Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Corona Malaysia Meroket Karena Pilkada

Tuh Kan, Pak Mahfud Ngeri Kalau Begini Nih

Sabtu, 3 Oktober 2020 07:42 WIB
Menko Polhukam Mahfud Md. (Foto: ist)
Menko Polhukam Mahfud Md. (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Menko Polhukam, Mahfud MD ma­sih yakin lonjakan Corona tidak ada hubungannya dengan Pilkada. Padahal, kalau kita lihat Malaysia, justru seba­liknya. Gara-­gara nekat gelar Pilkada, kasus Corona di negara tetangga kita itu, meroket lagi. Tuh Pak Mahfud, ngeri kan kalau begini...

Kemarin, dalam jumpa pers ‘Rapat Ana­lisa dan Evaluasi Pilkada Serentak Tahun 2020, Mahfud kembali menegaskan, pe­nyelenggaraan Pilkada tidak berpengaruh dengan tingkat kerawanan pandemi Corona. Apa buktinya? “Di DKI dan Aceh tidak ada Pilkada, justru angka infeksi tinggi. Di Aceh naik, di DKI selalu jadi juara 1 tertinggi penularannya,” kata Mahfud.

Mahfud menyebut, ada penurunan jumlah zona merah di daerah penyeleng­gara Pilkada. Dari 45 daerah menjadi 29. “Sementara di daerah yang tak menggelar Pilkada, zona merah Covid­-19 bertambah dari 25 menjadi 33 daerah,” tandas Mah­fud, meyakinkan.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menegaskan, kerawanan pandemi ter­gantung kedisiplinan di masing­masing daerah. Tak ada kaitannya dengan gelaran Pilkada. Yang Terpenting, protokol kese­hatan harus dijalankan secara ketat.

Selain itu, Mahfud beranggapan Corona akan tetap berada di tengah masyarakat untuk selamanya. 

Baca juga : Luhut Memang Bukan Superman

Informasi itu berdasar­kan apa yang disebutkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO. Dengan begitu, dia sulit menerima masukan se­jumlah pihak agar Pilkada ditunda. “Karena tidak ada satupun orang yang bisa meramalkan kapan Covid-19

itu berakhir,” ungkapnya.

Sementara itu, Malaysia yang juga menggelar Pilkada di beberapa daerah, kembali diserang Corona. Kamis (1/10), otoritas Malaysia melaporkan ada 260 kasus baru pasca pemungutan suara di Sabah. “Ini angka yang mengkhawatirkan,” kata Direktur Jenderal Kesehatan, Noor Hisham Abdullah seperti dikutip Bloomberg, kemarin.

Selain di Sabah, otoritas Malaysia juga melihat terdapat klaster baru di daerah lain, termasuk di Kedah. Ini membuat Perdana Menteri Malaysia, Muhyiddin Yassin memikirkan kem- bali rencananya untuk menggelar Pilkada.

Lonjakan kasus positif baru di Malaysia ini menjadi yang tertinggi sejak lockdown (movement control order/ MCO) dilakukan. Selain Sabah, Kedah juga mencatat 98 kasus. Sementara Kuala Lumpur mencatat 14 kasus di- ikuti oleh Selangor dengan 13 kasus, Putrajaya 5, Terengganu 2, Perlis 2, Pahang 2, Penang 2 dan Melaka 2.

Baca juga : Satgas: Masyarakat Ujung Tombak Penanganan Virus Covid-19

Berkaca pada apa yang terjadi di Malaysia Jubir PKS, Mardani Ali Sera menyarankan pemerintah melihat fenomena ini sebagai pelajaran. Dia pun lantas menyinggung pernyataan Mahfud MD yang membandingkan Pilkada dengan DKI Jakarta. Kata dia, justru DKI relatif baik karena hampir separuh jumlah testing nasional ada di Ibu Kota. Dengan tracing yang baik dan testing yang mencukupi, maka pemerintah punya peta yang jelas dalam menangani Covid-19.

“Pemilu Sela di Sabah Malaysia sekarang menjadi klaster baru peningkatan Covid. Kita, dengan disiplin yang kurang dan payung hukum untuk menindak tegas Cakada yang lemah, bisa berbahaya,” imbuh Ketua DPP PKS itu saat dihubungi Rakyat Merdeka, semalam.

Anggota Komisi II DPR ini menolak Pilkada dilaksanakan tahun ini jika tidak ada sanksi tegas bagi peserta yang melanggar. “Komisi II akan terus memantau. Kalau saya tegas, tanpa payung hukum berbentuk Perppu, berat Pilkada berjalan dengan disiplin yang ketat,” cetusnya.

Terpisah, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion, Dedi Kurniasyah menduga Mahfud hanya mencari pembenaran untuk memaksakan dukungan Pilkada. Apalagi Mahfud menyinggung dua provinsi yang gejalanya mewabah meskipun tidak menghelat Pilkada.

Menurutnya, pernyataan Mahfud kontradiksi dengan harapan pemerintah untuk membuat publik memahami bahaya pandemi. “Menko

Baca juga : Jangan Takut Divaksin, Tubuh Jadi Kebal dari Penyakit

seharusnya jauh lebih bijak dalam mencari pengandaian,” usulnya.

Saat ini pilihannya pada dua hal. Pilkada tetap dijalankan namun regulasi protokol kesehatan diperkuat. Termasuk memberikan sanksi diskualifikasi bagi pelanggar. “Jika pemerintah tidak terlihat ada upaya menguatkan sanksi agar publik tertib, maka langkah terburuknya tentu menunda Pilkada,” pungkas Dedi.

Sebelumnya, desakan penundaan Pilkada menguat seiring lonjakan kasus Corona yang terus mengkhawatirkan. Sementara, pelanggaran protokol kesehatan secara massif juga terlihat dari ratusan Cakada dalam masa pendaftaran.

Penundaan telah disuarakan LSM kepemiluan, seperti Perludem, Netgrit, dan Kode Inisiatif. Hal yang sama juga didorong oleh ormas-ormas besar, seperti Muhammadiyah, PBNU, dan MUI. Termasuk usulan penundaan dari Wakil Presiden ke-10 dan 12 Jusuf Kalla. [UMM]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.