Dark/Light Mode

Gaungkan Narasi Inklusif dan Moderat untuk Pemilu 2024 Aman dan Damai

Rabu, 31 Januari 2024 22:55 WIB
Guru Besar UIN Alauddin Makassar/Direktur Pencegahan BNPT Prof Muh Irfan Idris (Foto: Istimewa)
Guru Besar UIN Alauddin Makassar/Direktur Pencegahan BNPT Prof Muh Irfan Idris (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Menghadapi tahun politik 2024, tantangan terbesar bukan hanya terletak pada persaingan antarcalon atau partai politik, tetapi juga pada potensi polarisasi masyarakat. Narasi-narasi eksklusif dan provokatif dapat menjadi pemicu perpecahan di tengah-tengah keberagaman masyarakat Indonesia.

Membahas potensi polarisasi dan segregasi horizontal di masyarakat menjelang Pemilu 2024, Guru Besar UIN Alauddin Makassar, Prof Muh Irfan Idris menekankan pentingnya pengerahan kontra narasi terhadap ancaman intoleransi yang sarat kepentingan politik.

“Seperti halnya berhadapan dengan ombak yang menerjang, kita bisa rasakan semakin bertambahnya urgensi mempublikasikan narasi inklusif dan moderat karena gelombang Pemilu sudah di depan mata,” terang Irfan, di Bogor, Rabu (31/1).

Menurutnya, di era globalisasi dan informasi saat ini, tidak ada lagi batasan ruang dan waktu, terutama di dunia maya. Oleh karena itu, diperlukan narasi-narasi yang inklusif untuk melibatkan semua lapisan masyarakat, tanpa mempersoalkan latar belakang atau golongan tertentu.

Baca juga : Awasi Proses Pemilu 2024, Bawaslu dan KPU Diminta Profesional

Irfan menjelaskan pentingnya sebaran narasi positif menjadi semakin nyata di tahun politik. Ia menambahkan, dampak dari kontra narasi yang selama ini secara organik datang dari berbagai tokoh, terbukti dapat mencerahkan masyarakat dan sesuai dengan ideologi Pancasila.

“Meskipun begitu, saya menyadari bahwa masih ada kelompok yang berusaha mengganti ideologi negara dengan konsep Khilafah. Yang jarang kelompok radikal pahami, sesungguhnya Indonesia telah menerapkan syariat Islam, meskipun tidak memformalkannya,” tegas Irfan.

Irfan mengatakan, poin krusial dalam upaya menjaga kerukunan adalah selalu memberikan kontra narasi terhadap propaganda kelompok radikal. Dia mengingatkan bahwa narasi intoleran tersebut seringkali menanamkan keraguan terhadap Pancasila sebagai ideologi bangsa.

Perlu dipahami bahwa perbandingan antara Pancasila dan kitab suci adalah komparasi tidak tepat, mengingat Indonesia mengakui enam agama yang memiliki kitab suci masing-masing. Menurutnya, hal ini bukanlah suatu perbandingan yang relevan.
“Komparasi antara Pancasila dengan kitab suci merupakan salah satu bentuk penanaman keraguan terhadap masyarakat. Kitab suci tentu bukan perbandingan sesuai terhadap Pancasila, begitupun sebaliknya. Jika ingin membandingkan Pancasila, yang merupakan buah pikiran dari manusia, maka bandingkanlah dengan ideologi negara lainnya yang juga lahir sebagai produk manusia,” ungkap Irfan.

Baca juga : Saring Informasi, Kunci Keharmonisan Pemilu 2024

Dalam konteks kontra-radikalisasi, Irfan menekankan peran Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018 tentang Penanggulangan Terorisme, khususnya Pasal 43, yang membahas tentang kesiapsiagaan nasional, kontra-radikalisasi, dan deradikalisasi. Kontra-narasi menjadi strategi penting dalam penerapan kontra-radikalisasi, dengan fokus pada pencerahan masyarakat, pemerataan narasi inklusif, dan penguatan kembali narasi damai.

Mengenai pandangannya terhadap polarisasi dalam kontestasi politik Pemilu 2024, Irfan menyebutkan agar tetap waspada ketika menggunakan media sosial. Saat ini, media sosial seperti menjadi rumah bagi penggunanya. Maka dari itu, user dari media sosial harus bijak dalam menentukan muatan apa yang bisa berlabuh di halaman profilnya.

“Kita semua patut waspada bahwa kelompok radikal dan ekstrem selalu berusaha menciptakan polarisasi dalam masyarakat. Kekuatan Indonesia terletak pada terpeliharanya perbedaan, dan perbedaan yang ada bukanlah sesuatu yang harus dipertentangkan atau dianggap sebagai permusuhan,” tambah Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini.

Ia mengungkapkan, mencegah narasi perpecahan dan polarisasi menjadi tugas bersama. Untuk itu ia menekankan pentingnya meluruskan informasi, menjelaskan kelebihan setiap calon presiden, dibandigkan hanya sekadar mencari keburukan dari calon yang berseberangan.

Baca juga : Cuaca Tangerang Hari Ini Hujan Atau Panas? Ini Kata BMKG Untuk Minggu 28 Januari

Hal ini ditujukan agar tiap pendukung Capres mana pun tidak mudah terprovokasi. Ulama dan umara (Pemerintah) jelas memiliki peranan penting pada kontestasi Pemilu sehingga perlu dijaga netralitasnya. Kedua pihak seyogyanya menjadi teladan dalam memberikan dukungan dan memberikan penilaian yang adil terhadap semua calon.

Irfan menjelaskan, BNPT melalui Direktorat Pencegahan telah melaksanakan berbagai program untuk menciptakan masyarakat yang damai. Dengan membangun komunikasi dan kontra-propaganda yang masif pada berbagai pihak, Direktorat Pencegahan berusaha menyebarluaskan narasi damai dan melibatkan seluruh komponen bangsa dalam membangun persatuan.
Ia berpesan kepada generasi muda agar menjauhi narasi provokatif, dan mau berdialog dengan berbagai lapisan masyarakat. Selain itu, di tengah upaya menjaga kerukunan, pihaknya terus melibatkan diri dalam menghasilkan narasi damai yang berperan dalam menjaga masyarakat agar tidak terpolarisasi, dan mengurangi dampak dari paham radikal intoleran.

“Dengan berbagai upaya yang dilakukan BNPT, termasuk kontra narasi intoleransi, diharapkan masyarakat Indonesia dapat menghadapi kontestasi politik dengan bijak, menjaga kerukunan, dan merajut persatuan di tengah perbedaan. Pemilu Damai 2024 bukan hanya tanggung jawab Pemerintah dan lembaga terkait, tetapi juga seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama membangun bangsa yang kuat dan damai,” pungkas Irfan.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.