Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- BMKG: Cuaca Besok Di Jakarta Dominan Cerah, Tidak Hujan Dan Panas Merata
- 7 Pemain Berkiprah Di Luar Negeri Dipanggil Shin Tae Yong
- Penembakan Di Siam Paragon Mall Bangkok, 3 Tewas, Tersangka Umur 14 Tahun
- KPK Cecar Istri Eks Sekretaris MA Hasbi Hasan Soal Aliran Duit Ke Orang Dekat
- Pertamina NRE-Pemprov Kaltim Siap Garap Proyek Ekonomi Hijau

RM.id Rakyat Merdeka - Ketua MPR Bambang Soesatyo mengapresiasi dukungan para purnawirawan TNI/Polri terhadap rencana amandemen terbatas UUD NRI 1945. Dia menjelaskan, dengan amandemen ini, Indonesia akan memiliki Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai bintang penunjuk arah pembangunan.
Dukungan dari para purnawirawan TNI/Polri ini diterima Bamsoet, sapaan akrab Bambang, dalam petemuan yang digelar di Jakarta, Selasa (28/9). Para purnawirawan yang hadir antara lain Ketua Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Saiful Sulun, Ketua Perhimpunan Purnawirawan TNI Angkatan Udara (PPAU) Djoko Suyanto, Ketua Umum Perhimpunan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD) Kiki Syahnakri, Ketua Perhimpunan Purnawirawan Polri Bambang Hendarso Danuri, Waketum PPAU Wresniwiro, dan para tokoh purnawirawan lainnya dari Persatuan Purnawirawan Warakawuri TNI-Polri (PEPABRI), termasuk Sekjen PPAU Rispandi dan Kadep Organisasi PEPABRI Akip Renatin.
"Dukungan para purnawirawan TNI/Polri tersebut bisa ditindaklanjuti dengan membangun dialog terhadap pimpinan partai politik, kelompok DPD, ormas keagamaan seperti PBNU, PP Muhammadiyah, PGI, KWI, Walubi, Matakin, Permabudhi dan lain-lain, para tokoh masyarakat, termasuk para tokoh dan elite politik yang masih memiliki darah keluarga TNI/Polri. Sebab, bagaimanapun juga, ujung tombak akhir apakah Indonesia akan memiliki PPHN atau tidak, sangat tergantung pada kekuatan politik yang ada di parlemen dan kelompok DPD," ujar Bamsoet, usai pertemuan.
Baca juga : Sudirman Cup, BNI Dukung Tim Bulutangkis Indonesia Ke Finlandia
Ketua DPR ke-20 ini menjelaskan, saat ini, hampir semua fraksi dan kelompok DPD memiliki kesamaan pandangan tentang pentingnya PPHN. Hanya saja, masih belum terjadi kesepakatan mengenai payung hukumnya. Apakah cukup dengan Undang-Undang, seperti saat ini? Atau dengan payung hukum yang lebih tinggi yaitu TAP MPR?
Dari hasil kajian Badan Pengkajian MPR yang diserahkan ke Pimpinan MPR pada 18 Januari 2021, terdapat tiga pilihan payung hukum PPHN. Yakni melalui Ketetapan MPR, melalui Undang-Undang, atau dimasukan langsung dalam pasal konstitusi.
Bamsoet menjelaskan, Badan Pengkajian MPR menilai, bentuk hukum yang ideal terhadap PPHN adalah melalui Ketetapan MPR. Bukan melalui Undang-Undang yang bisa dibatalkan oleh Perppu, serta bukan dimasukkan secara langsung dalam konstitusi
Baca juga : Pertamina Kilang Balikpapan Dukung Penerapan Kebijakan Zero Harassment
“Untuk menghadirkan PPHN melalui Ketetapan MPR, terlebih dahulu harus dilakukan amandemen terhadap UUD NRI 1945. Yaitu terkait kewenangan MPR menetapkan PPHN (Pasal 3) dan persetujuan RUU APBN oleh DPR, yang harus merujuk garis-garis kebijakan PPHN (Pasal 23). Ini pun perlu dukungan seluruh partai politik, dua atau tiga saja tidak setuju, amandemen sulit dilakukan," jelas Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menerangkan, kekhawatiran amandemen terbatas akan membuka kotak pandora dan membuka peluang dilakukannya amandemen pada substansi lain di luar PPHN, juga tidak beralasan. Proses panjang amandemen sudah diatur dalam ketentuan Pasal 37 ayat 1-3 UUD NRI 1945. Ayat 1 menjelaskan, usul perubahan pasal-pasal konstitusi dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR atau sekitar 237 dari 711 jumlah anggota MPR.
"Di Ayat 2 dijelaskan, setiap usul perubahan pasal-pasal konstitusi harus diajukan secara tertulis dan ditujukan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya. Sedangkan di Ayat 3, dijelaskan untuk mengubah pasal-pasal konstitusi, sidang MPR harus dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR, atau sekitar 474 dari 711 anggota MPR," terang Bamsoet.
Baca juga : Pinjaman Online Ilegal Diduga Lakukan Pencucian Uang, Bamsoet: Berantas!
Aementara di Ayat 4, lanjut Bamsoet, dijelaskan, putusan mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR, atau sekitar 357 dari 711 anggota MPR. Sehingga tidak mungkin ada penumpang gelap di luar PPHN, seperti untuk memperpanjang masa jabatan presiden ataupun perpanjangan periodisasi jabatan kepresidenan.
"Lagi pula, hampir seluruh partai politik sudah memiliki calon presidennya masing-masing untuk berlaga dalam Pemilu 2024. Sehingga kecil kemungkinan akan ada penambahan periodisasi masa jabatan presiden maupun perpanjangan jabatan kepresidenan. Amandemen kelima untuk perubahan terbatas, membutuhkan kesadaran dan sikap kenegarawanan dari semua elemen bangsa untuk masa depan negara yang lebih jelas dan pasti sebagaimana amanat pembukaan UUD NRI 1945 tanpa pendekatan politik praktis dan prasangka buruk," pungkas Bamsoet. [USU]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya