Dark/Light Mode

Genjot Pendapatan Negara, Komisi XI Dukung Tax Amnesty Jilid Dua

Senin, 5 Juli 2021 13:36 WIB
Anggota Komisi XI DPR Sarmuji. (Foto: Ist)
Anggota Komisi XI DPR Sarmuji. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Tax amnesty jilid 2 akan diajukan oleh pemerintah ke DPR dalam bentuk revisi  Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). RUU KUP adalah usulan dari Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati.

Pembahasan sudah dilakukan antara Sri Mulyani dengan Komisi XI DPR di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/6) lalu.

Dalam paparannya ke DPR, Sri Mulyani mengklaim program tax amnesty yang dijalankan pemerintah pada 2016-2017 sebagai yang paling sukses dibandingkan yang telah dilakukan negara-negara lain di dunia. Selain total deklarasi harta yang mencapai Rp 4.884 triliun atau mencapai 39,3 persen Produk Domestik Bruto (PDB). Uang tebusan dari program tersebut juga sangat besar.

Tax amnesty menurut Menkeu telah mendorong tingkat kepatuhan pajak. Melihat kesuksesan tersebut, Sri Mulyani kembali mengusulkan tax amnesty jilid 2. Tax Amnesty adalah bagian dari reformasi perpajakan yang dilakukan oleh pemerintah.

Baca juga : Ini Lokasi Vaksinasi Covid Tanpa Syarat KTP Domisili, Di Seluruh Indonesia

Kondisi keuangan negara yang membutuhkan pemasukan dana memerlukan adanya terobosan pajak seperti memberlakukan tax amnesty. Apalagi program yang sama yang sudah dilakukan tahun 2016 dan 2017 terbukti telah memberikan kontribusi besar kepada pemerintah lewat pelaporan pajak yang ada.

Sarmuji, anggota Komisi XI DPR menyatakan, melihat kesuksesan tax amnesty jilid pertama, maka sangat wajar jika Sri Mulyani kembali akan memberlakukannya. Perlu diingat, sistem perpajakan di Indonesia dinilai belum mampu mendukung keberlanjutan pembangunan dalam jangka menengah dan panjang.

Hal ini dapat dilihat dari kondisi APBN beberapa tahun terakhir. Sementara belanja negara terus meningkat sesuai perkembangan kebutuhan bernegara dan kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Namun,  penerimaan perpajakan belum optimal untuk mendukung pendanaan negara tersebut.

"Tax ratio di Indonesia saat ini masih rendah. Bahkan  beberapa tahun terakhir hanya berada di kisaran 10 persen ke bawah. Ini menyebabkan defisit anggaran meningkat. Terlebih dalam masa pandemi Covid-19,  yang masih membutuhkan dana lebih untuk menangani masalah kesehatan dan program pemulihan ekonomi. Kita membutuhkan terobosan peningkatan pendapatan untuk menekan pertambahan utang dengan cara yang tidak memberatkan," kata M. Sarmuji dalam keterangannya, Senin (5/7).

Baca juga : Genjot Kendaraan Listrik, Luhut Resmikan Produksi Nikel HPAL Di Pulau Obi

Kebijakan terobosan juga perlu untuk memenuhi ketentuan UU Nomor 2 Tahun 2020 agar defisit APBN harus dikembalikan pada level di bawah 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Tax amnesty yang kembali diajukan pemerintah lewat Menkeu, menjadi salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan pajak negara. 

Tak amnesty seperti usulan Menkeu ini akan dibahas pemerintah bersama Komisi XI DPR dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Selain itu, revisi UU KUP ini akan membahas sejumlah tarif pajak seperti PPN, Pajak Penghasilan (PPh), dan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM).

"Kita memahami usulan pemerintah melalui RUU KUP adalah meletakkan fondasi sistem perpajakan yang lebih sehat, lebih adil, dan berkesinambungan dengan beberapa pilar, yakni penguatan administrasi perpajakan, program peningkatan kepatuhan wajib pajak, upaya perluasan basis pajak, dan menjadikan perpajakan sebagai instrumen untuk menciptakan keadilan di masyarakat. Kita membutuhkan peningkatan basis pajak tanpa memberatkan kalangan masyarakat kecil," terang Sarmuji.

Komisi XI DPR juga mengapresiasi program pengampunan pajak yang diselenggarakan pemerintah tahun 2016 karena sukses dengan jumlah deklarasi harta mencapai Rp 4.884,26 triliun. Sarmuji menyambut baik karena tax amnesty akan terus mendorong kepatuhan wajib pajak yang mengikuti program.

Baca juga : Kunci Agar Akses Buku Merata, Negara Harus Dukung Penulis

"Apalagi setelah adanya tax amnesty, terjadi peningkatan kepatuhan penyampaian SPT Tahunan, dengan rasio kepatuhan WP peserta tax amnesty lebih tinggi dibandingkan rasio kepatuhan nasional," tambahnya.

Penyampaian SPT Tahunan oleh peserta tax amnesty mencapai 91 persen, sementara kepatuhan nasional di rentang 62 persen hingga 75 persen. PPh Tahunan OP peserta tax amnesty juga melonjak signifikan dari 23,3 persen pada tahun 2016 menjadi 132,5 persen di tahun 2017. Kemudian melonjak lagi sebesar 35,4 persen pada tahun 2018. [FAQ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.