Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Pemerintah Kudu Sosialisasikan Lagi RUU Cipta Kerja

Senin, 11 Mei 2020 22:10 WIB
Eko Marhaendy/Ist
Eko Marhaendy/Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua Badan Kajian Strategis (BKS) Al Washliyah Sumatera Utara Eko Marhaendy menyayangkan pemahaman publik terhadap Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) masih rendah. Hal ini terjadi karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah kepada masyarakat.

“Tidak ada sosialisasi yang intensif, terencana dan menyasar dengan baik semua pihak yang dianggap terkait langsung. Akibatnya, ada distorsi pemahaman publik terhadap substansi RUU ini,” kata Eko.

Pemahaman terhadap RUU Ciptaker di ruang publik, menurut Eko, banyak dipengaruhi informasi yang tersebar di media sosial dan media daring. Berdasarkan kuesioner yang disebar, sumber informasi tertinggi dari WhatsApp (34,21%), Facebook (18,42%) dan Media Online (28,95%).

Baca juga : MPR Minta Pemerintah Antisipasi Kepulangan Ribuan Pekerja Migran

Menurutnya, isu-isu yang menguat di ruang publik dalam konstruksi wacana RUU Ciptaker justru terjadi pada hal-hal yang tidak substansial. Isu hilangnya hak cuti perempuan haid dan kebebasan berserikat misalnya, dinilai Eko menguat tapi tanpa rujukan jelas.

“Pasal-pasal yang mengatur bagian hak cuti haid dan kebebasan berserikat faktanya tidak dihapus ataupun diubah, yang artinya tetap berlaku. Dalam hal inilah 'kegagalan' memahami paradigma perubahan undang-undang ingin ditekankan," ucapnya.

Lebih jauh, studi ini mengidentifikasi beberapa aspek yang diduga menjadi alasan kelompok buruh menolaknya. Berdasarkan pembacaan terhadap UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Baca juga : Dishub DKI Diminta Lebih Gencar Lagi Sosialisasi Larangan Mudik Ke Warga

“Kuatnya arus penolakan, terutama oleh kelompok buruh, pada gilirannya mereduksi aspek-aspek kemanfaatan yang menjadi semangat dasar lahirnya RUU Ciptaker, seperti kemudahan perizinan, pemangkasan birokrasi yang terlalu panjang dan perlindungan tenaga kerja," terang Eko.

Anggapan bahwa RUU Ciptaker akan menghidupkan kembali “Koeli Ordonantie” (Perbudakan Modern), menurut Eko, justru terbantahkan dengan dihapusnya pasal 64-65 UU Nomor 13 Tahun 2003 melalui RUU Cipta Kerja.

Sejauh ini, pasal tersebut diduga menjadi dasar pemberlakuan tenaga kerja Outsourcing (alih daya) yang seyogianya ditolak di kalangan buruh. 

Baca juga : Senator Minta Pemerintah Sanggup Lindungi ABK Kita Di Luar Negeri

“Keberpihakan RUU Ciptaker terhadap kelompok buruh dengan dihapusnya pasal-pasal kurang menguntungkan pada UU Nomor 13 Tahun 2003 pun abai dalam perhatian publik," tandasnya. [MER]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.