Dark/Light Mode

Soal Sengketa Aset Di Malang, BPN Pastikan Tak Ada Kasus Mafia Tanah

Kamis, 10 Februari 2022 19:58 WIB
Staf Khusus dan Juru Bicara Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Teuku Taufiqulhadi. (Foto: Ist)
Staf Khusus dan Juru Bicara Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Teuku Taufiqulhadi. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Belum lama ini, sempat viral di media sosial Twitter, unggahan warganet yang mengungkapkan peristiwa dua orang dokter bersaudara di Kota Malang yang menjadi korban dugaan praktik mafia tanah.

Tiga rumah milik kedua kakak beradik bernama Galdys Adipranoto dan Gina Gratiana itu, tiba-tiba ada dalam daftar lelang di website lelang.go.id milik Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).

Padahal, keduanya tidak pernah merasa memiliki utang piutang dan sertifikat asli kepemilikan atas tiga rumah tersebut itu pun masih aman tersimpan rapi di rumah.

"Yang saya tahu, jika seorang pegang kertas yang bernama sertifikat atas namanya sendiri, maka seorang itu punya hukum yang kuat atas apa yang dimiliknya. Benarkan pemahaman saya ini @atr_bpn? silahkan ditanggapi," seperti ditulis oleh akun @VettyVutty, Kamis (3/2).

Baca juga : KPK Kembali Panggil Sekretaris DPC Demokrat Balikpapan Terkait Kasus Bupati PPU

Menanggapi hal itu, Staf Khusus dan Juru Bicara Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Teuku Taufiqulhadi memastikan, kasus yang dialami oleh kedua dokter di Kota Malang itu, bukan merupakan praktik mafia tanah.

Menurutnya, kasus tersebut tidak lain menyangkut masalah harta gono gini keluarga.

"Itu bukan persoalan mafia tanah. Tidak ada hubungannya dengan mafia tanah. Kasus itu mengenai harta gono gini keluarga," kata Taufiqulhadi, Kamis (10/2).

Taufiqulhadi menceritakan, awalnya ketiga rumah itu dibeli oleh orang tua dari kedua dokter tersebut. Namun, pasca bercerai, sang suami atau ayahnya meminta agar kekayaannya itu dibagi dua. Karena tidak mendapatkan persetujuan dari mantan istrinya, maka dibawalah ke pengadilan.

Baca juga : Dalam Sehari, Kasus Positif Naik 46.843, Kasus Meninggal Bertambah 65

"Jadi, karena istri tak menyetujui, maka dibawalah ke pengadilan oleh sang suami, diminta di pengadilan agar tanah ini dilelang dan dijual agar hasilnya dibagi bersama antara suami dan istri," ujarnya.

Bahkan, Taufiqulhadi mengungkapkan, status kasus pembagian harta gono gini itu pun sudah inkracht di pengadilan. Artinya ketiga rumah itu telah mendapatkan persetujuan dari Mahkamah Agung untuk dilelang. 

"Di pengadilan itu sudah inkracht, kalau disebut inkracht itu ya sudah kasasi di Mahkamah Agung. Jadi sudah diputuskan untuk dilelang dan hasilnya dibagi bersama," tutur dia.

Namun demikian, meski telah mendapatkan persetujuan lelang dari pengadilan, kedua anaknya justru enggan memberikan sertifikat rumah tersebut. Padahal, ketiga rumah itu telah dilelang sejak tahun 2020. 

Baca juga : Beribadah Di GPDI Siloam Bangun, Bane Pastikan Tak Ada Lagi Penolakan

"Tapi karena istri tidak sertuju, sertifikat tanah itu tidak diberikan oleh kedua anaknya. Tapi sudah diumumkan di surat kabar, bahwa hasil pengadilan seperti itu. Jadi adanya lelang itu merupakan upaya untuk melaksanakan perintah pengadilan," ucapnya.

"Jadi itu bukan persoalan mafia, dan sebelumnya sudah dilelang pada tahun 2020, tetapi mungkin tidak laku, jadi dilelang lagi," pungkas Taufiqulhadi. [DIT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.