Dark/Light Mode

Pandemi Covid-19 Ganggu Kesehatan Mental

Yang Normal Jadi Sakit, Yang Sakit Makin Parah

Sabtu, 14 Mei 2022 20:21 WIB
Konferensi pers 15th ASEAN Health Ministers Meeting di Hotel Conrad, Bali, Jumat (13/5). (Foto: Istimewa)
Konferensi pers 15th ASEAN Health Ministers Meeting di Hotel Conrad, Bali, Jumat (13/5). (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pandemi Covid-19 membuat sebagian orang mengalami masalah gangguan mental neurologis dan juga penggunaan zat. Angka prevalensinya meningkat 1 sampai 2 kali lipat dibandingkan kondisi sebelum pandemi. Kelompok yang terpapar dengan gangguan jiwa pun berbeda-beda.

“Kondisi pandemi memperparah ataupun semakin mempengaruhi kesehatan jiwa,” kata Direktur Kesehatan Jiwa, Kementerian Kesehatan drg. Vensya Sitohang pada konferensi pers di Hotel Conrad, Bali, Jumat (13/5).

Psikiater Dr. dr. Hervita Diatri, Sp.KJ (K) menjelaskan, kelompok orang yang terpapar gangguan jiwa itu berbeda-beda dan memiliki penatalaksanaan yang berbeda pula. Kelompok yang pertama adalah mereka yang sebenarnya normal sebelumnya atau tidak ada masalah kesehatan jiwa kemudian menjadi memiliki masalah sampai mengalami gangguan jiwa.

Baca juga : It’s Normal, Jangan Panik!

Kelompok kedua adalah mereka yang memang sejak awal sudah mengalami masalah kesehatan jiwa. Sebagai contoh adalah mereka yang sudah tinggal dengan kekerasan di rumah tangga, kondisi itu membuat mereka menjadi begitu dekat dengan pelakunya terus-menerus di rumah tangga, sehingga masalah gangguan jiwanya menjadi lebih besar.

Kelompok ketiga adalah mereka yang memang sebelumnya sudah memiliki masalah kesehatan fisik dan mengalami kesulitan untuk mengakses layanan kesehatan. Sehingga sangat wajar kalau merasa cemas yang kemudian kankernya tambah berat, hipertensi, jantung, dan sebagainya menjadi berat. Demikian juga teman-teman dengan gangguan jiwa tidak bisa memiliki akses pengobatan

Kelompok terakhir adalah kelompok yang terutama banyak kita temukan di bulan Juli 2021 waktu gelombang kedua pandemi COVID-19. Ketika masalah oksigen langka sementara asupan oksigen ke otak itu kurang, bisa saja pada akhirnya menyebabkan gangguan jiwa yang menetap.

Baca juga : Lagi, Ahli Kesehatan Bantah Vaksin Covid Jadi Biang Kerok Hepatitis Akut Misterius

“Masalah bunuh diri sebagai contoh, di 5 bulan awal pandemi Covid-19 datang. Survei mengatakan bahwa 1 dari 5 orang di Indonesia usia 15 sampai 29 tahun terpikir untuk mengakhiri hidup. Selanjutnya 1 tahun pasca pandemi oleh survei yang berbeda didapatkan data 2 dari 5 orang memikirkan untuk bunuh diri. Dan sekarang di tahun awal 2022 itu sekitar 1 dari 2 orang yang memikirkan untuk mengakhiri hidup,” kata dr. Hervita.

Prioritas Global

Sejalan dengan komitmen global untuk mengatasi masalah kesehatan mental, ASEAN plus Three Leader (Republik Rakyat Tiongkok, Jepang, dan Korea) mengakui bahwa promosi kesehatan mental diidentifikasi sebagai salah satu prioritas kesehatan di bawah agenda pembangunan kesehatan ASEAN pasca 2015.

Baca juga : Optimalkan Pengembangan Kawasan, Mentan Ajak Bangkitkan Kedelai Nasional

Drg. Vensya melanjutkan promosi itu dilakukan antara lain dengan mempromosikan berbagai model dan praktek efektif tentang program dan intervensi kesehatan mental diantara negara anggota ASEAN, dan peningkatan integrasi program kesehatan mental di tingkat perawatan primer dan sekunder.

“Pandemi juga berdampak pada kesehatan mental dan penting untuk mendapatkan perhatian dari negara-negara di ASEAN, maka dalam rangkaian acara 15th ASEAN Health Ministers Meeting ini menjadi momentum untuk meningkatkan kepedulian masyarakat ASEAN terhadap kesehatan jiwa,” ucapnya. (MRA)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.