Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Jika Tak Ada Isu Perpanjangan Jabatan Presiden, Amandemen Kelima Nyaris Terjadi
Kamis, 17 November 2022 17:35 WIB

RM.id Rakyat Merdeka - Wacana kembalinya Utusan HlGolongan ke dalam sistem pemerintahan Indonesia, sudah datang sejak lama. Sejak tiga tahun terakhir, usulan tersebut semakin sering disuarakan.
Berbagai kelompok masyarakat datang ke MPR untuk menyampaikan aspirasinya, terkait urgensi kembalinya utusan golongan ke dalam sistem pemerintahan Indonesia.
Berbagai kelompok masyarakat yang menginginkan kembalinya utusan golongan meminta pimpinan MPR menguji kemungkinan diadakannya amandemen kelima Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Berita Terkait : Ini Penyebab RUU Perlindungan Data Pribadi Lama Disahkan Jadi UU
Karena jalan yang bisa ditempuh untuk mengembalikan utusan golongan ke dalam sistem pemerintahan, adalah perubahan terbatas UUD NRI Tahun 1945.
"Selama tiga tahun terakhir menjadi Wakil Ketua MPR, saya menerima usulan berbagai kelompok masyarakat untuk menghidupkan kembali utusan golongan. Aspirasi tersebut sejalan dengan rekomendasi MPR periode 2014-2019 agar pimpinan periode ini melakukan kajian tentang Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang dituangkan menggunakan dasar hukum Ketetapan MPR. Agar rekomendasi tersebut terlaksana, maka dipentingkan untuk mengamandemen UUD," kata Wakil Ketua MPR Arsul Sani.
Pernyataan itu disampaikan Arsul saat menjadi pembicara di Diskusi Empat Pilar MPR RI. Acara tersebut berlangsung di Media Center MPR DPR, Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (16/11).
Berita Terkait : Pengamat: Presiden Diminta Siapkan Calon Panglima TNI Baru
Selain Arsul, diskusi yang mengambil tema Urgensi Kehadiran Utusan Golongan, itu juga menghadirkan dua pembicara lain. Yakni Anggota MPR yang juga Ketua Forum Aspirasi Konstitusi MPR RI Profr. H. Jimly Asshiddiqie, serta Pakar Hukum Tata Negara Prof. Dr. John Pieris.
Wacana mengubah UUD NRI Tahun 1945, yang sudah dibahas itu kata Arsul urung dilakukan, menyusul munculnya keinginan sebagian kelompok yang hendak mengubah Pasal 7 UUD NRI, menyangkut jabatan presiden tiga periode. Dan juga keinginan untuk menunda pelaksanaan Pemilu 2024.
"Gagasan perubahan konstitusi, itu nyaris terjadi. Karena Ketua DPD juga ingin mengubah UUD agar ada peluang presiden independen. Tetapi wacana itu batal karena pimpinan MPR berkeyakinan mengubah UUD sebelum pemilu bisa membuka kotak pandora, dan memantik terjadinya amandemen terhadap pasal-pasal yang lain," ungkap Arsul.
Berita Terkait : Aturan Syarat Calon Presiden, Cania Cita: Membatasi Partisipasi Warga Negara
Kalau pun amandemen kelima akan dilaksanakan, bagi Arsul waktu yang tepat adalah bulan Maret 2024 atau paska pemilu. Saat itu, para calon sudah mengetahui hasil pemilu. Sementara DPR lama masih memegang jabatan hingga bulan Oktober.
"Pertanyaannya adalah, apakah waktu yang tersedia cukup untuk melaksanakan amandemen. Apalagi ada keinginan, amandemen kali ini harus bisa menyelesaikan segala masalah yang terus mengganjal. Seperti UU Pemilu dan Partai Politik menyangkut ambang batas presiden dan parlemen," pungkas politisi PPP itu.
Selanjutnya
Tags :
Berita Lainnya