Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Komisi VI DPR: Selamatkan Garuda, Pemegang Saham Harus Tambah Modal

Selasa, 26 Mei 2020 16:32 WIB
Pesawat Garuda Indonesia (Foto: Istimewa)
Pesawat Garuda Indonesia (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Anggota Komisi VI DPR Deddy Yevri Sitorus memperkirakan, jika tidak ada pertolongan dari pemegang saham, PT Garuda Indonesia Tbk akan mengalami bangkrut secara teknis bahkan sebelum kuartal empat (Q4) 2020. Menurut Deddy, penyebabnya bukan hanya negatif cashflow, namun juga ancaman modal yang tergerus menjadi negatif.

Deddy menerangkan, perkiraannya itu merujuk pada yang disampaikan IATA melalui Conrad Clifford, Regional Vice President, kepada Kementerian Perhubungan (Kemenhub), bahwa proyeksi revenue 2020-2023 industri Airline akan turun hingga 41 persen dari kondisi sebelum Covid-19. Dalam laporan keuangan tahun 2019, equitas perusahaan 720 juta dolar AS dengan revenue 4,5 miliar dolar AS. Diasumsikan, karena pandemi Covid-19, revenue perusahaan turun 50 persen menjadi 2,25 miliar dolar AS, dan cost diproyeksikan turun menjadi 3,6 miliar dolar AS. 

“Maka, perusahaan akan mengalami kerugian sekitar 1 miliar dolar AS, sehingga otomatis equitas akan tergerus menjadi minus 200 juta dolar AS,” kata Deddy, dalam pernyataan tertulis, Selasa (26/5).

Baca juga : Komisi III DPR Apresiasi Kapolda Jatim Soal Kampung Tangguh Covid-19

Wakil rakyat dari dapil Kalimantan Utara itu menuturkan, kecukupan modal Garuda Indonesia bermasalah akibat pandemi Covid-19. Dalam kondisi kritis seperti ini, Deddy mendorong para pemegang saham menginjeksi modal untuk mempertahankan agar modal (equitas) Garuda Indonesia bertahan lama.

Deddy menegaskan, pemerintah (selaku pemegang 60,5 persen saham) dan CT Group (selaku pemegang saham publik 30,5 persen) harus menginjeksi modal pada Garuda Indonesia. “Mekanisme yang seharusnya dilakukan adalah right issue. Terbitkan saham baru dan ditawarkan ke pemegang saham. Jika pemegang saham minoritas tidak mampu atau tidak mau melakukan hal yang sama untuk injeksi modal tambahan maka by law mereka akan terdelusi, berkurang secara persentase kepemilikan sahamnya,” jelas Deddy.

“Kebutuhan equitas Garuda ini jangan disiasati dengan pendekatan ‘utang baru’ agar pemegang saham minoritas tidak terdelusi. Tidak elok maskapai nasional yang sudah sekarat ini malah disuruh cari utang baru yang menambah beban bunga di kemudian hari,” sambungnya.

Baca juga : Soal New Normal Ala Menkes, Anggota Fraksi PAN: Jangan Terlalu Gembira

Pada masa pandemi ini, ungkap Deddy, hampir semua perusahaan penerbangan mengalami turbulensi. Atas kondisi yang tidak biasa itu, hampir semua pemerintah menginjeksi modal untuk mempertahankan perusahaan penerbangannya. Di antaranya adalah Air France dan Qantas yang di-bail out pemerintahnya. Bahkan pemerintah Singapura menambah equitas SQ senilai 9,8 miliar dolar Singapura. 

“Kok Garuda yang jauh lebih sekarat malah disuruh cari utang komersial baru? Jika memang kehadiran negara sebagai pemegang saham berniat membantu senilai Rp 8,5 triliun, ya langsung saja suntikan modal (equitas), kenapa harus direkayasa mendapatkan utang komersial baru. Apakah ini buat menyiasati agar saham minoritas tidak terdelusi. Jawabannya, pasti,” ungkap Deddy.

Deddy mengajak pemerintah fokus memerhatikan langkah penyelamatan Garuda Indonesia. Dia khawatir kondisi Garuda Indonesia semakin parah jika langkah yang diambil hanyalah untuk menyelamatkan interest pemegang saham minoritas. 

Baca juga : Saat Lebaran, Pimpinan DPR di Rumah Saja Tak Terima Tamu

Menurut Deddy, pemerintah juga harus menghitung dampak jika kondisi Garuda memburuk. Pasalnya terdapat 45.000 pekerja di Garuda Indonesia Group (baik tetap maupun PKWT), dan ada lebih dari 600.000 pekerja di ekosistem perusahaan penerbangan serta industri pariwisata.

“Bila Pemerintah salah langkah pastinya akan menyebabkan pemiskinan sistemik pelaku industri pada sektor ini. Khususnya menjaga peran pemerintah di transportasi udara yang sangat krusial dalam menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta,” kata Deddy.

“Jangan selalu dipakai alasan bahwa dulu tidak ada yang mau beli saham perdana Garuda, dan hanya Trans Airways yang ‘mau menolong’ sehingga ada semacam perjanjian tidak tertulis persentase kepemilikan saham mereka tidak boleh terganggu,” ujarnya lagi. [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.