Dark/Light Mode
RM.id Rakyat Merdeka - Ketika membuka hape, saya suka bertanya, dalam hati: siapa lagi yang kena OTT KPK kali ini. Seorang tokohkah, pejabat menengahkah, atau hanya orang orang “biasa” yang ketiban sial?
Bahkan, ketika menulis ini, KPK mungkin sedang bekerja. Mengendus korupsi. Di warung roti bakar yang sederhana atau di hotel mewah. Di kantor-kantor pemerintah, senja hari, ketika semua pegawai sudah pulang ke rumah. Inilah menariknya.
OTT, Operasi tangkap tangan, seperti misteri. Orang yang kena OTT, bahkan siang harinya baru saja mengkampanyekan anti korupsi. malamnya, dia keciduk.Lokasinya juga seperti teka-teki. Tiba-tiba ada OTT di kabupaten yang tidak terlalu familiar.
Kita baru tahu kabupaten tersebut ketika ada OTT terhadap pejabatnya. OTT seperti memberi pelajaran geografi kepada kita.Nilai OTT juga bervariasi. Ada yang besar, ada yang kecil.
Baca juga : Iklan dan Ibukota Baru
Saat OTT terhadap Irman Gusman, Ketua DPD RI, misalnya, uangnya “cuma” 100 juta. Rasanya tidak sebanding dengan jabatannya yang sangat terhormat, ketua lembaga tinggi negara. Tidak sebanding dengan harta kekayaannya, yang dilaporkan, 32 miliar rupiah, saat itu.
Irman kena OTT tepat 3 tahun lalu. Bulan September 2016. Kasusnya impor gula. Tiga tahun berlalu, ternyata tidak ada efek jeranya. Selasa lalu (3/9) manisnya gula kembali menelan korban.
Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara III, DP, dan Direktur Pemasaran PTPN III, IKKL, ditetapkansebagai tersangka kasus suap distribusi gula.
OTT gula ini adalah rangkaian OTT dua hari di 3 tempat berbeda: Jakarta, Muara Enim dan Bengkayang.
Angkanya juga bervariasi. Relatif. Karena beberapa kali OTT nilainya tidak terlalu besar, maka ada istilah OTT recehan.
Belasan atau puluhan juta rupiah.Seringkali, itu hanya uang muka. Pemberian pertama atau kesekian. Keseluruhannya, seperti yang sering terjadi, bisa mencapai 10 persen dari nilai proyek.
Kalau nilainya 130 miliar rupiah, berarti fee-nya 13 miliar. Itu hanya untuk pejabatnya.Kalau pun ada OTT yang nilainya relatif kecil, itu ibarat pintu masuk ke rumah besar.
Pintu kecil yang membuka kasus lebih besar. Ke da lam ruangruang gelap dalam rumah besar. Dalam persidangan baru terungkap, ternyata nilainya sangat besar. melibatkan banyak orang. Kakap pula.
Baca juga : Mengawasi Pengawas
Beberapa bulan ini, ada yang menilai bahwa OTT menjadi biasa. Ada perasaan seperti itu. Tidak terlalu wah lagi. Tidak “sakral” lagi. Banal.
Walau demikian, OTT tetap menjadi salah satu bentuk kegiatan pencegahan korupsi paling mujarab. Seperti prinsip seorang pelatih sepakbola terkenal: pertahanan terbaik ada lah dengan menyerang.
Teruskan OTT. Tapi, jangan terlalu bangga dengan OTT. Karena, masih banyak PR di KPK. Baik PR kasus-kasus besar, pencegahan yang dinilai masih kurang, kekhawatiran intervensi dan tebang pilih, atau konsolidasi internal.
Teruskan OTT, karena OTT bukan selimut citra untuk menutupi kelemahan dan kekurangan. ***
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.