Kapan Operasional KRL Jabodetabek Bisa Distop?

Selasa, 5 Mei 2020 17:27 WIB
Ilustasi KRL Commuter Line. Foto: Twitter @pumpkinism
Ilustasi KRL Commuter Line. Foto: Twitter @pumpkinism

RM.id  Rakyat Merdeka - Kekhawatiran  kepala daerah Jabodetabek tentang penyebaran virus corona di Kereta Rel Listrik (KRL) atau commuter line, kini sudah terbukti. 
      
Ini terlihat dari hasil  swab test yang dilakukan Pemerintah Provinsi  Jawa Barat di Stasiun Bogor, 27 April  lalu. Tiga orang dari 325 sampel penumpang KRL dinyatakan positif Covid-19.
     
Sejak Maret lalu, seluruh kepala daerah  Jabodetabek meminta operasional KRL dihentikan total.  Tapi Kemenhub memutuskan sebaliknya. Presiden Jokowi malah menyindir para kepala daerah agar tak hanya cuma meminta penyetopan KRL. 
     
Jokowi menyatakan, bersedia menghentikan operasional moda transportasi KRL di Jabodetabek asal pemerintah daerah mau menyiapkan jaring pengaman sosial. Sebab, masih banyak pekerja di sejumlah sektor yang diperlukan saat pandemi corona. Misalnya tenaga kesehatan.   
   
Walau begitu, beberapa hari lalu, kepala daerah Jabodetabek kembali mengusulkan agar KRL dihentikan sementara demi memutus penyebaran virus corona.
    
Usulan itu juga tidak disambut. Akhirnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil lewat akun Twitter-nya mengumumkan, 3 dari 325 penumpang KRL yang sempat menjalani Polymerase Chain Reaction (PCR) Swab Test di Stasiun Bogor, Senin (27/4) dinyatakan positif  Covid-19. 
      
Ini membuktikan bahwa transportasi publik berbasis rel yang selama ini jadi primadona warga Jabodetabek sangat rentan menjadi arena penularan Covid-19. 
    
"Ini artinya KRL yang masih padat bisa menjadi transportasi Orang Tanpa Gejala  (OTG)  pembawa virus. PSBB bisa gagal. Saya sudah laporkan ke Gugus Tugas Pusat dan Kemenhub. Semoga ada respons terukur dari pihak operator KRL," ungkapnya.
      
Melihat hal ini, Arianto, warga Jakarta Timur merasa heran, kenapa ada kesan pejabat itu berbeda pandangan mengenai penanganan virus corona.
    
“Seharusnya kan pejabat itu bisa mencari solusi. Apa yang dipikirkan pemerintah pusat dan apa yang dipikirkan pemerintah daerah. Dicarikan jalan tengah. Misalnya, KRL distop, berarti siapkan angkutan lain untuk pekerja kesehatan yang tinggal di Bodetabek,” paparnya.
  
Jika memang tidak ada solusi seperti itu, lanjut Arianto, maka KRL tetap beroperasi, tapi kudu dibatasi penumpangnya. Tidak berkerumun. Kemudian laksanakan semua sesuai prosedur kesehatan.Tujuannya agar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sukses memutus penyebaran virus corona.  

Baca juga : Kepala Daerah Jabodetabek Kembali Minta KRL Distop

                                          Tingkatkan Pencegahan
VP Corporate Communications PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) Anne Purba  menilai, ketiga pengguna KRL tersebut merupakan OTG yang  tidak pernah mengetahui bahwa mereka positif Covid-19. 
    
"Penyebaran virus ini dapat terjadi di manapun. Termasuk di lokasi kerja, di pasar-pasar, maupun kemungkinan lokasi lainnya yang didatangi para pengguna," sebut Anne dalam keterangannya, kemarin.
     
Namun demikian, PT KCI tak akan menutup mata. Walaupun persentasenya yang positif rendah, pihaknya akan meningkatkan berbagai upaya pencegahan. Terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan prokotol pencegahan Covid-19 di transportasi public. Seperti physical distancing dan mengendalikan kepadatan pengguna di KRL. 
     
Selama ini, lanjut Anne, PT KCI juga telah mengikuti prokotol pencegahan Covid-19 di transportasi publik, bahkan sejak sebelum berlakunya PSBB. Salah satunya seluruh pengguna wajib pakai masker selama berada di area stasiun dan KRL.
     
