Dark/Light Mode

Bamsoet: Konstitusi Tak Boleh Anti Terhadap Perubahan

Senin, 13 Desember 2021 17:51 WIB
Ketua MPR Bambang Soesatyo (Foto: Dok. MPR)
Ketua MPR Bambang Soesatyo (Foto: Dok. MPR)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua MPR Bambang Soesatyo menuturkan, seiring perkembangan zaman, bangsa Indonesia akan selalu dihadapkan pada dinamika tantangan kehidupan kebangsaan. Ke depan, bukan tidak mungkin, generasi penerus bangsa akan mempunyai persepsi dan perspektif yang berbeda dalam memaknai peradaban di masa sekarang, termasuk dalam memaknai narasi konstitusi.

"Idealnya, konstitusi yang kita bangun dan perjuangkan adalah konstitusi yang hidup (living constitution) dan yang bekerja (working constitution). Konstitusi yang hidup adalah yang mampu menjawab segala tantangan dan dinamika zaman. Konstitusi yang bekerja adalah yang benar-benar dijadikan rujukan dan dilaksanakan dalam praktik kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara," ujar Bamsoet, sapaan akrab Bambang, dalam Seminar Nasional 'Aktualisasi UUD NRI 1945 dalam Penyelenggaraan Negara: 23 Tahun Reformasi' yang diselenggarakan Laboratorium Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Surabaya, secara daring, di Jakarta, Senin (13/12).

Baca juga : Jokowi: Jangan Buat Heboh Di Permukaan

Ketua DPR ke-20 ini melanjutkan, karena terikat oleh realitas zaman, maka agar hidup dan bekerja, konstitusi tidak boleh anti terhadap perubahan. Perubahan zaman adalah sebuah keniscayaan yang tidak akan mungkin dihindarkan.

"Tugas kita bersama memastikan bahwa perubahan tersebut adalah perubahan menuju ke arah perbaikan. Tentunya, dengan mengedepankan sikap kenegarawanan, menjunjung tinggi kehendak daulat rakyat, serta memastikan kelestarian nilai-nilai luhur yang menjadi original intent para founding fathers dalam mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Bamsoet.

Baca juga : Bamsoet: MUI Wadah Pembinaan Umat

Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini memaparkan, dari 1999 hingga 2002, MPR telah melakukan empat kali amandemen. Di satu sisi, perubahan konstitusi dinilai telah membawa angin segar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pembatasan masa jabatan presiden secara tegas, pemilihan presiden langsung, dan ketentuan mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) yang diatur dalam bab tersendiri, adalah beberapa aspek yang dianggap sebagai kemajuan dalam kehidupan demokrasi di Tanah Air.

"Di sisi lain, sejumlah kalangan menilai masih terdapat kelemahan sistematika dan substansi pada Konstitusi pasca amandemen. Persoalan mengenai kedudukan dan kewenangan lembaga negara juga masih menyisakan problematika tersendiri. Ditambah lagi, kenyataan bahwa perubahan Konstitusi tidak serta-merta menumbuhkan budaya taat berkonstitusi, atau menjamin segala peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang Dasar, sudah sejalan dengan Konstitusi," jelas Bamsoet.

Baca juga : Survei BI: Optimisme Konsumen Terhadap Ekonomi Menguat

Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) menambahkan, dalam konsepsi negara demokratis, amandemen konstitusi bukanlah sesuatu yang tabu. Bahkan negara Amerika Serikat yang telah sekian lama menjadi rujukan global dalam implementasi sistem demokrasi, juga telah beberapa kali melakukan amandemen.

"Sejak tahun 1789, ribuan kali upaya amandemen telah diusulkan melalui Komite Kongres Amerika Serikat, dan ratusan kali usulan amandemen disampaikan pada setiap sesi Kongres. Dari jumlah itu, Kongres Amerika secara resmi telah mengajukan 33 kali amandemen Konstitusi, dan hasilnya sebanyak 27 kali amandemen telah diratifikasi oleh negara-negara bagian," pungkas Bamsoet. [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.