Dark/Light Mode

Polemik RUU HIP

HNW Minta Penolakan Publik Dipertimbangkan

Selasa, 16 Juni 2020 14:49 WIB
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (Foto: Dok. MPR)
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (Foto: Dok. MPR)

RM.id  Rakyat Merdeka - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menilai, penetapan Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) mendapat penyikapan kritis. Bahkan,  penolakan dari berbagai kelompok masyarakat.

Karena itu, HNW menilai, sudah semestinya Badan Legislasi (Baleg) DPR, memperhatikan secara seksama tanggapan yang datang dari berbagai masyarakat. 

Baca juga : Rentan Terpapar Covid, Syarif Hasan Minta Tenaga Medis Lebih Diperhatikan

“Ada catatan saat rapat di Baleg, agar TAP MPRS no XXV/1966 dimasukkan dalam konsideran. Selain itu, pasal yang sebutkan trisila, ekasila dan ketuhanan yang berkebudayaan dan lain-lainnya, juga harus dicabut. Tapi, ternyata tidak diakomodasi. Hal itu menjadi catatan terhadap RUU HIP tersebut,” kata Hidayat melalui siaran pers di Jakarta, Senin (15/6). 

PDIP selaku pengusul awal RUU itu akhirnya berubah dan setuju memasukkan TAP MPRS No XXV/1996, yang mengatur larangan komunisme sebagai konsiderans dan menghapus Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) yang memunculkan kembali istilah Pancasila Trisila, Ekasila dan Ketuhanan yang Berkebudayaan. 

Baca juga : DPR Minta Anggaran Sektor Pertanian Tidak Dipotong

HNW menjelaskan, setelah  PDIP berubah dan setuju untuk memasukkan TAP MPRS No XXV/1966 soal PKI sebagai Partai terlarang, dan larangan penyebaran dan pengajaran komunisme ke dalam konsideran mengingat RUU HIP,  maka semua fraksi di DPR secara terbuka sepakat untuk masih tetap berlakunya ketentuan hukum bahwa PKI adalah Partai terlarang. Termasuk, larangan penyebaran serta pengajaran komunisme, marxisme dan  leninisme. 

“Setelah PDI Perjuangan  menerima masuknya TAP MPRS noXXV/1966 dalam konsideran RUU HIP, maka  tidak ada lagi Fraksi di DPR yang menolak memasukkan TAP MPRS no XXV/1966 ke dalam RUU HIP. Tetapi, publik sudah menyikapi sangat kritis thd RUU HIP ini. Bukan lagi hanya soal tak dicantumkannya sejak awal TAP MPRS no XXV/1966, juga “kecolongan” penyebutan trisila dan ekasila, tetapi masalah-masalah dlm RUU HIP ini  mereka dapatkan tersebar di beberapa pasal  Seperti yang ada Pasal 4, 5, 6 dan 8 RUU itu,” terang HNW.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.