Dark/Light Mode

Beri Kuliah Mahasiswa S3, Bamsoet Ajak Kaji Sistem Demokrasi Pemilihan Langsung

Sabtu, 30 September 2023 18:50 WIB
Ketua MPR Bambang Soesatyo saat memberikan kuliah Politik Hukum bagi mahasiswa S3 Universitas Borobudur, di Jakarta, Sabtu (30/9). (Foto: Istimewa)
Ketua MPR Bambang Soesatyo saat memberikan kuliah Politik Hukum bagi mahasiswa S3 Universitas Borobudur, di Jakarta, Sabtu (30/9). (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua MPR sekaligus dan Dosen Tetap Pascasarjana Universitas Borobudur Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengajar mata kuliah Politik Hukum dan Kebijakan Publik kepada para mahasiswa S3 Program Doktor Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Borobudur. Mahasiswanya terdiri dari lintas profesi seperti Anggota DPRD, pengacara, guru, hingga personel TNI-Polri.

Salah satu latar belakang (raison d’etre) lahirnya disiplin politik hukum adalah karena rasa ketidakpuasan para teoritis hukum terhadap model pendekatan hukum yang telah ada. Sejak era Yunani kuno hingga saat ini, studi hukum mengalami dinamika pasang surut, perkembangan, dan pergeseran, terutama berkaitan dengan metode pendekatannya. Disebabkan perubahan struktur sosial yang dipengaruhi modernisasi dan industrialisasi, politik, ekonomi dan pertumbuhan piranti lunak berbagai ilmu pengetahuan.

Bamsoet menerangkan, politik hukum timbul sebagai disiplin ilmu hukum di tengah kebuntuan metodologis dalam memahami kompleksitas hubungan antara hukum dengan politik. Untuk memahami politik hukum sebuah negara, bisa dilihat dari sikap pemerintahannya dalam menentukan kebijakan yang dipertahankan, diganti, maupun yang dihapuskan.

Baca juga : Bamsoet Jajaki Kerja Sama Investasi Pengusaha Indonesia di Saudi

"Setiap kebijakan yang diambil, pasti melahirkan pro dan kontra. Sehingga tidak akan pernah ditemui situasi yang ideal terhadap kondisi politik hukum sebuah negara. Pasti akan ada dinamika yang menyertainya," ujar Bamsoet, saat mengajar mata kuliah Politik Hukum dan Kebijakan Publik, Program Doktor Ilmu Hukum Pascasarjana Kampus Universitas Borobudur, di Jakarta, Sabtu (30/9).

Ketua DPR ke-20 ini menjelaskan, salah satu perubahan fundamental yang pernah diambil bangsa Indonesia dalam politik hukum bisa terlihat dari perubahan sistem ketatanegaraan terkait perubahan sistem pemilihan Presiden-Wakil Presiden. Dari pemilihan secara musyawarah mufakat oleh MPR sebagai pengejawantahan prinsip kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan sebagaimana tertuang dalam sila ke-4 Pancasila, berubah menjadi pemilihan langsung oleh rakyat.

"Begitu pun dengan pemilihan anggota legislatif serta kepala daerah yang juga langsung dipilih oleh rakyat. Perubahan ini, ternyata menimbulkan banyak persoalan, khususnya terkait moral hazard dalam bentuk money politics, yang menimbulkan high cost politics. Demokrasi perwakilan sesuai sila ke-4 Pancasila, menjadi terjebak dalam demokrasi angka-angka yang menjurus kepada demokrasi komersialisasi dan kapitalisasi, dan berujung kepada oligarki," jelas Bamsoet.

Baca juga : Trimedya Ajak Panjaitan Se-Jabodetabek Pilih Ganjar sebagai Presiden 2024

Pendiri dan Ketua Pembina Universitas Perwira Purbalingga (UNPERBA) ini menambahkan, tidak heran jika kini muncul pandangan agar pemilihan langsung hanya dilakukan untuk Presiden, Anggota Legislatif, serta Wali Kota/Bupati. Sedangkan untuk Gubernur ditunjuk pemerintah pusat, mengingat posisinya merupakan sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah. Terlebih dalam Pasal 18 Ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa “Gubernur, Bupati, dan Wali Kota dipilih secara demokratis”, bukan ditegaskan harus dipilih langsung rakyat.

Sudah menjadi rahasia umum, selama ini Gubernur kesulitan mengundang rapat koordinasi Bupati/Wali Kota di bawahnya karena berbagai hal, seperti perbedaan partai politik maupun perbedaan pandangan politik lainnya. Menariknya, keberadaan Plt Gubernur saat ini yang ditunjuk pemerintah pusat, justru lebih mudah melakukan koordinasi dengan Bupati/Wali Kota di bawahnya.

"Sikap politik hukum apa pun yang nantinya diambil bangsa Indonesia terkait pemilihan gubernur, maupun dalam pengambilan kebijakan kenegaraan lainnya, pasti akan menimbulkan pro dan kontra. Terpenting sebelum sebuah kebijakan diambil, sudah terlebih dahulu mendengarkan aspirasi dan kehendak rakyat yang disalurkan melalui partai politik, organisasi sosial kemasyarakatan, hingga melibatkan praktisi dari berbagai perguruan tinggi," pungkas Bamsoet.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.