Memang, di lapangan, hampir di seluruh  stasiun menerapkan protokol kesehatan ketat. Petugas mengecek suhu tubuh bagi seluruh pengguna maupun petugas. Di sepuluh stasiun, telah dipasang thermal scanner yang mampu mendeteksi suhu tubuh ratusan pengguna dalam waktu bersamaan. Wastafel untuk cuci tangan juga bertebaran di lebih dari 40 stasiun. Juga hand sanitizer di dalam KRL maupun di stasiun.
     
Selain itu, upaya mengendalikan kepadatan pengguna dan tercapainya physical distancing juga terus dipantau. Seluruh gerbong kereta, dilengkapi dengan tanda silang pada bangku atau tempat berdiri. Ini digunakan untuk mengatur posisi penumpang agar tak berdekatan.
   
Mengenai  jaga jarak, petugas di stasiun tak lelah mengingatkan penumpang lewat pengeras suara. Mulai di peron hingga masuk gerbong kereta. Berbagai pengumuman pentingnya jaga jarak juga terpasang di sejumlah sudut stasiun maupun gerbong kereta. Sejumlah personel TNI, Polri, Satpol PP maupun Dinas Perhubungan juga stand by di stasiun.
     
"PT KCI tetap melakukan berbagai langkah antisipasi untuk memerangi virus tersebut dengan cek suhu tubuh, wastafel di stasiun dan wajib menggunakan masker dan aturan lainnya," ungkap Anne.
     
Diakuinya, saat ini, kepadatan KRL meningkat tajam, terutama pada jelang jam buka puasa. PT KCI mengantisipasi dengan memperketat batasan pengguna yang diizinkan masuk ke peron stasiun dan ke dalam kereta. Selain itu, pintu stasiun juga ditutup tepat pada pukul 18.00 WIB sesuai aturan PSBB untuk mencegah kepadatan pada jadwal kereta terakhir. 
      
"Untuk semakin meningkatkan kedisiplinan, maka mulai Senin 4 Mei bila masih terdapat kereta yang melebihi kapasitas, ditandai dengan pengguna duduk maupun berdiri tidak sesuai marka yang ada, maka kereta tidak akan diberangkatkan. Hingga para penumpang mengikuti aturan kapasitas maksimum 60 orang per kereta," tegasnya.
     
Berdasarkan catatannya, dari 761 perjalanan KRL yang beroperasi setiap hari, 80 persen perjalanan berjalan dengan kondisi sangat minim penumpang. Saat ini PT KCI melayani 180-190 ribu penumpang setiap harinya. Untuk Jabar lintas Bogor 100-110 ribu dan lintas Bekasi Cikarang 28-30 ribu penumpang per hari.

Baca juga : Isi Ramadhan, Seknas Jokowi Jabodetabek Bagikan Paket Sembako

                                     Evaluasi Operasi KRL  
       
Kepala daerah di kawasan Bodebek  berharap operasional KRL selama PSBB dihentikan atau dilakukan pembatasan yang serius setelah ada penemuan 3 penumpang KRL positif  Covid-19.
     
Wali Kota Bogor Bima Arya meminta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengevaluasi operasional KRL. Meskipun screening untuk masuk KRL ketat, namun Bima Arya  menilai tetap ada kerumunan. Ini rentan menjadi pusat penyebaran virus dari OTG. 
     
"Pemkot akan lebih ketat kawal PSBB dan meminta Kementerian Perhubungan mengevaluasi kebijakan operasional kereta api," pintanya.
    
Wali Kota Depok Mohammad Idris menyebut, para pimpinan daerah di Bogor, Depok, dan Bekasi akan segera membahas temuan ini. "Iya akan dibahas di tingkat Bodebek secara serentak," kata Idris.
     
Salah satu cara agar yang naik KRL benar-benar yang bekerja, Idris membuat aturan agar manajemen perusahaan yang dikecualikan menerbitkan surat tugas untuk para pegawai yang tetap harus masuk kantor atau pabrik. Hal itu termuat dalam Surat Edaran Nomor 443/224-Huk/GT. 
     
Surat edaran itu ditujukan untuk pimpinan perusahaan yang aktivitas usahanya dikecualikan dari penghentian selama PSBB. Surat tugas dipakai sebagai kelengkapan dalam perjalanan menuju tempat kerja dan menjadi bukti bagi pegawai untuk ditunjukkan kepada aparat penegak hukum. Pegawai yang tidak dilengkapi surat tugas, tidak bisa melanjutkan perjalanan dan diminta putar balik. [FAQ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.