Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Setelah MK Putuskan UU Ciptaker Cacat
Oposisi Langsung Berisik
Senin, 29 November 2021 07:20 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebut Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) cacat memberikan angin segar kepada para oposisi. Mereka pun menggunakan Putusan MK tersebut sebagai senjata untuk mengkritik Pemerintah. Oposisi seperti Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang diam pun, langsung berisik.
Kelompok yang digawangi mantan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo ini mengeluarkan pernyataan soal Putusan MK itu. Pernyataan itu diteken tiga orang: Gatot, Din Syamsuddin, dan Rochmat Wahab.
Gatot menyatakan, dengan Putusan MK itu, berbagai protes yang selama ini diajukan kelompoknya bersama sejumlah masyarakat sipil terhadap UU Ciptaker adalah benar. "Dengan demikian, sikap Pemerintah yang tidak aspiratif dalam pembuatan UU Cipta Kerja dinilai sebagai suatu kesalahan," ujarnya.
Baca juga : Prof Yusril Usul Ada Menteri Baru, Setuju?
Gatot mengingatkan, kritik dan masukan dari masyarakat sangat diperlukan. Tanpa adanya protes, sama saja artinya dengan membiarkan UU yang melanggar konstitusi dan nilai-nilai demokrasi terus dipergunakan. "Partisipasi masyarakat ini harus dipandang sebagai fungsi check and balance yang masih berjalan, bukan sebagai ancaman bagi kekuasaan pemerintah," ingatnya.
Dengan Putusan MK itu, dia pun mendesak Pemerintah membebaskan beberapa aktivis KAMI, seperti Jumhur Hidayat dan Anton Permana, yang dipenjara karena memprotes UU itu. Juga merehabilitasi Syahganda Nainggolan, yang telah divonis dan dipenjara akibat memprotes UU Cipta Kerja.
Oposisi di parlemen juga berisik. Politisi Partai Demokrat, Benny K Harman menyatakan, Putusan MK itu harus jadi pelajaran bagi Pemerintah agar mengabaikan suara rakyat. "Undang-Undang Ciptaker adalah contoh pembahasan RUU dengan pendekatan top down dan otoriter. DPR hanya menjadi rubber stamp pemerintah," kata Benny, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Baca juga : Cacat Tapi Bisa Dipake
Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini mengatakan, Putusan MK tersebut telah memberikan rasa keadilan atas kegelisahan rakyat terhadap pemberlakuan UU Ciptaker. "Pemerintah dan DPR harus menangkap pesan substansial bahwa Undang-Undang ini bermasalah dan tidak berpihak kepada rakyat. Maka, jika perbaikan dilakukan harus jelas pesan keberpihakan tersebut,” ujar dia.
Bagaimana tanggapan Pemerintah? Pemerintah tampak tak mau banyak bicara dulu. Belum ada lagi keterangan baru mengenai Putusan MK ini. Sebelumnya, Kamis lalu (25/11), Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Pemerintah akan melaksanakan Putusan MK itu dan akan melakukan perbaikan secepatnya.
Partai koalisi di DPR tampak santai saja menyikapi putusan MK ini. Anggota Baleg DPR Firman Soebagyo menyatakan, Putusan MK itu merupakan peristiwa umum. Baginya, persoalan itu sederhana. UU Ciptaker dianggap inkonstitusional bersyarat lantaran tidak diatur di dalam UU Nomor 12/2021 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Karena itu, agar Omnibus Law itu jadi konstitusional, caranya gampang saja. Tinggal merevisi UU 12/2011. "Itu saja," kata Firman. [BCG]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya