Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Catatan Awal Tahun 2023 Bambang Soesatyo
Dinamika Politik 2023 dan Urgensi Merawat Kondusivitas Negara Bangsa
Kamis, 5 Januari 2023 10:21 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Dinamika politik 2023 yang menjadi langkah pembuka dan persiapan Pemilu 2024 hendaknya menampilkan wajah demokrasi Indonesia yang semakin matang dan indah. Praktik demokrasi yang lebih mengedepankan kesejahteraan dan ketertiban umum akan memperkokoh kondusivitas negara-bangsa. Maka, semua elemen masyarakat pun hendaknya menolak dan mencegah manuver politik yang destruktif agar kinerja perekonomian dan stabilitas nasional tetap terjaga sepanjang tahun ini.
Menjadi konsekuensi logis bahwa politik nasional tahun ini semakin dinamis. Dinamika itu merupakan kelanjutan dari pembahasan rangkaian isu politik sepanjang 2022, yang diwarnai dengan dimunculkannya profil calon presiden baru yang ditawarkan oleh sejumlah elemen masyarakat. Bahkan, muncul pula diskusi tentang mencari penerus Presiden Jokowi, bukan sekadar pengganti Jokowi. Selain itu, beberapa kalangan juga mengemukakan kekhawatiran akan terjadinya praktik politik identitas.
Karena tahun ini menjadi periode persiapan menuju Pemilu 2024, beberapa isu sebagaimana disebutkan di atas akan tereskalasi, dan serta merta menjadikan politik nasional makin dinamis. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan 18 partai politik (parpol) sebagai peserta Pemilu 2024. Maka, sepanjang tahun ini, bisa dipastikan bahwa ruang publik akan dibanjiri dengan pernyataan politik hingga debat atau adu argumentasi antar-politisi dari semua parpol.
Tentu saja, dinamika politik seperti itu tidak perlu dipersoalkan selama tidak merusak atau mengganggu ketertiban umum. Publik tentu berharap para politisi lebih mengutamakan pemaparan program pembangunan serta menawarkan jalan keluar untuk mengatasi ragam kesulitan yang dihadapi negara maupun masyarakat. Ruang untuk kritik terhadap pemerintah yang tetap dibuka sudah barang tentu akan menyulut debat atau adu argumentasi.
Baca juga : Pemerataan Jaringan Internet Dan Konektivitas Digital Yang Murah
Kritik yang proporsional dan debat yang beretika akan menghadirkan wajah demokrasi Indonesia yang semakin matang dan indah. Kematangan demokrasi yang tercermin dari dinamika politik yang tereskalasi itu justru akan memperkokoh kondusivitas negara-bangsa. Kondusivitas yang kokoh memungkinkan mesin perekonomian negara tetap bekerja. Dan, semua elemen masyarakat pun tak ragu untuk menjalankan ragam kegiatan produktif masing-masing.
Berpijak pada harapan ideal seperti itu, semua peserta Pemilu 2024 diajak untuk lebih mengedepankan politik yang berlandaskan nilai-nilai kemaslahatan, yakni tetap dan selalu menjadikan kepentingan rakyat sebagai yang utama atau prioritas. Konsekuensinya adalah menghadirkan perilaku politik yang selaras dengan kemajuan peradaban.
Maka, semua kotestan Pemilu hendaknya lebih mengedepankan kesantunan dalam berpolitik. Simpati dari konstituen atau calon pemilih harus diraih dengan cara maupun pendekatan yang bermartabat dan elegan. Fakta keberagaman masyarakat Indonesia hendaknya tidak dijadikan celah untuk melakukan pengkotak-kotakan.
Dikotomi politik cenderung membelah persatuan dan menyulut disharmoni. Maka, pada setiap insan politisi, hendaknya ditumbuhkan kemauan baik untuk membuang jauh-jauh dikotomi politik yang menyebabkan polarisasi masyarakat pada kutub-kutub yang berseberangan. Bahkan sebaliknya, sebagai proses pembelajaran yang tak berkesudahan, semua elemen masyarakat hendaknya diajak untuk menjadikan rangkaian persiapan Pemilu sebagai bagian dari proses pendewasaan berpolitik dan proses pematangan berdemokrasi.
