Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Penyelesaian Konflik Palestina

Anis Matta: Saatnya Memikirkan Pembubaran Negara Israel

Senin, 24 Mei 2021 11:08 WIB
Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Anis Matta. (Dok. Humas Partai Gelora)
Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Anis Matta. (Dok. Humas Partai Gelora)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menilai pembubaran negara zionis Israel bisa menjadi solusi atau jalan keluar untuk mengakhiri konflik yang terjadi di tanah Palestina selama ini, karena berbagai upaya gagal dilakukan.

Pembubaran suatu negara merupakan hal biasa dan pernah terjadi menimpa Uni Soviet dan Yugoslavia. Setelah bubarnya Uni Soviet misalnya, kemudian muncul Rusia justru menjadi kekuatan baru global. 

"Orang belum punya bayangan pembubaran negara Israel, padahal banyak terjadi seperti Uni Soviet, malahan menemukan solusi baru. Pembubaran negara Israel bisa menjadi jalan keluar," kata Anis Matta dalam keterangannya, Senin (24/5/2021). 

Hal itu disampaikan Anis Matta didampingi Sekretaris Jendaral Partai Gelora Indonesia Mahfuz Sidik, Ketua Bidang Narasi Dadi Krismanto dan Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Henwira Halim saat Halal bi Halal dan Dialog tentang Palestina dengan wartawan di Gelora Media Centre, Jakarta, pada Jumat (21/5/2021). 

Baca juga : Partai Gelora Dorong RI-Turki Mediasi Hamas Dan Fatah Untuk Bersatu

Menurut Anis Matta, para pemimpin dunia saat ini perlu berpikir mengenai upaya pembubaran negara Israel secara permanen sebagai jalan keluar mengakhiri konflik abadi antara Palestina-Israel. 

Sebab, Israel sebelumnya tidak ada dalam peta, tiba-tba diadakan karena hutang budi atas terjadinya 'Holocaust' terhadap kaum Yahudi yang dilakukan bangsa Eropa. 

"Mengapa negara Israel tidak ada dalam peta, kemudian dimunculkan karena semangat ultra nasionaisme Eropa terhadap orang Yahudi, sehingga menjadi hutang budi dengan mendirikan negara Israel," katanya. 

Padahal Peta negara Israel yang kini sudah berusia 100 tahunan itu, justru membuat tragedi kemanusiaan baru, yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina, seperti yang pernah diilakukan bangsa Eropa terhadap orang Yahudi.

Baca juga : Kubu Perlawanan Palestina: 11 Hari Kami Lumpuhkan Kehidupan Zionis

"Pada 2009 lalu, saya pernah ditanya peneliti Amerika Serikat (AS),  orang Yahudi. Kalau Israel dibubarkan, kemana orang Israel, terus keamanan Israel bagaimana dan apa bisa meredakan konflik," kata Anis menyampaikan kekhwatiran peneliti AS tersebut. 

Anis lantas menjelaskan, jika negara Israel dibubarkan, maka orang-orang Yahudi itu dikembalikan dari negara asal mereka atau bisa juga diintegrasikan dalam satu titik untuk membentuk negara baru yang disepakati PBB dan komunitas internasional.

"Orang Yahudi itu datang dari mana, sebelum migrasi besar-besaran ke Palestina, kembalikan ke asalnya. Atau diintegrasikan dalam satu titik, itu bisa jadi solusinya bagi negara dengan jumlah penduduk sekitar 5 juta, itu tidak terlalu besar," ujarnya. 

Anis Matta menegaskan, upaya mengusir warga Palestina ke Dataran Tinggi Golan, Yordania dan Bukit Sinai, Mesir dengan membuatkan negara baru,  justru akan membuat konflik akan semakin lebar.

Baca juga : Lagi, Palestina Lancarkan Gelombang Baru Serangan Roket ke Israel

Terbukti upaya tersebut berantakan, karena mendapat perlawanan sengit dari warga Palestina. 

"Saya kira para pemimpin global harus menyakinkan dosa-dosa kemanusiaan akibat Perjanjian Sykes Picot. Pembubaran negara Israel  bisa menjadi jalan keluar, bukan sebaliknya menghilangkan Palestina dan membuatkan negara baru," tegas Anis Matta. 

Sekretaris Jenderal Partai Gelora Indonesia Mahfuz Sidik menambahkan, ide untuk mendorong pembentukan dua negara, antara Israel dan Palestina seperti keputusaan PBB 1947, yang digagas kembali dalam Perjanjian Oslo 1994 juga tidak jelas sampai sekarang.

"Dari 1994 sampai 2021 berjalan semakin tidak jelas, sejumlah negara mulai skeptis terhadap ide dua negara. Sehingga diperlukan proyeksi dan skenario penyelesaian konflik ke depan seperti apa," kata Mahfuz. 
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.