Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Potensi Pendapatan Pajak Karbon Bisa Tembus Rp 57 Triliun!

Rabu, 2 Juni 2021 12:50 WIB
Asap keluar dari cerobong asap dekat kabel dari kereta api berkecepatan tinggi yang melakukan perjalanan dari Beijing ke Zhangjiakou di Provinsi Hebei, China barat laut. China adalah penghasil karbon dioksida terbesar di dunia, diikuti oleh AS. [Foto: Associated Press]
Asap keluar dari cerobong asap dekat kabel dari kereta api berkecepatan tinggi yang melakukan perjalanan dari Beijing ke Zhangjiakou di Provinsi Hebei, China barat laut. China adalah penghasil karbon dioksida terbesar di dunia, diikuti oleh AS. [Foto: Associated Press]

RM.id  Rakyat Merdeka - Potensi pendapatan pajak karbon (carbon tax) pada tahun pertama implementasi, bisa mencapai sekitar Rp 29 triliun sampai Rp 57 triliun atau 0,2 persen sampai 0,3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Perkiraan ini disampaikan ekonom Bahana Sekuritas, Satria Sambijantoro. Menurutnya, potensi tersebut akan tercapai dengan asumsi tarif pajak yang dikenakan sekitar 5 dolar AS sampai 10 dolar AS per ton CO2, yang mencakup 60 persen emisi energi.

“Indonesia mungkin mulai menerapkan pajak karbon sebesar 5 dolar AS sampai 10 dolar AS per ton CO2 di tahun pertama, dengan pendapatan pajak yang dihasilkan mencapai Rp 26 triliun sampai Rp57 triliun,” katanya di Jakarta.

Baca juga : Menkeu Patok Setoran Pajak Tahun Depan Rp 1.528,7 T

Secara global, lanjut Satria, terdapat 61 kebijakan penetapan harga karbon yang telah dilaksanakan atau dijadwalkan di 46 yuridiksi nasional dan 32 sub-nasional, dengan tarif berkisar antara 1 dolar AS sampai 119 dolar AS per ton CO2.

Ia menyebutkan, biasanya pendapatan yang dihasilkan digunakan untuk mendukung program energi bersih, menurunkan pajak dan mengkompensasi rumah tangga berpenghasilan rendah.

Sementara di Indonesia, penerapan pajak karbon sepertinya cenderung mengadopsi model Emission-Trading System (ETS), mengingat kepastian harga dan implementasi yang lebih mudah untuk mendukung defisit anggaran.

Baca juga : Prabowo Butuh Rp 1.760 Triliun

Berdasarkan studi Bank Dunia, pajak karbon domestik sebesar 30 dolar AS per ton CO akan mampu meningkatkan sumber daya lebih dari 1,5 persen terhadap PDB.

Satria menjelaskan, rencana menerapkan pajak karbon memiliki dampak positif, seperti membantu normalisasi anggaran, yakni defisit kembali ke level 3 persen pada 2023, dan mendukung upaya pengurangan emisi gas rumah kaca.

Di sisi lain, rencana tersebut juga memiliki beberapa dampak negatif dalam jangka pendek, seperti akan terjadi kenaikan harga energi, hingga mempengaruhi konsumsi rumah tangga.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.