Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Cegah Perundungan Anak
Perkuat Regulasi, Bentuk Tim Khusus
Senin, 2 Desember 2024 07:15 WIB

RM.id Rakyat Merdeka - Senayan menyoroti dampak negatif perkembangan teknologi digital pada anak. Dalam sebuah survei terhadap 2.777 anak muda Indonesia berusia 14-24 tahun, sebanyak 45 persen di antaranya pernah mengalami perundungan daring.
Anggota Komisi X DPR Gamal Albinsaid mengatakan, tren perundungan baru di dalam perkembangan teknologi digital ini harus diantisipasi.
“Kita tidak bisa meremehkan perundungan ini, karena bisa berdampak pada gangguan psikis, fungsi sosial, dan proses pendidikan,” katanya dalam keterangan persnya, akhir pekan lalu.
Baca juga : Komando Dan Operasional Pelayaran Kian Terintegrasi
Gamal berharap ada penguatan pada aspek regulasi. Seperti Permendikbudristek no. 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan yang harus diimplementasikan secara baik pada berbagai entitas pendidikan.
“Harus ada kesepakatan bersama di entitas sekolah baik dalam konteks interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan melibatkan semua stakeholder di sekolah. Mulai dari OSIS, ekstrakurikuler yang secara spesifik mampu mengatasi masalah perundungan sehingga anak-anak memiliki kesadaran,” ujar Gamal.
Dia menambahkan, saat ini banyak sekali berbagai bentuk perundungan di lingkungan sekolah yang kerap tidak dianggap sebagai suatu bentuk kasus perundungan. Di antaranya menyebut nama orang tua dari anak, atau memanggil dengan panggilan yang tidak sepatutnya, serta melakukan pengucilan pada teman sekelas.
Baca juga : Airlangga Gali Potensi Digital
Selain itu, dia berharap ada disiplin positif sebagai tradisi masuk dalam kurikulum. Semua sekolah juga mesti membahas bullying sebagai salah satu instrumen wajib dalam proses kurikulum pendidik.
“Sehingga kesadaran terhadap bullying bisa meningkat,” jelas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Sementara itu, anggota Komisi X DPR Habib Syarief Muhammad menyoroti maraknya kasus perundungan di lingkungan pendidikan hingga tak jarang menimbulkan korban jiwa. Kasus tersebut menjadi masalah serius yang sedang dihadapi oleh pemerintah di dunia termasuk Indonesia.
Baca juga : DKI Uji Coba Iuran Sampah, Anggota DPRD Tak Setuju
Programme for International Student Assessment (PISA) mencatat, Indonesia menjadi negara peringkat lima di dunia dengan kasus perundungan terbanyak. Kemudian di wilayah Asia Tenggara, Indonesia menduduki peringkat ketiga dengan kasus perundungan terbanyak setelah Filipina dan Brunei.
Menurut Habib Syarief, penanganan perundungan di sekolah tidak dapat diselesaikan di internal saja. Sebab, dari data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) 2019, kasus perundungan masih cenderung tinggi.
“Saya khawatir data ini masih relevan atau mendekati. Jadi dibutuhkan pihak yang independen untuk penanganan perundungan di Sekolah. Karena guru bahkan kepala sekolah dapat menjadi pelakunya, bahkan tertinggi. Peserta didik harus punya tempat mengadu selain kepada pihak sekolah,” katanya.
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya