Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Mengenal Rasjid Idris, Sang Administratur Kulliyatul Muballighin Padang Panjang

Jumat, 11 September 2020 16:51 WIB
Rasjid Idris (kanan) bersama ulama dan sastrawan Indonesia, Prof. DR. H. Abdul Malik Karim (HAMKA). [Foto: Repro dari Koleksi Keluarga RI Dt. Sinaro Panjang]
Rasjid Idris (kanan) bersama ulama dan sastrawan Indonesia, Prof. DR. H. Abdul Malik Karim (HAMKA). [Foto: Repro dari Koleksi Keluarga RI Dt. Sinaro Panjang]

RM.id  Rakyat Merdeka - Bila anda berkunjung ke komplek Kauman Padang Panjang, Sumatra Barat, maka akan melalui ruas jalan yang diberi nama R.I Dt. Sinaro Panjang.

Tak banyak generasi pasca 1980-an yang bersekolah di Kauman Padang Panjang, mengenal sosok, yang semasa hidupnya dikenal sebagai administrator tersebut.

Buya Datuak, demikian almarhum HAMKA sering memanggil sosok yang lahir pada 17 Agustus 1909 itu. Terlahir di Tanjung Sani, Sungai Batang Maninjau dengan nama M. Rasjid Idris, merupakan anak pertama dari pasangan Idris dan Rabitah (Tjatatan Pokok Ketua/Anggota Madjlis Perwakilan PB Muhammadijah a.n Rasjid Idris Dt. Sinaro Panjang). Ia lebih muda tiga tahun dari sahabat karibnya, HAMKA.

Rasjid Idris memulai pendidikannya di Schkakel School Maninjau, kemudian melanjutkan pendidikannya di Sumatra Thawalib Padang Panjang (1929), lalu juga mengikuti pendidikan Tabligh School pada tahun yang sama.

Agus Hakim dalam Solichin Salam (1978: 50) menyebut sosok Rasjid Idris sebagai seorang yang kalem, tenang, jujur dan amanah. Hampir sebagian besar hidupnya, telah ia infakkan untuk mengurus dan menggerakkan Islam Berkemajuan dan amal usaha di bidang pendidikan.

Pasca Congres ke-19 tahun 1930, Rasjid Idris sudah didaulat berkiprah di bagian Setia Oesaha Muhammaidyah Daerah Minangkabau. Ia diminta mengurus seluruh administrasi Kulliyatul Muballighin.

Tak mengherankan, di kalangan pimpinan persyarikatan dan Kulliyatul Muballighin, Rasjid Idris dikenal sebagai organisatoris dan administratur.

Barangkali, ia juga seorang arsiparis. Beberapa kali, ia menyelamatkan arsip, dokumen, dan surat berharga lainnya milik Kauman Padang Panjang pada tahun 1950 dan 1958.

Baca juga : Memalukan! Banyak Orang Kaya Masih Pakai Tabung Gas Melon

Rasjid Idris memang mahir dan hafal mengenai lika-liku narasi besar hadirnya Muhammadiyah, terutama di Maninjau dan Padang Panjang, termasuk sejak awal dirintisnya Kauman.

Seluruh koleksi memori itu, pernah dituangkannya semasa tasyakuran asrama Pelajar/Mahasiswi Putri Muhammadiyah Padang Panjang tanggal 8 Mei 1971. Ia menuangkan ingatannya dalam manuskrip yang berjudul “Sedjarah Perguruan dan Asrama Putri Muhammadijah Padang Pandjang”.

Runtut, sistematis, kronologis ia mengisahkan mengapa dan bagaimana komplek Kauman tegak dan Kulliyatul Muballighin lahir dalam masa depresi ekonomi yang mengguncang dunia dan Hindia Belanda.

Sampai-sampai, ia pun menulis berapa besar uang yang dikeluarkan oleh Muhammadiyah Cabang Padang Panjang untuk membayar sewa pada pemilik eks Hotel Merapi (Sinaro Panjang, 1971).

Kemahirannya dalam administrasi, memang diacungi jempol. Rasjid Idris bisa membedakan mana buku adminsitrasi yang harus dipegang seorang sekretaris dan pembukuan keuangan yang layaknya dipegang bendahara.

Tidak salah, bila Agus Hakim memuji gurunya itu, sebagai manusia pekerja, bagian dari karunia Tuhan untuk Islam Berkemajuan. Ia sendiri bukanlah seorang orator ulung, namun bila bicara di depan murid-murid, Vice Voorzitter Kulliyatul Muballighin ini memang terasa wibawanya.

