Dark/Light Mode

Pancasila Perwujudan Nilai-nilai Agama dan Keluhuran Bangsa

Kamis, 30 November 2023 20:48 WIB
Direktur Nasional GusDurian Network Indonesia, Alissa Wahid (Foto: Istimewa)
Direktur Nasional GusDurian Network Indonesia, Alissa Wahid (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pancasila merupakan landasan Indonesia dalam menetapkan batas-batas konstitusi. Pancasila menjadi perwujudan nilai dan ajaran seluruh agama yang secara resmi diakui di bumi pertiwi. 

Direktur Nasional GusDurian Network Indonesia (GNI), Alissa Wahid, mengungkapkan bahwa di dalam Pancasila terkandung nilai-nilai kemanusiaan dan agama sebagai pedoman. Agama Islam menempatkan manusia pada posisi khalifatul fil ardh atau menjadi pengelola bumi dan isinya.

“Baik dalam Islam atau agama-agama yang lain, selalu ada ajaran yang menuntun manusia agar menjadi pribadi yang adil dan santun, seperti yang tertuang pada Pancasila. Pribadi yang beradab atau santun, dan sebagai manusia dia tidak mengedepankan kekerasan dalam menghadapi persoalan, sejatinya ia telah mengikuti nilai-nilai yang ada dalam agama,” jelas Alissa, Kamis (30/11).

Dia menjelaskan, Pancasila merupakan pengejawantahan nilai-nilai agama dan keluhuran bangsa Indonesia. Walaupun terdapat perbedaan dalam pengamalan agama, Pancasila menjembatani itu semua. Mengamalkan Pancasila yang beberapa nilainya juga diambil dari ajaran agama Islam, tidak ubahnya mengamalkan ibadah itu sendiri.

Baca juga : PBNU Ingatkan KPU-Bawaslu Gelar Pemilu Dengan Kejujuran

Memang secara tekstual, lanjutnya, pengamalan Pancasila itu tidak dimuat dan diatur dalam dalil-dalil keagamaan. Namun, dengan menjalankan agama secara baik, maka juga menghidupkan nilai-nilai Pancasila dengan sempurna, begitu juga sebaliknya.

Ketua Tanfidziyah PBNU periode 2022-2027 ini menerangkan, persatuan Indonesia yang diamanahkan Pancasila juga bagian dari perintah semua agama, termasuk Islam. Sebagai manusia yang dititipkan tanah air Indonesia, menjadi kewajiban kita untuk menjaga dan memeliharanya.

“Persatuan Indonesia atau ukhuwah wathoniyah itu juga bagian dari perintah agama. Perintah agama itu mengharuskan kita untuk mencintai dan merawat tanah air tempat kita tinggal,” ungkapnya.

Menurutnya, dengan menghayati nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila, harusnya seluruh masyarakat bisa menjaga persatuan dan kesatuan dengan sesama manusia. Hal ini juga tidak berbeda dengan ajaran agama. Menjaga persatuan itu berarti mensyaratkan adanya sikap saling menerima dan menghormati. Inilah yang disebut sebagai toleransi.

Baca juga : Relawan Ganjar Sejati Gelar Pelatihan Pengolahan Lemon Kering Di Bandung Barat

Dalam ajaran agama Islam, jelasnya, bahkan pada saat membenci kepada kelompok lain, seseorang tidak boleh berlaku tidak adil kepada mereka. Dengan berlaku intoleran, berarti mereka sebenarnya sedang melanggar perintah agama untuk berlaku santun dan beradab pada orang lain. Padahal, saat menjalankan Pancasila, secara otomatis pasti menjadi orang yang toleran.

“Sehingga tidak berlebihan rasanya jika ada anggapan bahwa dengan menjalankan Pancasila, itu sama dengan kita beribadah sesuai ajaran agama, karena ajaran agama dan Pancasila memiliki kaitan yang sangat erat,” imbuh Alissa.

Dia menambahkan, untuk memelihara persatuan bangsa melalui Pancasila, masyarakat perlu mewaspadai adanya framing berita atau informasi dengan tujuan tertentu. Seringkali isu kemiskinan yang terjadi di Indonesia digunakan kelompok intoleran untuk menggiring persepsi publik dan memperlihatkan kegagalan Pemerintah.

Faktanya, tidak ada hubungannya antara kemiskinan dengan intoleransi. Pemahaman yang intoleran bisa dimunculkan di mana pun dan dengan siapa pun, terlepas dari status ekonominya. Isu kemiskinan sering juga dikaitkan dengan utang negara misalnya, suka tidak suka adalah tanggung jawab bersama sebagai bangsa Indonesia. Walaupun memang tidak dipungkiri bahwa penting untuk memilih pemimpin yang tepat, supaya Indonesia bisa mengurangi beban hutangnya.

Baca juga : Anggota DPR Yan Mandenas: Pendidikan Agama Ujung Tombak Mencerdaskan Anak Bangsa

“Ketika kita sudah memilih pemimpin dan perwakilan di eksekutif dan legislatif, kemudian mereka menghasilkan produk kebijakan, harus diakui bahwa itulah keputusan kita bersama. Menjadi kewajiban bersama sebagai bangsa untuk mengelola kondisi ini, dan ini bukan alasan untuk kemudian kita bersikap intoleran kepada siapapun. Intoleransi itu tidak ada hubungannya dengan kemiskinan,” pungkas Alissa.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.