Dark/Light Mode

Hipmi Dukung Sikap Tegas Menteri Bahlil Tolak Permintaan IMF Soal Hilirisasi

Kamis, 6 Juli 2023 15:50 WIB
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia (Foto: Ist)
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menolak secara tegas rekomendasi Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) yang meminta Indonesia mempertimbangkan penghapusan secara bertahap larangan ekspor bijih nikel dan meninjau ulang program hilirisasi.

Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Anggawira mendukung langkah tegas Menteri Bahlil yang tidak akan mengikuti saran IMF dan melanjutkan kebijakan yang sudah berjalan.

Pasalnya, pelarangan ekspor bahan mentah bertujuan untuk penguatan industri dalam negeri melalui program hilirisasi.

"Kami dari asosiasi mendukung sepenuhnya langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah untuk men-stop (ekspor) raw material (bahan baku) dalam rangka penguatan industri dalam negeri," ujar Anggawira, Kamis (6/7).

Menurut Anggawira, kebijakan tersebut sudah tepat, fokus pemerintah menggalakkan program hilirisasi untuk memajukan Indonesia dan terbukti telah menciptakan nilai tambah serta membuka lapangan kerja bagi masyarakat.

Tercatat, ekspor nikel tahun 2017-2018 hanya 3,3 miliar dolar AS. Sementara setelah kebijakan hilirisasi dan larangan ekspor nikel diberlakukan pemerintah sejak 2020 lalu, keuntungannya mencapai 30 miliar dolar AS atau setara Rp 450 triliun.

Baca juga : DPR Dukung Perbaikan Tata Kelola Keamanan Laut

“Proses hilirisasi kita anggap itu akan memberikan nilai tambah dan bisa membuka lapangan pekerjaan di kita. Karena bonus demografi kita banyak tenaga kerja produktif jadi harus didorong,” ucapnya.

"Walaupun memang banyak tantangan dari sisi investasi dan juga tentunya tantangan dari sisi pendapatan negara tapi terbukti dalam 2 tahun terakhir peningkatan nilai tambah itu berbanding lurus dengan income pemerintah,” sambung Anggawira.

Anggawira setuju dengan pendapat Bahlil yang mengatakan, IMF sering menerapkan standar ganda seperti halnya Amerika Serikat (AS) memberlakukan embargo bahan dan alat pembuatan semikonduktor terhadap Tiongkok. Namun IMF tidak mengusik kebijakan tersebut.

Sama halnya kebijakan Uni Eropa (UE) yang menerapkan aturan perdagangan baru terkait deforestasi yang berpotensi merugikan produk utama Indonesia seperti minyak kelapa sawit, di pasar Eropa, tetapi IMF melakukan pembiaran.

“Mengenai standar ganda saya kira kerap kali kita mendapati dari lembaga-lembaga dunia ya, kemarin Uni Eropa juga terhadap produk sawit kita. Jadi kalau mereka ada kepentingan pakai standar ganda tapi saya rasa ya ini (nikel) hak kita,” ucapnya.

Lebih lanjut Anggawira mengatakan, Pemerintah Indonesia tidak melarang sepenuhnya ekspor nikel. 

Baca juga : Makna Idul Adha, Menteri Basuki: Tanamkan Keikhlasan Saat Bertugas

Namun, ketika bahan mentah nikel sudah berhasil diolah di dalam negeri, baik setengah jadi atau sudah jadi, silakan  diserap di pasar luar negeri.

“Ini kan produk dalam negeri kita dan sebenarnya kita tidak juga tidak melarang sepenuhnya artinya yang kita larang itu kan barang mentahnya tapi ketika sudah diproses ya silakan saja diambil,” paparnya.

Anggawira yang juga Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral dan Batubara Indonesia itu menjelaskan, jika negara luar menginginkan bahan mentah dari Indonesia, maka mereka harus berani menanamkan investasinya ke Tanah Air untuk membangun smelter.

“Jadi ya kita juga berharap negara-negara maju mau berinvestasi dan membangun industrinya di dalam negeri,” tukas Anggawira.

Sebelumnya, Menteri Bahlil mengatakan, hilirisasi tak bisa ditawar-tawar atau harga mati. Indonesia akan tetap memprioritaskan kebijakan hilirisasi dan larangan ekspor bahan mentah komoditas tambang.

"Bahwa langit mau runtuh pun, hilirisasi tetap akan menjadi prioritas negara dalam pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, dan larangan ekspor tetap kita lakukan," tegas Bahlil.

Baca juga : DPR Dukung Eksistensi BTN Dalam Pemenuhan Pembiayaan Rumah Rakyat

Bahlil yang juga mantan ketua umum HIPMI itu menuding IMF menerapkan standar ganda kepada Indonesia perihal larangan hilirisasi Indonesia.

"Menurut saya ada standar ganda yang dibangun IMF saat negara-negara lain melarang ekspor. Seperti Amerika Serikat yang melarang ekspor semikonduktor. Eropa juga yang membangun konsensus soal pembangunan keberlanjutan. Tapi, kenapa negara kita yang diusik," ujar Bahlil.

IMF menurut Bahlil, tidak obyektif dalam memberikan pertimbangan kepada Indonesia untuk penghapusan larangan ekspor nikel dan komoditas mineral lainnya.

Bahlil kemudian mengingatkan agar IMF menghargai kedaulatan suatu negara dalam kebijakan yang dirumuskan.

Serta, meminta IMF mengadopsi hasil pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada November 2022 yang menyepakati setiap negara mempunyai keleluasaan untuk menyusun strateginya, termasuk kebijakan investasi soal hilirisasi, dan sektor prioritas lainnya.

"Keputusan G20 itu sudah disetujui menjadi keputusan bersama dengan memberikan ruang masing-masing negara mengelola penciptaan nilai tambah dengan keunggulan produksi masing-masing," tukas Bahlil.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.