Tentu seluruhnya merupakan buah keberhasilan A.R Sutan Mansur dalam mengader Rasjid Idris. Hasilnya memang berdampak besar, terutama tingginya rasa segan dan hormat kalangan pimpinan Muhammadiyah terhadap sosoknya yang kalem dan berwibawa itu.

Di kalangan murid-murid Kulliyatul Muballighin, ia memang seorang pendidik yang baik dan bijak, meski ia tetaplah seorang pendiam dan kalem.

Baca juga : Tips Mengendalikan Hama Kelelawar Pada Lengkeng

Senada dengan eks muridnya, HAMKA (1970: 100) memberi penilaian tersendiri untuk sahabat karibnya itu. HAMKA mengklaim, atas jasa Buya Datuk– kampung Kauman berdiri di Padang Panjang.

“Dialah yang menjadi tiang makanya Kompleks Muhammadiyah di Guguk Malintang itu jadi ramai dan selalu meriah,” demikian HAMKA dengan tulus mengakui kredibilitas dan kapasitas seorang Rasjid Idris.

Sejak Kauman berdiri, seluruh amal usaha pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak hingga Fakultas Falsafah dan Agama, tumbuh dan berkembang dengan pesatnya.

HAMKA kembali bersaksi untuk sahabatnya itu. “Konsul-konsul atau pimpinan yang lain bisa berganti-ganti. Ada yang pergi dan pergi terus. Ada yang pergi, kemudian pulang, namun Buya Datuk tetap melakukan fungsi sebagai ninik mamak Muhammadiyah.”. (HAMKA, 1970: 110).

Kecakapannya menjaga dan menyelamatkan “harta benda” Muhammadiyah adalah satu dari kesekian perhatian HAMKA untuk Rasjid Idris. Sebagai ninik mamak-nya Muhammadiyah, ia merupakan tempat bertanya, pulang tempat berberita.

Di awal kemerdekaan, kantor Muhamamdiyah Daerah Minangkabau lengang. Hampir seluruhnya sibuk dalam usaha menyebar berita proklamasi, dan persiapan mempertahankan kemerdekaan.

Instruksi dari Menteri Pendidikan dan Pengajaran Ki Hajar Dewantara untuk melanjutkan kegiatan belajar-mengajar, memicu kegamangan pimpinan persyarikatan di tingkat cabang dan groep Muhammadiyah. Dan, menurut HAMKA (1970: 100), hanya satu orang yang masih setia menghuni Kauman, yakni pengurus harian Markas Idarah Rasjid Idris gelar Dt. Sinaro Panjang.

Memasuki masa 1947-1949, HAMKA mengundang sebagian besar pimpinan persyarikatan berkonsentrasi untuk berjuang bersamanya di Front Pertahanan Nasional (FPN). Ia meminta mereka memboyong istri dan anak-anaknya di Bukittinggi. Rasjid Idris, malah berpikir sebaliknya.

Baca juga : Harus Ada Chemistry, Daftar Kandidat Wapres Biden Tak Panjang

HAMKA menyebut, semasa ia menjabat Ketua FPN, Rasjid Idris tidak mau pindah ke kota itu. Ia, istri dan anak-anaknya yang bertujuh orang itu, lebih tentram hatinya untuk bertahan di Padang Panjang (HAMKA, 1970: 110).

Pada 1 Februari 1949, Rasjid Idris diminta mengepalai Majelis Pengajaran Daerah Darurat Muhammadiyah Sumatra Tengah. Situasi darurat dan kancah pertempuran antara pihak Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dan tentara NICA (Netherlands-Indies Civiele Administration atau Pemerintahan Sipil Hindia Belanda, memang berdampak besar terhadap pendidikan.

Kulliyatul Muballighin/Muballighat yang telah dipindahkan ke Nagari Sumanik, beberapa kali dikunjungi Rasjid Idris, yang masa itu masih menjabat sebagai Kepala Jawatan Agama Padang Panjang yang dijabatnya sejak November 1946-1950 (Tjatatan Pokok Ketua/Anggota Madjlis Perwakilan PB Muhammadijah a.n Rasjid Idris Dt. Sinaro Panjang).

Laki-laki yang berpostur tinggi besar itu menghembuskan nafas terakhirnya pada 1977, di usia 68 tahun. Ia dimakamkan di Pandam Pakuburan yang berada di Tanjung Sani, Sungai Batang Maninjau. (*)

Oleh: Fikrul Hanif Sufyan, Pemerhati Sejarah dan Ketua Litbang Pusat Data dan Pengkajian Muhammadiyah Minangkabau (PUSDAKUM) Sumatra Barat.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.