Dark/Light Mode

Bamsoet Tegaskan Perlunya MPR Kembali Miliki Kewenangan Subjektif Superlatif

Kamis, 27 Juli 2023 13:30 WIB
Ketua MPR Bambang Soesatyo (kanan) dalam podcast Pembaharuan Hukum Nasional bersama Direktur Pascasarjana/Ketua Prodi Doktor Hukum Universitas Borobudur Jakarta Prof Faisal Santiago, di Jakarta, Kamis (27/7). (Foto: Dok. MPR)
Ketua MPR Bambang Soesatyo (kanan) dalam podcast Pembaharuan Hukum Nasional bersama Direktur Pascasarjana/Ketua Prodi Doktor Hukum Universitas Borobudur Jakarta Prof Faisal Santiago, di Jakarta, Kamis (27/7). (Foto: Dok. MPR)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan perlunya mengembalikan kewenangan MPR menggunakan kewenangan subjektif superlatif sebagai lembaga tertinggi negara. Kewenangan subjektif superlatif penting berada di MPR jika negara dihadapkan pada situasi kebuntuan politik antar lembaga negara atau antar cabang kekuasaan.

"Indonesia perlu segera menyiapkan langkah-langkah antisipasi terjadinya situasi darurat konstitusi atau kedaruratan. Yaitu ketika konstitusi tidak dapat lagi terlaksana," ujar Bamsoet, dalam podcast Pembaharuan Hukum Nasional bersama Direktur Pascasarjana/Ketua Prodi Doktor Hukum Universitas Borobudur Jakarta Prof Faisal Santiago, di Jakarta, Kamis (27/7).

Ketua DPR ke-20 ini menjelaskan, misalnya ketika terjadi kebuntuan politik antara lembaga kepresidenan dengan lembaga DPR. Atau jika terjadi kebuntuan politik antara pemerintah dan DPR dengan lembaga Mahkamah Konstitusi (MK). Serta jika terjadi sengketa kewenangan lembaga negara yang melibatkan MK. Padahal, sesuai asas peradilan yang berlaku universal, hakim tidak dapat menjadi hakim bagi dirinya sendiri, maka MK tidak dapat menjadi pihak yang berperkara dalam sengketa lembaga negara.

Baca juga : Menteri Teten: Perlu Revolusi Mental Perbaiki Image Buruk Koperasi

"Menurut saya, TAP MPR merupakan salah satu solusi ketika terjadi kebuntuan konstitusi dan kedaruratan atau kegentingan yang memaksa. Seperti halnya Presiden yang memiliki kewenangan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) ketika terjadi kedaruratan atau kegentingan yang memaksa," jelas Bamsoet.

Dosen Pembaharuan Hukum Nasional dan Politik Hukum Pascasarjana Universitas Borobudur ini juga mengingatkan tentang hal yang pernah disampaikan ahli hukum tata negara Prof Yusril Ihza Mahendra tentang perlunya Indonesia memikirkan tata cara pengisian jabatan publik yang pengisiannya dilakukan melalui pemilihan umum karena suatu kedaruratan penyelenggaraan Pemilu ditunda.

"Misalnya kedaruratan disebabkan gempa bumi megathrust di selatan Pulau Jawa, kerusuhan massal, maupun karena pandemi global yang terulang kembali, sehingga Pemilu harus ditunda,” jelas Bamsoet.

Baca juga : Mendikbudristek Ingatkan Pendidikan Karakter Tidak Dilakukan Dengan Kekerasan

Dia menerangkan, Pasal 431 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah mengatur tentang penundaan Pemilu, yakni disebabkan karena terjadinya kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian dan atau seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu tidak dapat dilaksanakan. Namun, tidak ada ketentuan dalam konstitusi maupun dalam perundangan tentang tata cara pengisian jabatan publik yang disebabkan karena penundaan Pemilu.

Tidak adanya ketentuan hukum tentang tata cara pengisian jabatan publik yang disebabkan karena penundaan Pemilu, lanjutnya, menjadi salah satu yang terlewatkan pada saat melakukan amandemen konstitusi yang dimulai pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Padahal, bisa saja suatu saat nanti bangsa Indonesia menghadapi kondisi force majeure yang luar biasa sehingga menyebabkan Pemilu tidak dapat dilaksanakan sesuai ketentuan yang ditetapkan.

“Termasuk jika suatu ketika capres/cawapres hanya calon tunggal yang terpaksa berhadapan dengan kotak kosong dan harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Pasal 6A Ayat (3) UUD NRI Tahun 1945, yang menyatakan bahwa: Pasangan Capres dan Cawapres yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam Pemilu dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia,” tandas Bamsoet.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.