Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Prof. Tjandra: Penting, Integrasi Penanggulangan Bahaya Rokok Dan Program Kesehatan Lain

Sabtu, 3 Desember 2022 16:03 WIB
Prof. Tjandra Yoga Aditama (Foto: Dok. Pribadi)
Prof. Tjandra Yoga Aditama (Foto: Dok. Pribadi)

RM.id  Rakyat Merdeka - Mantan Direktur WHO Asia Tenggara Prof. Tjandra Yoga Aditama mempresentasikan pentingnya integrasi program penanggulangan bahaya merokok, dengan berbagai program kesehatan lainnya, dalam pertemuan ke-7 Walikota/Bupati se-Asia Pasifik tentang kesehatan (7th Asia Pacific Summit of Mayors) di Bali, pada 2 Desember 2022.

Mengacu data Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021, Prof. Tjandra menjelaskan, sebanyak 34,5 persen penduduk Indonesia merokok atau mengkonsumsi tembakau dalam berbagai jenisnya.

Saat ini, sekitar 70,2 juta orang dewasa di Indonesia menggunakan produk tembakau (tembakau hisap, tembakau yang dipanaskan, tembakau kunyah). Baik setiap hari atau kadang-kadang.

Dengan rincian 33,5 persen perokok, 1 persen pengguna tembakau kunyah, dan 3 persen pengguna rokok elektronik.

Menurut jenis kelamin, sebanyak 65,5 persen laki-laki dan 3,3 persen perempuan Indonesia merokok atau menggunakan produk tembakau.

Baca juga : Orang Muda Ganjar Probolinggo Gelar Festival Budaya Rakyat Dan Klinik Kesehatan Gratis

"Saya sampaikan, para perokok memiliki risiko lebih besar untuk sakit, dan mengalami kematian akibat tuberkulosis (TB). Ini juga mengganggu proses penyembuhan penyakit TB-nya," ujar Prof. Tjandra dalam pesan singkatnya, Sabtu (2/12).

Data juga menunjukkan, satu dari lima pasien TB dunia ternyata berhubungan dengan kebiasaan merokok. Karena itu, perlu ada integrasi antara program TB dan program rokok.

Salah satu bentuk nyatanya, setiap pasien TB harus ditanya, apakah punya kebiasaan merokok.

"Kalau iya, maka harus segera dimasukkan ke dalam program berhenti merokok di Puskesmas dan rumah sakit," kata Prof. Tjandra, yang juga Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/Guru Besar FKUI.

Saat ini, Kementerian Kesehatan sedang dalam proses akhir penyusunan buku Pedoman Integrasi Layanan Upaya Berhenti Merokok dan Tuberkulosis di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, yang mudah-mudah dapat segera diselesaikan dan diterapkan di lapangan.

Baca juga : PPP Kirim Tim Tanggap Bencana Hingga Bantuan Penanganan Korban Gempa Cianjur

"Saya sampaikan, kebiasaan merokok merupakan faktor risiko utama penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)," ujar Prof. Tjandra.

Dewasa ini, sedang dilakukan uji coba di beberapa kabupaten tentang deteksi PPOK pada perokok, dengan kuesioner yang lalu dikonfirmasi melalui spirometri.

Para perokoknya, kemudian dimasukkan dalam program berhenti merokok.

Tahap ini memang masih dalam bentuk konsultasi. Tetapi ke depan, akan digunakan juga obat dan atau alat tertentu.

"Khusus tentang berhenti merokok, selain yang di Puskesmas, saya sampaikan juga Program Quitline berhenti merokok. Masyarakat yang memerlukan, dapat menghubungi nomor telpon 08001776565, untuk menghentikan kebiasaan merokok," papar Senior Advisor APCAT ini.

Baca juga : Gempa Cianjur, Pertamedika IHC Berangkatkan Tim Kesehatan

RS Persahabatan Jakarta juga menyelenggarakan klinik berhenti merokok, dan mempublikasikan berbagai hasil penelitian di bidang ini.

Selain hal di atas, kebiasaan merokok juga berhubungan dengan kejadian stunting.

Data yang dipresentasikan Deputi Kepala BKKBN Prof. Damanik dalam pertemuan ini menunjukkan, anak yang tinggal dengan orang tua yang tidak merokok, ternyata tumbuh 1,5 kg lebih berat dan 0,34 cm lebih tinggi ketimbang anak pada perokok.

"Jika tidak terpapar rokok, angka stunting dapat turun sampai 1 persen. Kebiasaan merokok atau menggunakan tembakau pada masa kehamilan, akan meningkatkan risiko terjadinya stunting pada anaknya," jelas mantan Dirjen Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular/Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes).

"Program pengendalian bahaya merokok, jelas harus digalakkan di negara kita. Selain itu, perlu diintegrasikan dalam berbagai program kesehatan lainnya. Demi menjamin kesehatan anak bangsa," tegas Prof. Tjandra. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.