Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Jangan Biarkan Mimbar Agama Jadi Media Penggiringan Politik SARA
Sabtu, 25 Februari 2023 09:24 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Politik identitas harus dihindari dalam setiap proses demokrasi di Pemilu. Demikian juga menjelang Pemilu 2024, segala bentuk politik identitas harus ditanggalkan, apalagi yang menggunakan mimbar agama. Ini penting agar mimbar agama tidak dijadikan pemenuhan syahwat politik kekuasaan.
“Menjadikan masjid sebagai media penggiringan dukungan politik dalam varian bentuk adalah hal yang tidak boleh dibiarkan, karena akan menimbulkan disintegrasi sosial. Gunakanlah rumah ibadah sesuai fungsinya sebagai perekat masyarakat,” ujar dosen Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta Syahrullah Iskandar.
Dirinya melanjutkan, argumentasi pembenaran menggunakan mimbar masjid sebagai sarana penggiringan politik sebagaimana fungsi masjid di masa Rasulullah SAW adalah benar. Namun, situasi sosial kekinian berbeda. Mimbar agama sering kali dijadikan sarana politik hanya untuk kepentingan kekuasaan dan kepentingan duniawi.
“Ketika umat beribadah itu berorientasi akhirat. Isi khutbah seharusnya mengingatkan dan memotivasi untuk kebaikan, bukan menciptakan perselisihan dan ketidaknyamanan,” tuturnya.
Baca juga : Mahfud Ajak Tokoh Agama Dan Pesantren Dinginkan Suhu Politik
Pengasuh Pesantren Pascatahfizh Bayt al-Qur’an (PSQ) Jakarta ini juga menjelaskan, sejatinya politik yang mengedepankan identitas masing-masing dan menjadikannya sebagai acuan dalam kontestasi politik adalah hal yang wajar dan sah saja. Tetapi, jika lebih pada menjadikan identitas kesukuan, ras, agama, dan semacamnya sebagai acuan dasar dalam pilihan politik, maka politik identitas itu berpotensi mempolarisasi masyarakat.
“Hal negatif yang bisa ditimbulkan adalah potensi konflik berbasis suku, ras, agama, dan semacamnya. Ujungnya, masyarakat terpolarisasi berdasarkan identitas tersebut yang dapat bermuara pada disintegrasi sosial,” jelasnya.
Dalam konteks yang sama, Wakil Sekjen Pengurus Besar Darud Da’wah wal-Irsyad (DDI) ini juga menjawab tudingan sekulerisme yang dilancarkan kelompok yang kontra terhadap isu penolakan politik identitas pada konstestasi Pemilu 2024.
“Tidak benar kalau dikatakan sekulerisme. Dalam konteks ini, tidak ada pemisahan agama dari persoalan politik. Karena berpolitik juga harus mengedepankan moralitas dan visi kebersamaan dan persatuan. Jika mau tegas, politik identitaslah yang justru menjauhkan nilai kebersamaan dan persatuan dalam konteks bernegara,” ucap Syahrullah.
Baca juga : Ace Dinilai Layak Jadi Pengganti Amali
Menurutnya, berpolitik adalah bagian dari bernegara, dan agama selalu ada di dalamnya tetapi tidak harus dalam bentuk formalnya. Semua berupaya untuk meraih kemenangan, namun harus tetap dalam koridor taat aturan bersama. Dalam konteks masyarakat yang majemuk, proses politik adalah sebuah keniscayaan. Berpolitik itu sarana untuk meraih kemaslahatan bangsa dan negara. Karena tujuannya mulia, maka cara yang digunakan pun haruslah baik dan membaikkan.
Pemerintah diharapkan mampu merangkul berbagai pihak untuk meningkatkan kesadaran kepaduan sosial. Publikasi tentang bahaya yang dapat ditimbulkan politik identitas perlu dimasifkan secara soft-approach.
“Jalur media sosial harus mendapat perhatian ekstra dan penyadaran kepada masyarakat untuk lebih mengedepankan kesantunan bermedsos juga harus lebih ditingkatkan. Yang tak kalah pentingnya, tokoh politik dan partai politik yang berkontestasi harus elegan dalam menggapai visi dan misi partainya. Jangan karena kepentingan partai atau politik, rakyat digiring dalam konflik,” tutur Anggota Komisi Dakwah MUI Pusat ini.
Guna menghindari rumah ibadah dijadikan panggung politik, diperlukan sosialisasi yang intens kepada segenap pengurus rumah ibadah. Para penceramah juga harus lebih memprioritaskan pada kemaslahatan umat.
Baca juga : Wamenag Ingatkan Lembaga Pengelola Zakat Tidak Berpolitik
“Pengurus rumah ibadah, harus selektif dan mengingatkan kepada penceramah, narasumber yang bertugas agar menghindari uraian atau paparan yang menggiring pada pilihan politik tertentu, baik secara lugas maupun terselubung,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Syahrullah, pelibatan tokoh agama, tokoh masyarakat dan segenap ormas kemasyarakatan, juga tak kalah pentingnya dalam menciptakan suasana yang kondusif. Masyarakat harus diberikan edukasi tentang peran sosial masing-masing dalam kontestasi Pemilu mendatang.■
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya