Dark/Light Mode

Pemantauan DEEP di 4 Provinsi: Mayoritas Partai Tak Penuhi Keterwakilan Perempuan 30 Persen

Kamis, 23 November 2023 17:27 WIB
Direktur DEEP Indonesia Neni Nur Hayati (Foto: Istimewa)
Direktur DEEP Indonesia Neni Nur Hayati (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Partai politik masih mendaftarkan calon anggota DPR yang tidak memenuhi jumlah minimal 30 persen perempuan untuk sejumlah daerah pemilihan. Hal ini juga terjadi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, lembaga pemantau Pemilu yang terakreditasi Bawaslu, melakukan pencermatan Daftar Calon Tetap (DCT) di empat provinsi yakni Jawa Barat, Gorontalo, Lampung, dan Banten. Dari empat provinsi yang dilakukan pencermatan tersebut, nyaris tidak ada satu provinsi pun yang terpenuhi jumlah minimal 30 persen keterwakilan perempuan untuk sejumlah daerah pemilihan.

“Hal ini mengindikasikan bahwa partai politik tidak serius menindaklanjuti surat dinas yang disampaikan KPU agar memenuhi keterwakilan perempuan 30 persen di setiap daerah pemilihan. Padahal, amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan, daftar bakal calon memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen dari jumlah kursi pada setiap daerah pemilihan,” ucap Direktur DEEP Indonesia Neni Nur Hayati, dalam keterangan yang diterima redaksi, Kamis (23/11).

DEEP melakukan pencermatan terhadap DCT yang telah diumumkan KPU di website dan dianalisa setiap daerah pemilihan (dapil). Berikut jumlah dapil di masing-masing provinsi yang tidak terpenuhi keterwakilan perempuan 30 persen: 

Jawa Barat

Dari total 18 partai politik di Jawa Barat yang menjadi peserta Pemilu 2024, yang terpenuhi keterwakilan perempuan 30 persen di setiap daerah pemilihan hanya PKS dan Gerindra. NasDem menjadi partai yang paling banyak tidak terpenuhinya pencalonan keterwakilan perempuan 30 persen. Diikuti Demokrat, Golkar, Gelora, PAN, PPP, PKB, Garuda, Hanura, PBB, PKN, PSI, Perindo, PDIP, Partai Buruh, dan Partai Umat.

Lampung

Baca juga : Ganjar Bahas Pemberdayaan Perempuan Hingga Perhatian Pada Atlet

Di Lampung, parpol yang terpenuhi keterwakilan perempuan 30 persen di setiap dapil di Lampung cukup banyak yakni PKB, PDIP, Golkar, PKS, PKN, Garuda, PAN, PBB, Demokrat, PSI, dan Perindo. Hal ini menjadi angin segar, sebab partai politik memiliki kesadaran akan pentingnya menghadirkan keterwakilan perempuan 30 persen di pencalonan. Sementara, untuk Gerindra, NasDem, Partai Buruh, Gelora, Hanura, PPP, dan Partai Ummat masih belum memenuhi 30 persen keterwakilan perempuan. 

Banten

Dari total 18 partai politik di Banten yang menjadi peserta Pemilu 2024, partai yang terpenuhi keterwakilan perempuan 30 persen di setiap dapil adalah Gerindra, Partai Buruh, PKS, PAN, dan Perindo. Sementara, partai yang paling banyak dapil tidak terpenuhi keterwakilan perempuan 30 persen adalah Gelora, PKB, Partai Ummat, Demokrat, Golkar, NasDem, PKN, Hanura, Garuda, PDIP, PBB, PSI dan PPP. 

Gorontalo

Dari total 17 partai politik di Gorontalo yang menjadi peserta Pemilu 2024, partai yang terpenuhi keterwakilan perempuan 30 persen di setiap dapil adalah PDIP, PKS, Gelora, PAN, PSI, Perindo, PPP, dan Partai Ummat. Sementara, partai yang paling banyak dapil tidak terpenuhi keterwakilan perempuan 30 persen adalah Hanura, NasDem, PKB, Gerindra, Golkar, Partai Buruh, Garuda, PBB, dan Demokrat. 

Catatan Kritis

Dari hasil pencermatan DCT di tingkat nasional dan 4 provinsi, DEEP Indonesia memberikan lima catatan kritis. Pertama, berkaitan dengan 30 persen keterwakilan perempuan yang menjadi syarat pencalonan, hasil pencermatan di tingkat nasional yang dilakukan Netgrit dan sejumlah organisasi yang fokus di isu-isu perempuan, juga dengan hasil pencermatan DEEP yang dilakukan di empat provinsi mengindikasikan ada langkah mundur afirmasi perempuan, bukan hanya di tingkat nasional tetapi massif sampai dengan tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

“Dari total 18 partai politik di tingkat nasional dan daerah, yang mampu menyertakan keterwakilan perempuan hanyalah PKS. Sementara partai yang lain tidak mengindahkan surat dinas atau surat imbauan yang disampaikan KPU kepada partai politik pasca putusan Mahkamah Agung,” ucap Neni.

Baca juga : PKS, Satu-satunya Parpol Penuhi Kuota Perempuan Caleg DPR

Dia melanjutkan, KPU juga berdalih tidak terpenuhinya kuota 30 persen tidak akan memberikan dampak apa pun untuk partai politik, karena tidak ada sanksi sehingga semua hanya diserahkan kepada masyarakat terkait dengan penilaian kepada partai politik. Kata dia, hal ini tentu menjadi permasalahan serius, karena dapat berdampak pada menurunnya jumlah perempuan yang terpilih baik itu sebagai DPR, DPRD Provinsi, maupun DPRD Kabupaten/Kota.

“Selain itu, situasi ini juga mengindikasikan partai politik tidak menjalankan amanah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang menyebutkan, daftar bakal calon memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen dari jumlah kursi pada setiap daerah pemilihan,” ucapnya.

Kedua, berkaitan dengan 27 mantan terpidana korupsi yang ditetapkan sebagai calon anggota DPR di Pemilu 2024, hasil pemantauan sementara DEEP Indonesia, 16 orang di antaranya, status hukum mantan terpidana itu disembunyikan sehingga tidak dapat dilihat pemilih. Alasannya adalah karena caleg yang bersangkutan tidak berkenan untuk dibuka daftar riwayat hidupnya.

“Hal ini tentu menjadi keresahan bersama. Bagaimana mungkin masyarakat bisa mengenali rekam jejak calegnya di setiap dapil ketika informasi tersebut ditutup secara sengaja oleh caleg dan KPU. Bahkan ada caleg yang dicantumkan tidak memiliki status hukum padahal jelas yang bersangkutan adalah mantan terpidana kasus korupsi,” ucap Neni.

Atas dasar hal ini, DEEP sangat menyayangkan sikap caleg tersebut yang enggan mengungkap status hukumnya secara terbuka dan jujur kepada publik. Caleg itu sudah tidak jujur kepada pemilih sedari awal. “Saat terpilih, tentu kejujuran mereka dalam bekerja patut dipertanyakan, apalagi mereka pernah mencuri uang rakyat,” ucapnya.

Baca juga : Berikan Keamanan Siber Terkini, Lintasarta Kenalkan Layanan Terbaru

Ketiga, DEEP mendesak KPU untuk melakukan transparansi dan akuntabilitas, termasuk juga membuka daftar Riwayat hidup (DRH) untuk Caleg yang tidak berkenan dibuka datanya sebagai informasi publik dan tidak menyembunyikan status mantan terpidana kasus korupsi. “KPU juga semestinya dapat memberikan sanksi kepada partai politik yang tidak terpenuhi keterwakilan perempuan 30 persen di setiap daerah pemilihan baik itu nasional ataupun daerah,” ucap Neni. 

Keempat, mendesak Bawaslu untuk menyampaikan hasil pengawasan pencermatan DCT secara transparan dan akuntabel kepada publik sebagai bagian dari pertanggungjawaban institusi pengawas Pemilu. Sebab, hingga saat ini, Bawaslu belum melakukan rilis hasil pengawasan pada sub tahapan pencermatan DCT kepada publik, baik yang terkait dengan keterwakilan perempuan, caleg eks napi koruptor, maupun caleg lain yang berpotensi tidak memenuhi syarat.

Kelima, mendesak partai politik untuk membuka DRH Caleg sebagai bagian dari proses kejujuran dan transparansi untuk proses demokrasi yang semakin lebih baik. Semakin partai tertutup, semakin sulit masyarakat mengenali caleg dari masing-masing daerah pemilihan.

“Selain itu, juga meminta partai politik untuk dapat memenuhi keterwakilan perempuan sebagaimana amanat undang-undang pemilu dalam rangka mewujud demokrasi yang berkeadilan gender,” tutupnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.