Dark/Light Mode

Kemampuan Literasi Dapat Tingkatkan Ekonomi dan Kesehatan Masyarakat

Rabu, 25 Oktober 2023 17:16 WIB
Talkshow Duta Baca Indonesia, di Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar, Rabu (25/10). (Foto: Dok. Perpusnas)
Talkshow Duta Baca Indonesia, di Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar, Rabu (25/10). (Foto: Dok. Perpusnas)

RM.id  Rakyat Merdeka - Di era Revolusi Industri 4.0, masyarakat dituntut tidak hanya menguasai literasi lama (membaca, menulis, dan berhitung), tetapi juga menguasai literasi baru atau yang juga disebut literasi inklusi sosial. Literasi tersebut mencakup literasi data, literasi teknologi, dan literasi manusia. Konsep knowledge-driven economy tepat untuk menggambarkan kondisi hari ini.

“Ekonomi berbasis pengetahuan atau knowledge economy, didasarkan atas produksi, diseminasi dan penggunaan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan,” jelas Deputi Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Adin Bondar, ketika menjadi narasumber kunci talkshow Duta Baca Indonesia (DBI), di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin, Makassar, Rabu (25/10).

Di negara-negara berkembang, para pembuat kebijakan menghadapi berbagai kesulitan untuk membangun sistem dan kemampuan berbasis pengetahuan ini. Akibatnya, yang terjadi tidak hanya miskin secara ekonomi tapi juga miskin pengetahuan. Contoh, tingginya angka stunting.

Baca juga : Tantangan Ekonomi Dunia Makin Ruwet

Stunting bukan hanya karena kemiskinan ekonomi, tetapi karena kemiskinan ilmu pengetahuan sehingga masyarakat kurang berdaya. Transformasi perpustakaan menjadi salah satu solusi bagaimana masyarakat dapat belajar secara kontekstual sehingga masyarakat bisa produktif dengan literasi terapan,” tambah Adin. 

Persoalan stunting bisa diatasi dengan literasi keluarga. Adin menekankan, sentuhan literasi pada anak penting dilakukan di 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Terlebih saat golden age (1-5 tahun), ketika jutaan sel berkembang.

Di acara yang sama, Duta Baca Indonesia Gol A Gong berbicara mengenai cara mengatasi kemalasan. Kata dia, kekuarangan kondisi fisik seringkali menjadi alasan seseorang malas berikhtiar menemukan jalan keluar. Dia pun pernah berpikir bagaimana keterbatasan fisik akan berimbas pada kemalangan nasib. 
Namun, ibunya mengarahkan Gong pada tiga kebiasaan lain, yakni jogging, membaca, dan mendengarkan cerita. Jogging melatih fisik dan mental. Alhasil, dirinya bisa menyabet medali emas dari even badminton paralympic pada 1984-1989.

Baca juga : Kurangi Sampah Plastik, BPJamsostek Kelapa Gading Bagikan Ratusan Go Green Pack

Sedangkan dari kebiasaan membaca buku dan mendengarkan dongeng sejak kecil, menjadi pondasi awal dari banyaknya buku yang dirilis Gol A Gong. “Sudah 126 buku yang saya terbitkan,” ucapnya.

Aktivitas membaca itu memberi kesehatan. Sebab, membaca akan menghubungkan neuron-neuron yang ada di dalam otak. Kalau tidak membaca justru bisa membuat kantuk, karena neuron manusia tidak bekerja. “Orang yang membaca tetapi tidak mencerna dan memahami dengan baik seperti orang yang makan tapi tidak dikunyah,” ucap Pustakawan Ahli Utama Perpusnas, Abdullah Sanneng.

Dosen UIN Alauddin Makassar Wahyudin memberi contoh nyata kegemaran membaca buku mengantarkan raihan delapan beasiswa prestisius untuk berkuliah di luar negeri. Setidaknya, ada tujuh faktor pendorong orang menjadi pembaca buku, yaitu tradisi keluarga, teladan orang tua, guru, teman sebaya, lingkungan masyarakat, pengalaman personal, dan tragedi.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.