Dark/Light Mode

Dipaksa Kawin

Kamis, 25 Juli 2019 06:41 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Koalisi Prabowo sebenarnya sudah “ditolak secara halus” oleh koalisi pendukung Jokowi. Penolakan itu menggunakan istilah kesehatan, “kalau koalisi terlalu gemuk, kebanyakan lemak dan kolesterol, mengakibatkan obesitas. Tidak sehat. Jadi, jangan tambah lagi. Stop!”.

Apakah Jokowi akan mengikuti irama dan kemauan sejumlah parpol tersebut? Atau, Jokowi memutuskan untuk menerima kehadiran PAN, Demokrat serta Gerindra dengan beragam varian kerjasama, di eksekutif atau di legislatif? Menarik ditunggu.

Penolakan hadirnya pendatang baru tersebut dibicarakan di kantor DPP Partai Nasdem, Jakarta, Senin( 22/7) malam. Semua sepakat, koalisi pemerintahan tak perlu ditambah. Isu lainnya: Ketua MPR harus dari parpol pendukung Jokowi. Bukan orang luar.

Baca juga : Rebutan Kursi Tontonan Menarik

Pertemuan tersebut diikuti Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Plt Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa, dan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.

PDIP justru tidak hadir. Apakah karena Jokowi (PDIP) masih membuka pintu untuk PAN, Demokrat atau Gerindra? Atau karena koalisi 2019 bisa berdampak sampai 2024, sehingga perlu dirancang dari sekarang?

Atau, ini juga menyangkut ketua MPR? Karena, Gerindra menyimpan hasrat untuk duduk di kursi ketua MPR? Pertemuan para tokoh yang kian intens bisa menjawab itu semua. Hanya saja, jangan sampai ada “kawin paksa”.

Baca juga : Bursa Menteri

Karena, apa pun yang berbentuk paksaan, dampaknya kurang baik. Misalnya, kita tahu, platform Jokowi dan Prabowo dalam kampanye pilpres lalu memiliki banyak perbedaan. Kalau itu bisa diblend, bagus.

Tapi, apa memungkinkan? Karena, platform, visi dan misi mereka berbeda secara prinsip serta ideologis walau punya tujuan yang sama: demi bangsa dan negara.

Kawin paksa, tanpa cinta, kasih sayang dan ketulusan, tidak akan bertahan lama. Kepuasannya hanya sebentar. Setelah itu rawan perselisihan dan pertikaian. Tidak harmonis.

Baca juga : Siapa Masuk Dan Keluar?

Apalagi dalam politik, yang tadinya seiya sekata, seiring sejalan, sepiring berdua, satu tarikan napas saja, bisa pisah dan bubar, apalagi yang memang sedari awal sudah ada perbedaan, ada luka. Sangat rawan.

Perkawinan politik mestinya didasari platform dan ideologi yang sama. Karena itu, semuanya perlu dipikirkan masak-masak. Kawin darurat, kawin paksa, dipaksa atau terpaksa kawin, bisa berdampak buruk dalam jangka panjang.

Lalu bagaimana kalau yang memaksa kawin itu orangtua, ayah atau ibu politik? Hmm… Gimana ya? Sambil garuk-garuk kepala yang tidak gatal. ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.