Dark/Light Mode

Uji Proposal Disertasi Sahroni, Bamsoet: Saatnya RI Tinggalkan Hukum Kolonial

Senin, 20 November 2023 20:11 WIB
Ujian Proposal Disertasi Ahmad Sahroni, di Universitas Borobudur, Jakarta, Senin (20/11). (Foto: Istimewa)
Ujian Proposal Disertasi Ahmad Sahroni, di Universitas Borobudur, Jakarta, Senin (20/11). (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua MPR sekaligus Dosen Tetap Pascasarjana Universitas Borobudur Bambang Soesatyo (Bamsoet) bersama Hakim Agung Kamar Pidana Prof Surya Jaya menjadi penguji proposal disertasi Ahmad Sahroni, mahasiswa S3 Program Doktor Hukum Universitas Borobudur yang menjabat Wakil Ketua Komisi III DPR. Bamsoet sebagai penguji internal, sedangkan Prof Surya sebagai Promotor. Sahroni mengangkat judul disertasi "Pemberantasan Korupsi Melalui Prinsip Ultimum Remidium: Suatu Strategi Pengembalian Kerugian Keuangan Negara".

Bamsoet menyebut, penelitian yang dilakukan Sahroni sangat menarik untuk diteliti lebih jauh. Dari tahap proposal, sudah tergambarkan tentang pentingnya Indonesia meninggalkan hukum kolonial masa lalu, menuju hukum modern.

Baca juga : Bamsoet Tekankan Pentingnya Netralitas TNI dalam Pemilu

"Sehingga dapat mengubah mindset aparat penegak hukum (APH) khususnya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, dari pendekatan retributif (menghukum dengan ekspektasi menimbulkan deterent effect) ke pendekatan restoratif (pemulihan kerugian negara) dengan mengupayakan penyelesaian secara menyeluruh berdasarkan prinsip ultimum remedium dengan mengedepankan teori negara kesejahteraan, teori hukum dekonstruksi, dan teori hukum progresif," ujar Bamsoet, usai menguji proposal disertasi Sahroni, di Universitas Borobudur, Jakarta, Sabtu (18/11).

Ketua DPR ke-20 ini menjelaskan, penerapan prinsip ultimum remedium pada pemberantasan korupsi dapat diartikan memberikan kesempatan penyidik untuk menerapkan prosedur hukum administrasi atau hukum perdata terlebih dahulu. Apabila kedua jalur tersebut dianggap tidak mampu mencapai tujuan, maka hukum pidana dijadikan sebagai jalan terakhir.

Baca juga : Resmikan Posko di Banjarnegara, Bamsoet Ajak Tinggalkan Kampanye Hitam

Karena itu, penelitian ini juga akan menekankan pentingnya pemahaman penyidik mengenai peraturan perundang-undangan administrasi terhadap tindak pidana yang diatur dalam berbagai Undang-Undang (UU) sektoral. Misalnya, sesuai Pasal 20 UU Nomor 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Pasal itu menjelaskan, jika ada temuan BPK yang mengindikasikan adanya kerugian negara karena masalah administrasi, diberikan waktu selama 60 hari kepada pihak tersebut untuk mengklarifikasi sekaligus mengembalikan kerugian negara, sehingga tidak serta merta langsung proses pidana.

Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Doktor Ilmu Hukum Unpad ini menerangkan, penerapan ultimum remedium bisa menjadi jalan keluar dalam pengembalian kerugian negara akibat korupsi. Berdasarkan data corruption perception index (indeks persepsi korupsi/IPK) untuk tahun 2022, Indonesia memperoleh skor 34 dengan peringkat 110 dari 180 negara.

Baca juga : Sosialisasi 4 Pilar di Binus, Bamsoet Dorong Penguatan Sistem Hukum Nasional

Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan, pada 2022 terdapat 1.218 perkara korupsi baik yang diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Tinggi, hingga Mahkamah Agung, dengan total 1.298 terdakwa. Akibat tindak pidana korupsi itu, ICW juga melaporkan kerugian negara mencapai Rp 56,7 triliun dan nilai suap mencapai Rp 322,2 miliar.

"Dari total tersebut, pidana tambahan uang pengganti yang asumsinya bisa jadi salah satu celah mengembalikan kerugian negara, hanya dikenakan sekitar Rp 19,6 triliun terhadap 1.298 terdakwa," pungkas Bamsoet.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.