Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Hendardi Minta Komnas HAM Tak Terpancing Irama 51 Pegawai KPK yang Gagal TWK

Kamis, 10 Juni 2021 11:18 WIB
Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi (Foto: Istimewa)
Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua Badan Pengurus Setara Institute yang juga mantan anggota Panitia Seleksi KPK Hendardi tak setuju dengan langkah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang memanggil Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Menurut Hendardi, pemanggilan itu bukan hanya tidak tepat tetapi, juga berkesan mengada-ada karena seperti terpancing irama genderang yang ditabuh 51 pegawai KPK yang tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), yang jumlahnya kurang dari 5,4 persen dari pegawai KPK.

“TWK yang diselenggarakan KPK melalui vendor BKN dan beberapa instansi terkait yang profesional adalah semata urusan administrasi negara yang masuk dalam lingkup hukum tata negara (HTN). Hal ini merupakan perintah Undang-Undang dalam rangka alih tugas pegawai KPK menjadi ASN. Jika ada penilaian miring atas hasil TWK ini, mestinya diselesaikan melalui hukum administrasi negara, bukan wilayah hukum HAM, apalagi pidana,” tegas Hendardi, dalam keterangan yang diterima redaksi, Kamis (10/6).

Hendardi melihat, pemanggilan Komnas HAM terhadap Pimpinan KPK dan BKN ingin mengesankan seolah ada aspek pelanggaran HAM yang terjadi. Semestinya, Komnas HAM meneliti dan menjelaskan dahulu ruang lingkup dan materi di mana ada dugaan pelanggaran HAM yang terjadi sebelum memanggil pimpinan KPK dan BKN. 

Baca juga : Khofifah Minta Kemenkes Segera Kirim 32 Alat Terapi Oksigen Beraliran Tinggi Ke Bangkalan

“Analoginya, jika misalkan ada mekanisme seleksi untuk pegawai Komnas HAM dan kemudian ada sebagian kecil yang tidak lulus, apakah mereka bisa otomatis mengadu ke Komnas HAM dan langsung diterima dengan mengkategorisasi sebagai pelanggaran HAM? Dalam setiap pengaduan ke Komnas HAM, diperlukan mekanisme penyaringan masalah dan prioritas yang memang benar-benar memiliki aspek pelanggaran HAM,” tambahnya.

Hal ini, kata Hendardi, perlu dilakukan agar Komnas HAM tidak dapat dengan mudah digunakan sebagai alat siapa pun dengan interes apa pun. Komnas HAM harus tetap dijaga dari mandat utamanya sesuai Undang-Undang (UU) untuk mengutamakan menyelesaikan dan menangani kasus-kasus pelanggaran HAM berat (gross violation of Human Rights).

Dalam persoalan alih status menjadi ASN di mana pun, kata Hendardi, sangat wajar jika Pemerintah menetapkan kriteria-kriteria tertentu sesuai amanat UU.  Sebab, untuk menjadi calon pegawai negeri pun, memerlukan syarat-syarat tertentu. Termasuk melalui sejumlah test antara lain tentang kebangsaan. 

Baca juga : Bamsoet Minta Pemerintah Tindak Tegas Pinjol Ilegal

“Menjadi ironi ketika di berbagai instansi negara lainnya untuk menjadi calon ASN maupun menapaki jenjang kepangkatan harus melewati berbagai seleksi termasuk TWK, namun ada segelintir pegawai KPK yang tidak lulus yang menuntut diistimewakan,” sindirnya.

Dalam konteks seleksi ASN, lanjutnya, memang bisa saja pelanggaran terjadi. Misalnya, seseorang tidak diluluskan (dicurangi/diskriminasi) atau karena tidak dipenuhi hak-haknya ketika diberhentikan dari pekerjaannya (pelanggaran HAM). Tapi tentu harus dibuktikan dengan data yang valid.

“Sudah waktunya polemik dan manuver politik pihak yang tidak lulus TWK ini dihentikan karena tidak produktif dan tersedia mekanisme hukum PTUN untuk memperjuangkan aspirasi mereka. Demikian pula seyogyanya lembaga-lembaga seperti Komnas HAM dan lain-lain tidak mudah terjebak untuk terseret dalam kasus yang kendati cepat populer tapi bukan merupakan bagian mandatnya dan membuang-buang waktu,” tutup Hendardi. [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.