Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Warning Bawaslu Pusat

Awas, 3 Masalah Hantui Pemilu Dan Pilkada 2024

Senin, 16 Agustus 2021 06:30 WIB
Anggota Bawaslu Rahmat Bagja menjadi narasumber dalam webinar bertajuk Tantangan Mewujudkan Keadilan Pemilu pada Penyelenggaraa Pemilu Serentak 2024 yang diselenggarakan Bawaslu Kabupaten Bantul, Yogyakrta, Jumat (13/8/2021). (Foto: Humas Bawaslu)
Anggota Bawaslu Rahmat Bagja menjadi narasumber dalam webinar bertajuk Tantangan Mewujudkan Keadilan Pemilu pada Penyelenggaraa Pemilu Serentak 2024 yang diselenggarakan Bawaslu Kabupaten Bantul, Yogyakrta, Jumat (13/8/2021). (Foto: Humas Bawaslu)

 Sebelumnya 
Keempat, optimalisasi sarana pengawasan Bawaslu dan pengawasan partisipatif. “Makanya ada namanya tripartit untuk membahas permasalahan pada tiga lembaga penyelenggara ini. Bawaslu selalu ikut serta dalam acara itu,” ujar magister lulusan Utrecht Nederlands itu.

Lalu apa antisipasi yang perlu dilakukan? Menurut Bagja, ada tiga upaya. Pertama, penguatan SDM pengawas Pemilu. Kedua, menggalakkan Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif (SKPP). Ketiga, mengintensifkan koordinasi antar penyelenggara dan antara penyelenggara dengan instansi penegak hukum Pemilu lainnya yang fokus pada identifikasi potensi masalah teknis dan hukum, serta kerangka penyelesaiannya.

Ke depan, jelas Bagja, penyelenggara tidak perlu menangani pelanggaran administrasi kecil, misalnya salah pemasangan baliho.

Baca juga : Takut Prematur, KPU DKI Belum Usulkan Anggaran Pilkada 2024

“Tidak usahlah masuk pelanggaran administrasi. Cukup diselesaikan di lapangan melalui penyelesaian sengketa antara peserta dan penyelenggara,” tandasnya.

Terpisah, peneliti dari Lembaga riset Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana mengatakan, KPU dan Bawaslu seharusnya juga bersinergi, khususnya dalam mengeluarkan kebijakan. Ini penting agar tidak ada aturan saling tumpang tindih dan kontradiktif.

“Jika terjadi, ini bisa memicu timbulnya sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK),”jelasnya kepada Rakyat Merdeka.

Baca juga : Rapor Kasus Kematian Covid Masih Kebakaran, Hari Ini Nyaris 2.000

Ihsan mencontohkan, salah satu aturan yang perlu adalah Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2019, PKPU Nomor 18 Tahun 2020 dan Surat Edaran Bawaslu RI Nomor S0879.

Disebutkan Ihsan, PKPU Nomor 3 Tahun 2019 menyebut, kalau tidak ada e-KTP, maka (pemilih) bisa tunjukkan Kartu Keluarga (KK) untuk mencoblos.

Tapi, PKPU Nomor 18 Tahun 2020 menyebutkan, bukti diri untuk melakukan mencoblos hanya e-KTP atau surat bukti sudah lakukan perekaman e-KTP. Bukan KK.

Baca juga : Bamsoet Ajak MUKI Jaga Harmoni Kehidupan Berbangsa

Kemudian, Surat edaran Bawaslu justru menyebut KK bisa jadi syarat untuk mencoblos. “(Bila tidak dibenahi) risikonya bisa terulang lagi, dan ini jelas membuat beban semakin berat mulai dari anggaran sampai dengan tenaga di lapangan,” tandasnya. [SSL]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.