Dark/Light Mode

Bamsoet: Jakob Oetama Sosok Guru dan Ayah Ideologis

Rabu, 9 September 2020 19:01 WIB
Ketua MPR Bambang Soesatyo bersama mendiang Jacob Ortama (Foto: Istimewa)
Ketua MPR Bambang Soesatyo bersama mendiang Jacob Ortama (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua MPR Bambang Soesatyo turut berbelasungkawa atas wafatnya tokoh jurnalistik sekaligus pendiri Kompas, Jakob Oetama. Tak banyak yang mengetahui, selain mengabdikan diri di dunia jurnalistik, Jakob Oetama juga pernah mengabdikan diri menjadi guru di SMP Mardiyuana, Cipanas, Jawa Barat (1952-1953), Sekolah Guru Bagian B di Lenteng Agung, Jakarta (1953-1954), dan SMP Van Lith di Gunung Sahari (1954-1956). Jakob juga pernah mengabdikan diri di parlemen sebagai anggota DPR dari Fraksi Karya Pembangunan, Golkar (1966-1982) serta anggota MPR dari Utusan Daerah (1987-1999).

"Bangsa Indonesia kehilangan salah satu putera terbaiknya. Namun, kepergiannya tak akan sia-sia. Semasa hidupnya, peraih Bintang Mahaputera dari pemerintah Indonesia pada tahun 1973 ini telah mencurahkan diri dan pemikirannya untuk memajukan dunia jurnalistik. Lebih dari itu, beliau juga seorang budayawan sekaligus pelestari kebhinekaan. Menjadi penegas bahwa kecintaannya terhadap Indonesia tak perlu diragukan," ujar Bamsoet, sapaan akrab Bambang, menyampaikan duka citanya, di Jakarta, Rabu (9/9).

Baca juga : Jenazah Jakob Oetama Disemayamkan di Gedung Kompas Gramedia

Ketua DPR ke-20 ini mengungkapkan, seusai lulus kuliah dan memulai karier di dunia jurnalistik sebagai wartawan di Harian Umum Prioritas pada 1985, dirinya banyak mendapat inspirasi dari sepak terjang Jakob. Bagi para jurnalis muda seperti Bamsoet, sosok Jakob tak sekadar guru, melainkan juga menjadi ayah ideologis.

"Tak hanya mengajarkan, beliau merupakan wujud nyata dari perpaduan idealisme dan integritas. Cara beliau membesarkan Kompas bersama sahabatnya, PK Ojong, merupakan cerminan semangat gotong royong. Terlalu banyak cerita baik tentang beliau yang telah saya dengar dari para wartawan Kompas. Ia tak memperlakukan wartawan maupun karyawannya sebagai pekerja, melainkan sebagai aset berharga yang dirawat, dijaga, dan dikembangkan. Hingga menempatkan wartawan Kompas sebagai wartawan yang paling sejahtera," jelas Bamsoet.

Baca juga : Reza Artamevia Ajukan Rehabilitasi

Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini meyakini, walaupun sosok Jakob Oetama sudah tak ada lagi, namun semangatnya akan tetap menemani. Ketekunannya membangun Kompas hingga menjadi sebesar ini, menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk tidak pantang menyerah menghadapi berbagai cobaan dalam hidup. 

"Sosok Jakob Oetama juga termasuk pejuang demokrasi, simbol perlawanan terhadap otoritarianisme. Pada 2-5 Oktober 1965, serta 21 Januari 1978, Kompas pernah dilarang terbit. Namun Jakob Oetama tak bergeming. Baginya, memberikan informasi yang akurat tentang kondisi bangsa dan negara merupakan bagian dari tanggungjawab pers dalam mencerdaskan kehidupan bangsa," pungkas Bamsoet. [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.