Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Paksakan Ajaran Ke Orang Lain Adalah Pelanggaran Hak Beribadah

Selasa, 18 Januari 2022 14:34 WIB
Koordinator Jaringan Nasional Gusdurian Indonesia, Alissa Wahid (Foto: Istimewa)
Koordinator Jaringan Nasional Gusdurian Indonesia, Alissa Wahid (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Sepekan terakhir, jagad dunia maya dihebohkan aksi dua pemuda di Lumajang yang merusak sesajen warga setempat. Mereka melakukan itu dengan alasan memberantas kemusyrikan. Aksi ini menjadi bukti masih lemahnya kesadaran berbangsa dan beragama yang berlindung di balik paham kebebasan berekspresi, beragama, dan menyampaikan pendapat.

Koordinator Jaringan Nasional Gusdurian Indonesia, Alissa Wahid, menjadi salah satu tokoh yang ikut bereaksi terhadap kasus itu. Sebab, aksi tersebut mencoreng hak kebebasan beribadah dan berkeyakinan individu seseorang, serta melukai nilai keberagaman dan toleransi yang telah tumbuh subur di Indonesia.

“Jadi, bukan soal sesajen itu haram atau tidak. Kita bisa berbeda pendapat soal itu, tapi yang jelas tidak boleh mengambil hak orang lain. Dan ketika ada orang memaksakan ajarannya kepada orang lain di negara ini, nah itu merupakan pelanggaran,” ujar Alissa, saat dihubungi, Selasa (18/1).

Baca juga : Yang Mampu Naikin Saja, Yang Tak Mampu Disubsidi

Ketua Tanfidziyah PBNU 2022-2027 ini melihat, ada beberapa hal menarik yang ditemui pada insiden merusak sesajen itu. Yaitu banyaknya kelompok yang mendukung aksi itu, intoleran, dan bahkan menjadi perdebatan di kalangan netizen.

“Kenapa banyak yang mendukung? Karena mereka menganggap sedang menjalankan perintah agama. Tapi, dia juga lupa, bahwa menghormati hak orang lain itu termasuk perintah agama juga,” kata alumni Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.

Demikian juga termasuk perintah untuk menaati peraturan, kata Alissa, membangun kehidupan bersama yang baik dan membangun kemaslahatan umat, adalah semata-mata juga bagian dari ajaran agama. Karena itu, tidak etis jika ujaran atau perilaku yang demikian dianggap sebagai kebebasan berpendapat, berekspresi, dan berpikir.

Baca juga : Telkom Hadirkan Tayangan Olahraga Terbaik Dunia Bersama SPOTV

“Dalam Al-Qur’an tertuang, ‘La ikraha fiddin’, yaitu tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam). Itu panduan. Jadi, kebebasan berpendapat itu betul, tapi tidak sama dengan bertindak semau-maunya,” tegas perempuan kelahiran Jombang, 25 Juni 1973 ini.

Alissa mengamati, praktik intoleransi di negeri ini kian hari kian subur di tengah masyarakat. Hal ini dikarenakan masifnya narasi dan pemahaman keagamaan yang keliru.

“Karena kerja-kerja mereka (kelompok intoleran) dalam penanaman nilai yang seperti itu, dilakukan dengan cara yang massif dan sistematis. Di samping itu, masyarakat belum punya pemahaman yang lengkap dalam beragama,” ungkapnya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.