Dark/Light Mode

Pemerintah Dinilai Perlu Tinjau Ulang RPJMN 2020-2024

Selasa, 2 Agustus 2022 10:56 WIB
Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun. (Foto: Ist)
Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun. (Foto: Ist)

 Sebelumnya 
Mantan pegawai Ditjen Pajak Kementerian Keuangan ini menginginkan RPJMN lebih obyektif. Terkait masalah kesehatan, misalnya. RPJMN semestinya tidak hanya sangat serius ketika membicarakan rokok sebagai penyebab sejumlah penyakit tidak menular.

"Seakan-akan rokok ini satu-satunya penyebab masalah kesehatan di Indonesia," cetusnya.

Target untuk menurunkan prevalensi perokok yang tertuang dalam RPJMN ini seringkali dianggap tidak digunakan secara proporsional dan obyektif.

Sebagai contoh, mengacu pada RPJMN, terdapat dorongan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 (PP 109/2012) tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Baca juga : PKP Makin Semangat Tatap Pemilu 2024

Rancangan perubahan atas PP 109/2012 itu oleh sebagian pihak dianggap diperlukan karena saat ini angka perokok anak dianggap masih tinggi. Karenanya, dibutuhkan aturan-aturan yang lebih ketat praktik kepada industri tembakau.

Namun, data membuktikan, tanpa adanya revisi atas PP 109/2012 angka prevalensi anak di Indonesia ternyata menurun.

Peneliti Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (PPKE FEB UB) Imanina Eka Dalilah berpendapat, argumentasi menurunkan prevalensi jumlah perokok pemula tidak memiliki dasar yang valid.

Tanpa adanya revisi PP 109/2012, prevalensi perokok anak telah mengalami penurunan dari 9,1 persen di tahun 2018 menjadi 3,81 persen di tahun 2020, tahun 2021 bahkan turun lagi menjadi 3,69 persen.

Baca juga : Program TJSL Asabri Diganjar Penghargaan CSR Award 2022

"Pengendalian telah berjalan dengan baik sehingga belum diperlukan revisi PP 109/2012," kata Imanina dihubungi dari Jakarta.

Hal itu sejalan dengan data resmi pemerintah yang tertuang dalam Kerangka Ekonomi Makro Pokok Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) tahun 2023 bahwa capaian indikator kesehatan terkait persentase merokok penduduk usia 10-18 tahun mengalami kondisi membaik, dari 7,2 persen pada tahun 2013, turun menjadi 3,8 persen pada tahun 2020.

Atas dasar itu, dorongan sejumlah pihak merevisi PP 109/2012 yang merupakan salah satu turunan dari RPJMN menjadi patut dipertanyakan.

Berkaitan dengan kondisi yang ada, Misbakhun berharap Menteri Bappenas bisa kembali membongkar RPJMN. Pasalnya, menurut dia, selama ini yang dijadikan sebagai titik tumpu Menteri Keuangan setiap diskusi dengan Komisi XI ataupuni dengan Badan Anggaran DPR soal kenaikan tarif cukai ini adalah hasil RPJMN tersebut.

Baca juga : Pemerintah Diminta Siapkan Strategi Pencegahan Cacar Monyet

"Saya mengharapkan ada upaya-upaya yang lebih obyektif dan komprehensif melihat situasi pertembakauan kita. Karena Menteri Keuangan selalu berbicara berdasarkan RPJMN yang disusun ini," tandasnya. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.