Baca juga : Penyidikan Jalan Terus, KPK Minta Saksi Koperatif Penuhi Panggilan
Jadi, apa pun agenda negara-bangsa, termasuk agenda Pemilu memilih presiden dan anggota parlemen sekali pun, kebaikan bersama hendaknya selalu menjadi fokus dan orientasi semua pihak. Maka, manuver politik yang destruktif tidak boleh ditolerir. Kondusivitas negara-bangsa harus tetap terjaga, at all cost. Sebab, kondusivitas negara-bangsa adalah modal utama bagi semua elemen masyarakat melaksanakan kegiatan-kegiatan produktif untuk mewujudkan kesejahteraan.
Karena terkait langsung dengan persiapan Pemilu 2024, suhu politik di dalam negeri sepanjang tahun ini mungkin akan lebih panas. Di tengah meningkatnya suhu politik itu, kewaspadaan bersama harus diperkuat. Sebab, boleh jadi, situasi seperti itu akan dimanfaatkan oleh oknum dan spekulan politik ‘mengail di air keruh’ untuk merusak soliditas bangsa.
Suka tidak suka, semua elemen masyarakat masih harus menghadapi dan menyikapi adanya friksi dalam kehidupan kebangsaan. Friksi itu jelas, ditandai oleh aksi radikalisme dan terorisme, maupun aksi separatisme dan disintegrasi bangsa. Sepanjang Desember 2022 misalnya, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri telah menangkap belasan terduga teroris di Sukoharjo dan Sumatera. Juga di bulan yang sama, terjadi serangan bom bunuh diri di Polsek Astanaanyar, Bandung.
Saat masyarakat Indonesia memasuki tahun 2023 untuk mempersiapkan Pemilu 2024, kondisi perekonomian dan kehidupan sosial-politik sesungguhnya relatif stabil. Bahkan, sepanjang tahun 2022 yang baru saja berlalu, sektor ekonomi berhasil mencatatkan pertumbuhan yang impresif. Sebuah pencapaian yang mengundang decak kagum komunitas global.
Baca juga : Konektivitas Nasional, IKN yang Smart Metropolis dan E-Government
Tentu menjadi tantangan bagi semua elemen masyarakat, termasuk para politisi, untuk merawat pencapaian yang baik itu. Memang, pencapaian itu belum dapat memuaskan semua pihak. Tetapi sebagian besar masyarakat merasakan dan menikmati nilai tambah dari pencapaian 2022 itu.
Fakta tentang pencapaian 2022 itu pun menjadi bukti bahwa masyarakat Indonesia mampu menghadapi dan mengelola masa-masa sulit sepanjang dua tahun lebih periode pandemi Covid-19. Memang, ada kerusakan di sana-sini sepanjang periode pandemi Covid-19. Tetapi, masa-masa sulit itu tidak meruntuhkan semangat masyarakat untuk melaksanakan ragam kegiatan produktif.
Oleh karena eskalasi dinamika politik Indonesia tahun 2023 disebabkan faktor internal, tidak semestinya dinamika itu menimbulkan kerusakan atau mereduksi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, karena mampu menampilkan wajah demokrasi yang indah, Indonesia tahun ini mestinya bisa lebih produktif dibanding tahun lalu. Artinya, masyarakat Indonesia ditantang untuk mampu menjadikan dinamika politik yang tereskalasi itu sebagai faktor yang ikut mendongkrak pertumbuhan ekonomi.■
Bambang Soesatyo
Ketua MPR/Kandidat Doktor Ilmu Hukum UNPAD/Dosen Tetap Fakultas Hukum, Ilmu Sosial & Ilmu Politik (FHISIP) Universitas Terbuka
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya