Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Menkes: Kesehatan Salah Satu Modal Utama Capai Target Indonesia Emas 2045
- Jangan Sampai Kehabisan, Tiket Proliga Bisa Dibeli di PLN Mobile
- Temui Cak Imin, Prabowo Ingin Terus Bekerjasama Dengan PKB
- Jaga Rupiah, BI Naikkan Suku Bunga 25 Bps Jadi 6,25 Persen
- Buntut Pungli Rutan, KPK Pecat 66 Pegawainya
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Biar Kerja Netral Di Pilkada 2020
KPU Dan Bawaslu Kudu Kuat Tahan Rayuan Calon
Minggu, 4 Oktober 2020 05:50 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mewanti-wanti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), agar tidak terjebak bujuk rayu calon kepala daerah (cakada) dan tim sukses (timses). Mereka harus kuat mental dan bekerja netral di Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) Serentak 2020.
Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Prof Teguh Prasetyo mengatakan, pilkada sejatinya merupakan kompetisi.
Setiap pihak yang berkompetisi hanya berorientasi pada kemenangan. Namun, tak tertutup kemungkinan para kandidat dan timses akan bermanuver atau melakukan segala cara untuk menang.
Baca juga : Pilkada 2020, Dua Daerah Jawa Timur Lawan Kotak Kosong
Salah satunya, mempengaruhi penyelenggara, misalnya dengan suap. “Nggak mungkin orang yang mau menang itu diam, pasrah atau hanya berdoa sampai pagi,” ujarnya, dalam keterangannya tertulis, kemarin.
Berkaca pada Pilkada 2018, sebut Teguh, kasus peserta atau pun timses yang pernah terjadi adalah, mencoba mempengaruhi keputusan penyelenggara di pilkada.
Pada Pilkada 2018, Komisioner KPUD Garut, Ade Sudrajad, dan Ketua Panitia Pengawas Pemilu Garut, Heri Hasan Basri, diamankan polisi karena dugaan suap.
Baca juga : Peserta Pilkada BandelKudu Siap Dipidanakan
Keduanya ditangkap Satuan Tugas Anti Politik Uang Bareskrim Polri bersama Satgasda Jawa Barat dan Polres Garut. Ade dan Heri diduga menerima suap untuk meloloskan salah satu calon Pilkada Garut 2018.
Teguh pun mengingatkan, pemilu di era reformasi berbeda dengan pemilu masa Orde Baru. Perbedaannya, terang Teguh, adalah pada aspek yang sangat mendasar.
Yakni netralitas, kemandirian, transparansi, dan integritas dalam diri penyelenggara pemilu. “Satu hal, kita harus netral, harus adil, tidak memihak. Penyelenggara pemilu, memegang misi suci untuk menciptakan pilkada bermartabat,” kata Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Pelita Harapan (UPH) ini.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya