Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Basarah: Generasi Milenial Wajib Paham Rumus Kolonial

Selasa, 30 November 2021 21:27 WIB
Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah saat menjadi pembicara di Kuliah Umum Universitas Hasanuddin, Makassar, bertema Memperkokoh Kesatuan Republik Indonesia secara virtual, Selasa (30/11). (Foto: Ist)
Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah saat menjadi pembicara di Kuliah Umum Universitas Hasanuddin, Makassar, bertema Memperkokoh Kesatuan Republik Indonesia secara virtual, Selasa (30/11). (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah mengingatkan agar generasi milenial mengenali rumus kolonial. Rumus negara-negara barat terutama Belanda untuk bisa menjajah Nusantara dalam waktu yang sangat lama adalah melakukan politik adu domba.

Rumus itu akan terus diterapkan oleh pihak-pihak yang tak ingin Indonesia terus bersatu sebagai bangsa besar.

"Ada lima bangsa asing di dunia yang pernah menjajah bangsa kita, Portugis, Spanyol, Belanda Inggris dan Jepang. Dari lima negara itu, Belanda mempelajari sosiologi nenek moyang kita sebagai bangsa yang majemuk khususnya dalam aspek agama. Perbedaan inilah yang oleh Belanda dieksploitasi untuk melenyapkan jiwa persatuan di antara anak bangsa," kata Basarah saat menjadi pembicara di Kuliah Umum Universitas Hasanuddin, Makassar, bertema Memperkokoh Kesatuan Republik Indonesia secara  virtual, Selasa (30/11). 

Menurut Ketua Fraksi PDI Perjuangan itu, kemerdekaan yang sekarang dirasakan seluruh rakyat Indonesia adalah proses perjuangan panjang yang dilakukan para pendiri bangsa. Termasuk di dalamnya para pemuda, pelajar, juga mahasiswa. Mereka memiliki peran dalam meletakkan pondasi bangsa Indonesia lewat ikrar Sumpah Pemuda 93 tahun lalu.

Baca juga : Pemerintah Dukung Kompetisi DBL Luar Jawa-Bali

"Ikrar Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 menjadi antitesis gerakan pecah belah Belanda. Belajar dari sejarah, generasi milenial seharusnya juga terus mencari antitesis baru untuk menghadapi rongrongan dan aksi-aksi yang ingin melemahkan persatuan nasional dan ideologi Pancasila," imbau Basarah.

Untuk memperkokoh kesatuan Republik Indonesia, Dosen Universitas Islam Malang ini mencontohkan, dalam kondisi bangsa Indonesia sedang dipecah-belah oleh Belanda, muncul antitesis terhadap politik pecah belah Belanda dari kampus sekolah kedokteran Belanda, School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA).

Di kampus ini lahir Boedi Oetomo, organisasi yang didirikan para mahasiswa STOVIA dan pada gilirannya menjadi pelopor lahirnya gerakan kemerdekaan berskup nasional. Setelah itu, lanjutnya, banyak berdiri organisasi kepemudaan semacam Jong Celebes, Serikat Dagang Islam, Muhammadiyah, juga Nahdlatul Ulama.

Pemuda Indonesia saat itu menemukan jawaban dari politik pecah-belah Belanda. Dari situ mereka sadar, kekayaan alam negeri kita dikuras bangsa asing berabad-abad. Akhirnya sebuah rumusan pun ditemukan, yaitu persatuan.

Baca juga : Waspada, 4 Provinsi Masih Rawan Corona

Basarah menambahkan, semangat persatuan menjelang Indonesia merdeka itu kemudian menghasilkan sejumlah ikrar lahirnya Indonesia sebagai sebuah bangsa, yang di dalamnya kaum muda mengaku berbangsa satu bangsa Indonesia bertanah air satu tanah air Indonesia, dan berbahasa satu bahasa Indonesia, pada Oktober 1928.

Hanya saja, saat itu Indonesia baru lahir sebagai sebuah bangsa, belum sebagai negara-bangsa (nation state) karena belum ada kepala pemerintahan atau presiden yang memimpin sebuah teritorial negara.

"Era teknologi informasi terus berkembang. Kita mengalami banjir informasi. Kondisi ini sangat mungkin membuat penghayatan generasi milenial terhadap konsep negara dan ideologi bangsa menjadi cair. Di sinilah generasi milenial ditantang untuk menemukan inovasi baru untuk memperkokoh persatuan nasional," tutur Basarah.

Basarah yang juga Dosen Universitas Muhammadiyah Malang itu mengingatkan, Proklamasi 17 Agustus 1945 menyatakan dan menyebabkan Indonesia lahir sebagai sebuah negara bangsa. Satu hari setelah proklamasi, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menghasilkan dua keputusan: pertama menetapkan Bung Karno dan Bung Hatta sebagia Presiden dan Wakil Presiden, dan kedua mengesahkan UUD 1945.

Baca juga : Basarah Puji Gerakan Sosial Dan Moderasi Islam Muhammadiyah

"Dua keputusan PPKI akhirnya menetapkan Indonesia lahir sebagai sebuah negara bangsa karena memiliki apa yang dibutuhkan, termasuk Pacasila sebagai dasar negara. Karena itu, menjadi kewajiban kita menjaga NKRI dan Pancasila sebagai dasar negara. Jika dasar dan bentuk negara diubah, Indonesia pasti tidak akan menjadi NKRI," pesannya. [TIF]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.