Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
RM.id Rakyat Merdeka - Indonesia merupakan negara dengan entitas sub-kultur yang kaya dan beragam. Dari keragaman ini, kemudian memunculkan satu budaya yang indah: Indonesia. Proses ekstraksi budaya ini kemudian ragam ekspresi ketika nilai-nilai budaya “berdialog” dengan nilai-nilai agama. Salah satunya adalah budaya mudik.
Sebagai fenomena tahunan masyarakat Indonesia, mudik sudah dikenal oleh banyak orang. Meski awalnya tradisi ini lahir dari sebagian kalangan ummat Islam yang merayakan kegembiraan karena ingin memperkuat silaturahmi dengn keluarganya di kampung halaman menjelang Lebaran, namun praktiknya saat ini, mudik dilakukan oleh siapa saja tanpa melihat agama dan latar belakang lainnya.
Untuk konteks Indonesia, secara sosiologis para pemudik adalah aktor sosial yang membangun sistem sosialnya sendiri. Hal ini bisa dilihat pada beragam fakta di lapangan. Misalnya, pemerintah daerah berbondong-bondong memperbaiki sarana penunjang kelancaran proses mudik mulai dari jalan, destinasi wisata, tempat peristirahatan, dan sebagainya.
Baca juga : Balik Mudik Lebaran, 3 ART Sunter Agung Positif Covid
Ada para pemudik yang disambut secara meriah oleh pemerintah lokal. Mereka kerap dianggap sebagai pahlawan kampung halaman. Karena ketika sedang merantau di kota maupun ketika mudik ke kampung halamannya, para pemudik ini tidak pernah melepaskan kepedulian sosial ekonominya kepada penduduk yang tidak bisa atau tidak mau merantau.
Begitu pun pihak swasta. Mereka juga terimbas oleh sistem sosial pemudik ini. Beragam perusahaan transportasi mendapatkan keuntungan besar ketika jaman mudik. Pemilik P.O Bus, travel, kereta, pesawat, kapal laut, semua mendapatkan limpahan berkah dari aktivitas pemudik ini.
Di perjalanan menuju titik tujuan, beragam fasilitas untuk permudik tersedia dengan baik. Mulai dari rest area yang menyuguhkan berbagai hidangan untuk pemudik yang beristirahat sebelum mereka kembali menempuh perjalanannya; sampai kepada berbagai perusahaan yang menyumbangkan sebagian penghasilannya untuk membantu pemudik mulai dari cek kendaraan gratis, kopi gratis, sampai pijat gratis, dan sebagainya.
Baca juga : Edhy Prabowo Jadikan Lebaran Momen Evaluasi Diri
Artinya, para pemudik ini merupakan entitas istimewa. Mereka memang sudah bersabar untuk menahan diri tidak pulang kampung dulu, tetapi memilih saat menjelang lebaran atau sesaat setelahnya untuk kembali ke kampung halaman. Mereka yang sudah menahan diri ini kemudian berpotensi akan mengalirkan sumberdaya yang dimilikinya di tempat tujuan. Pengeluaran ini bisa berupa kebutuhan rutin, sampai kepada kegiatan berbagi kepada saudara dan tetangga.
Sumberdaya yang besar ini pasti memiliki dampak ekonomi dan sosial di daerah tujuan. Maka wajar jika pemerintah daerah kemudian sangat berterima kasih kepada para pemudik ini.
Dengan menggunakan teori agensi, maka kita juga bisa membaca peristiwa ini sebagai kekuatan agensi yang wujudkan komunitas besar dalam mendorong terbentuknya suatu struktur. Para pemudik adalah agensi utama yang kemudian direspon dengan baik oleh pemerintah daerah. Sehingga kehadiran mereka bukan hanya sebagai “orang lewat” saja, tetapi mereka adalah tamu yang harus dilayani dengan layanan prima.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya