Dark/Light Mode

Peringatan Komisi XI DPR

Awas, Utang Luar Negeri Lewati Batas Aman Ya!!!

Selasa, 20 April 2021 07:05 WIB
Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad (Foto: Istimewa)
Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah diminta mengontrol Utang Luar Negeri (ULN) secara berhati-hati. Pasalnya, beberapa indikator telah menunjukkan tanda ‘peringatan’ terhadap ULN.

“Pemerintah dapat menjalankan strategi dalam melakukan manajemen utang, seperti mendapatkan sumber pendanaan dengan biaya murah, meminimalkan risiko terkait portofolio utang, dan mendukung pengembangan pasar,” ujar Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad melalui keterangan tertulisnya, kemarin.

Diketahui, ULN Indonesia kembali meningkat pada Februari 2021. Dalam keterangan resmi Jumat (16/4), Bank Indonesia (BI) mencatat, posisi ULN pada akhir Februari 2021 sebesar 422,6 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau Rp 6.164,46 triliun (kurs Rp 14.587 per dolar AS).

Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan, pertumbuhan ULN pada Februari 2021 tercatat 4 persen year on year (yoy). Angka tersebut lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada bulan sebelumnya, sebesar 2,7 persen yoy.

Melanjutkan keterangannya, Kamrussamad mengatakan, terdapat tiga rasio untuk mengukur utang suatu negara dikatakan over borrowing atau lower borrowing.

Baca juga : Peluang Bahlil Jadi Menteri Investasi Sangat Besar

Pertama, debt service ratio (DSR) atau rasio pembayaran bunga dan cicilan utang terhadap penerimaan ekspor, dengan batas aman sebesar 20 persen.

Kedua, sambung dia, debt export ratio (DER) atau rasio totang ULN dengan penerimaan ekspor, dengan batas aman sebesar 200 persen.

Ketiga, debt to GDP ratio (DGDP), merupakan rasio antara total ULN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), dengan batas aman sebesar 40 persen.

Berdasarkan data Februari 2021, DGDP ratio sebesar 39,7 persen, sementara data mengenai DSR dan DER masing-masing sebesar 27,86 persen dan 215, 4 persen pada IV-2020.

“Ini menunjukkan, Indonesia mengalami over borrowing dari indikator DSR dan DER,” jelas dia.

Baca juga : Ketua Komisi XI DPR Dorong Sinergi Kebijakan Demi Akselerasi PEN

Makna dari utang yang over borrowing adalah besar utang ketimbang kemampuan.

Berdasar indikator DGDP, sambung dia, nilai ULN Indonesia juga hampir melebihi batas aman.

“Karena itu, diperlukan manajemen utang dengan hati-hati dan terstruktur,” pinta anggota Fraksi Partai Gerinda ini.

Kamrussamad menganjurkan pemerintah menjalankan strategi manajemen utang. Langkahnya seperti mendapatkan sumber pendanaan dengan biaya murah, meminimalkan risiko terkait portofolio utang, dan mendukung pengembangan pasar.

Selanjutnya, kurangi pinjaman valas secara gradual dan terencana. Fokus pada pinjaman domestik dengan jatuh tempo jangka menengah dan panjang. Penerbitan SPN (Treasury bills dengan jatuh tempo 12 bulan) hanya untuk manajemen kas dan tidak untuk menutup defisit atau refinancing utang yang masih ada.

Baca juga : Bencana Alam Jangan Jadi Bencana Corona

Suka atau tidak, kata dia, utang merupakan konsekuensi belanja negara yang ekspansif. Dengan adanya pandemi Covid19 maka pemerintah meningkatkan pengeluarannya untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional baik dari segi sosial, ekonomi maupun kesehatan.

“Dengan kondisi saat ini, pemerintah harus memanfaatkan momentum untuk kembali bersaing dan menghindari opportunity loss melalui strategi-strategi kebijakan yang akan dilaksanakan,” tandasnya. [ONI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.