Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Peradi Beri Kesempatan Kedua Penyintas Covid-19 Ikuti Ujian Profesi Advokat

Selasa, 28 Juni 2022 12:58 WIB
Foto: Ist.
Foto: Ist.

RM.id  Rakyat Merdeka - Sebanyak 1.326 peserta mengikuti Ujian Profesi Advokat (UPA) yang digelar Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), di Universitas Tarumanagara (Untar), Jakarta.

Ketua Harian DPN Peradi, R. Dwiyanto Pri‎hartono menyampaikan, ujian UPA kali ini unik, lantaran dikhususkan bagi peserta yang sudah mendaftar dan membayar biaya, namun tidak bisa mengikuti ujian pada Februari lalu karena terpapar Covid-19. Ya, para peserta kali ini adalah penyintas Covid-19. 

‎"Mereka kita persilakan ujian bebas biaya. Oleh Peradi diberikan kesempatan itu, yang sudah sembuh dari Covid saat ini bisa mengikuti ujian," ujarnya, Selasa (28/6).

Keunikan lainnya, lanjut advokat senior yang karib disapa Dwi tersebut, UPA hanya digelar di Jakarta. Ini berbeda dengan penyelenggaraan reguler yang dihelat di puluhan kota di Tanah Air.

Terakhir kali, UPA digelar di 51 kota dan penyelenggaraannya tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Di antaranya wajib swab antigen dengan hasil negatif Covid-19.

Baca juga : Penambahan Kasus Covid-19 Terbanyak Di Jakarta

"Untuk yang daerah-daerah kita pikirkan kemudian yang penting kita berbuat dahulu agar Peradi memfasilitasi orang-orang yang sakit untuk bisa ujian, yang ingin menjadi advokat bisa terlaksana keinginannya," tuturnya.

Adapun materi ujiannya, kata Dwi, merujuk pada kurikulum yang telah ditentukan. Di antaranya membuat surat kuasa yang baik, yang menjadi ruhnya advokat.

Kemudian, hal lain yang diuji adalah membuat surat gugatan dan hal-hal menyangkut praktik hukum acara pidana, perdata, agama, dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Itu semua diuji, tetapi untuk orang rajin belajar, pernah baca seharusnya bisa menjawab dengan mudah. Contohnya, kalau orang ditahan polisi berapa lama? 20 hari, itu kan sudah standar. Harapannya mereka sudah baca sehingga soal-soal itu bisa dijawab dan mereka bisa lulus," harap Dwi.

‎Dwi mengungkapkan, tantangan yang dihadapi advokat sekarang adalah persaingan dengan advokat internasional dan Indonesia.

Baca juga : KSP: Surat Edaran Satgas Penanganan Covid-19 Tegaskan Pandemi Belum Selesai

Persaingan advokat di dalam negeri, menurutnya kurang sehat karena banyak orang yang mengaku-ngaku advokat. Ini dinilai merupakan buntut diberlakukannya SK Ketua Mahkamah Agung (MA) Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015.

‎"Kurang sehat akibat disaster atau kecelakaan putusan negara yang membuat banyak bermunculan orang yang merasa advokat. Kalimat saya kejam, merasa dirinya advokat karena disumpah oleh Pengadilan Tinggi," sesalnya.

Padahal, lanjut dia, mereka yang disumpah itu bukan hasil dari proses yang dilahirkan Peradi selaku wadah tunggal organisasi advokat yang diberi kewenangan mengangkat calon advokat. Namun, diproduksi oleh lembaga yang tidak bisa mengangkat advokat.

"Hanya Peradi yang bisa mengangkat advokat. Di situasi sekarang, di luar Peradi bisa mengajukan sumpah advokat di PT (Pengadilan Tinggi)," tegas Dwi.

Munculnya orang-orang yang mengaku advokat tersebut tidak melalui proses standar yang telah ditentukan. Ini berbeda dengan proses di Peradi yang menerapkan standar ketat untuk menjamin kualitas advokat. Penyelenggaraannya pun melibatkan pihak ketiga, sehingga betul-betul independen.‎ "Nggak bisa kita ikut campur," seloroh Dwi.

Baca juga : Diserang Hama, Kementan Sarankan Petani Sumba Timur Ikut Program AUTP

Dwi menyampaikan, pihaknya mendukung beberapa institusi pemerintah, di antaranya lembaga penegak hukum, yang telah meneken Nota Kesepahaman dan Pedoman Kerja Bersama Sistem Peradilan Pidana Terpadu Berbasis Teknologi Informasi (SPPT-TI) 2022.

‎Menurutnya, ini merupakan langkah penting karena akan mengurangi atau memangkas birokrasi dan pertemuan yang tak jarang menjadi hal yang kurang baik. Sebab, "hubungan dekat" menjadi keberhasilan dan menentukan dalam suatu perkara.

“Sistem elektronik itulah yang akan memangkas. Mudah-mudahan dalam waktu dekat kita bisa diajak (sosialiasi),” tandas Dwi. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.