Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS

RM.id Rakyat Merdeka - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menegaskan penyanderaan pilot Susi Air Philip Mark Mehrtens, Warga Negara Selandia Baru, indentik dengan aksi terorisme. Tindakan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua ini dinilai, telah memenuhi unsur yang diatur dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Hal itu disampaikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar dalam naskah keynote speech yang dibacakan Kepala Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT Irjen Ibnu Suhendra dalam webinar bertajuk "Penyanderaan Pilot Susi Air: Tindakan Terorisme?" yang dipantau dari kanal YouTube Moya Institute di Jakarta, Jumat (17/3).
Dalam pernyataan itu, Boy menyebut, penyanderaan itu justru kontradiktif dengan propaganda KKB selama ini. KKB, ujar Boy, selama ini selalu menyuarakan bahwa mereka berjuang untuk masyarakat Papua.
Kenyataannya, KKB malah menyandera pilot maskapai yang telah berjasa besar bagi warga Papua. Pilot itu berupaya membantu distribusi logistik yang sangat dibutuhkan masyarakat Papua, di tengah kondisi alam yang berat.
Berita Terkait : AHY: Putusan Penundaan Pemilu 2024, Mengusik Akal Sehat Dan Rasa Keadilan
Hal itu dikatakan Boy melalui naskah yang dibacakan Kepala Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT Irjen Ibnu Suhendra.
"KKB menuntut kemerdekaan dengan mengancam akan menghilangkan nyawa pilot bila tuntutan tidak dipenuhi," kata Boy.
Cara-cara yang dilakukan KKB itu, menurut dia, identik dengan aksi-aksi terorisme. Bagi Boy, jaringan teror yang beraksi di wilayah Indonesia saat ini menggunakan strategi menebar rasa takut sebagai cara untuk mencapai tujuannya.
"Selain itu, terdapat motif politik dan ideologi yang memenuhi unsur pidana dalam pengertian tindak pidana terorisme dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018," ujarnya.
Berita Terkait : Diungkap BNPT, Ada Parpol Yang Terafiliasi Kelompok Terorisme
Ia mengatakan, penanganan aksi terorisme memerlukan upaya yang sistematis, terukur, dan terkoordinasi agar masalah tersebut dapat terselesaikan dengan baik.
"Terorisme adalah masalah yang penuh kompleksitas yang tidak bisa ditangani secara serampangan. Terdapat ideologi yang harus diperangi, sekaligus merupakan akar permasalahan yang harus dituntaskan."
Narasumber lain Prof Hikmahanto Juwana, Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani mengatakan, di negara mana pun, gerakan semacam KKB pasti dikutuk dan akan ditumpas.
"Pemerintah seharusnya segera bertindak tegas atas kelompok tersebut guna membebaskan tersandera. Hal itu untuk mencegah timbulnya hubungan emosional antara penyandera dan yang disandera, karena penyanderaan yang terlalu lama," ujarnya.
Berita Terkait : Pengadilan Malaga Putuskan Suami Bayar Tenaga Istri
Pada kesempatan serupa, Pemerhati Isu-isu Strategis dan Global, Prof Imron Cotan melihat adanya empati dan simpati dari Mehrtens kepada penyandera. Menurut Prof Imron, hal itu bisa saja terjadi yang dikenal dengan Oslo Syndrom.
"Saya tidak heran, itu ada teorinya bernama Oslo Syndrom yang dikembangkan antara lain oleh Kenneth Levin yang menyebutkan kalau seseorang disandera, lama kelamaan akan mencintai atau bersimpati kepada yang menyanderanya," papar Duta Besar Indonesia untuk Australia 2003-2005 dan Dubes RI untuk China 2010-2013.
Selanjutnya
Tags :
Berita Lainnya