Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Corona masih Berkeliaran, Pejabat Bantah-bantahan

Selasa, 19 Mei 2020 07:09 WIB
Ilustrasi virus Corona. (Foto: Istimewa)
Ilustrasi virus Corona. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Perjalanan Indonesia melawan virus corona masih panjang. Tiap hari, warga yang positif corona bertambah signifikan. Ironisnya, di saat corona masih berkeliaran, pejabat kita masih sering nggak kompak. Sibuk saling bantah-bantahan. 

Pertama, soal instruksi bekerja bagi pegawai pemerintahan yang berusia di bawah 45 tahun. Sikap antara Menteri BUMN Erick Thohir dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto berbeda. Erick, menerbitkan Surat Edaran (SE) yang isinya meminta seluruh pegawai di lingkungan perusahaan negara mulai masuk kerja, 25 Mei 2020.

Dalam SE tersebut, pegawai yang diwajibkan bekerja yakni untuk usia di bawah 45 tahun. Yang umurnya di atas itu, tetap work from home alias kerja dari rumah.

Namun, kemarin, Airlangga membantahnya. Dia menegaskan, pemerintah belum menetapkan aturan yang mengizinkan karyawan berusia di bawah 45 tahun masuk kantor kembali. Kata dia, pemerintah pusat masih mengkaji konsep new normal atau kenormalan baru di tengah penyebaran virus corona.

Baca juga : Peringati Hari Buku, Demokrat Minta Perpustakaan Desa Diperbanyak

“Terkait pekerja 45 tahun belum ada usulan terkait dengan kriteria umur. itu bukan merupakan kebijakan yang diambil pemerintah,” kata Airlangga.

Selain soal karyawan, Airlangga juga menepis kabar yang beredar terkait operasional pusat perbelanjaan yang akan kembali dibuka 8 Juni 2020 mendatang. Menurut dia, pemerintah masih mengkaji lebih detail mengenai sektor usaha mana saja yang akan dibuka dalam waktu dekat.

Tak hanya itu, Ketum Golkar ini juga membantah soal pengurangan kebijakan PSBB untuk mencegah penularan virus Covid-19. “Belum ada sektor dan daerah yang ditetapkan untuk dilonggarkan dan dalam dua minggu ini ditegaskan tidak ada pelonggaran,” tegasnya.

Awalnya, pengurangan PSBB ini dikemukakan Menko PMK Muhadjir Effendy, yang juga ikut rapat bersama Airlangga, kemarin. Dia menyatakan, Presiden Jokowi meminta disiapkan kajian tahapan pelonggaran PSBB. “Bapak Presiden telah menetapkan perlunya ada kajian yang cermat dan terukur dan melibatkan banyak pihak untuk mempersiapkan tahapan tahapan pengurangan pembatasan sosial atau tahaptahapan pengurangan PSBB,” tutur Muhadjir.

Baca juga : Lebaran Tak Perlu Jabat Tangan

Sementara itu, Presiden Jokowi menegaskan, hingga saat ini belum ada keputusan untuk melonggarkan PSBB. Ia khawatir masyarakat keliru memahami wacana pelonggaran PSBB yang beberapa hari terakhir ini menjadi perbincangan. “Saya tegaskan belum ada kebijakan pelonggaran PSBB. Masyarakat keliru bahwa pemerintah mulai melonggarkan PSBB. Belum. Belum ada kebijakan pelonggaran,” tegas Jokowi.

Pemerintah, tuturnya, baru rencana atau skenario pelonggaran yang akan diputuskan setelah timing waktu yang tepat dan melihat fakta, datadata di lapangan. “Biar semua jelas. kami harus hati-hati,” bebernya.

Soal sholat Id, juga begitu. Menag Fachrul Razi sudah mengimbau agar dilaksanakan di rumah saja. Namun, sejumlah daerah, mengizinkan menggelar sholat Id di Masjid dan Lapangan. Salah satunya, Jawa Timur. Tentu saja izin tersebut mendapat sorotan. Mengingat, Jawa Timur sendiri mengalami peningkatan jumlah kasus positif yang cukup tajam dalam beberapa pekan terakhir.

Namun akhirnya, surat edaran yang dikeluarkan Pemprov Jatim terkait izin menggelar shalat Id di Masjid itu, dicabut. Sementara, sejumlah daerah sudah memberikan izin sholat Id di masjid. Di antaranya, Makassar, Tegal, Kudus, dan lain-lain.

Baca juga : Bulan Puasa, Badan POM Awasi Peredaran Produk Pangan Olahan Kedaluarsa

Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute, Gun Gun Heryanto mengkritik gaya komunikasi pemerintah. Menurutnya, agar gaya komunikasi kompak, pemerintah perlu menerapkan Finding Conclusion Recomendation (FCR) data dan kebijakan agar komunikasi publik tersampaikan secara jelas dan berlandaskan pada data akurat.

Menurutnya, FCR penting di masa krisis. karena, kalau krisis tidak di-handle dengan data yang kuat, narasinya jadi tidak jelas. Untuk itu, pemerintah perlu membentuk organ komunikasi penanganan Covid-19. Dengan membentuk protokol komunikasi yang baik dan jaringan komunikasi yang kuat, pemerintah dapat membangun opini publik yang positif. “Sehingga bisa membangun positive public opinion, trust, penerimaan dan dukungan serta set up foundation,” ujarnya. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.