Dark/Light Mode

Lembaga Survei dan Tim Kampanye

Rabu, 26 Juni 2024 05:57 WIB
BUDI RAHMAN HAKIM
BUDI RAHMAN HAKIM

RM.id  Rakyat Merdeka - Mendekati Pilkada 2024, mulai banyak survei elektabilitas kandidat bakal calon gubernur, bupati, dan wali kota. Survei dilakukan banyak lembaga. Mulai dari yang sudah lama dan ngetop, sampai lembaga-lembaga baru dengan nama-nama yang masih asing di telinga publik.

Hasil surveinya tidak seragam. Misalnya, di satu daerah, lembaga survei satu bilang bahwa si “A” adalah calon dengan elektabilitas tertinggi, lembaga satu lagi bilang si “B” naik signifikan. Kemudian, lembaga yang lainnya lagi bilang si “C” adalah calon kuda hitam.

Baca juga : Pertarungan Persepsi Publik

Sebagian survei itu, mungkin ada yang dilakukan secara independen, dengan sumber dana bukan dari kandidat kepala daerah. Namun, melihat hasil-hasil yang disajikan, sebagian lagi terlihat merupakan survei pesanan dari kandidat tertentu. Tujuannya, untuk memperlihatkan ke publik bahwa citra dan elektabilitas calon tersebut baik.

Survei merupakan salah satu instrumen framing yang dampaknya cukup kuat dalam dunia politik kita. Sejak era Pilpres dan Pilkada langsung digelar, survei telah dipakai sebagai alat meyakinkan publik tentang peta dukungan ke masing-masing calon. Tapi kini, sebagian survei telah dimodifikasi, di-engineering untuk tujuan-tujuan pemenangan politik.

Baca juga : Tragedi Muzdalifah Tidak Ada, Jemaah Yang Wafat Menurun

Kalau melihat tujuan generiknya, survei dilakukan untuk mendeteksi posisi elektoral seorang calon. Dengan deteksi dini, ia bisa melakukan pemetaan siapa lawan, kelompok mana saja yang menjadi basis utama dukungan, potensi tambahan dukungan, isu-isu apa yang jadi concern pemilih untuk di-address dalam kampanye, dan lain sebagainya. Secara berkala, survei digelar dengan tujuan memberi manfaat kepada internal tim sukses berupa informasi seputar kans dukungan politik.

Secara lebih rinci, survei sejatinya memberi informasi perkembangan meningkat tidaknya tiga aspek: popularitas, kesukaan, dan keterpilihan calon. Informasi itu sekaligus jadi alat ukur bekerja tidaknya, efektif tidaknya, dan atau tepat tidaknya sasaran program kampanye yang dijalankan. Jadi, sesungguhnya survei lebih punya manfaat ke dalam diri para kontestan dan bukan ke ranah konsumsi publik.

Baca juga : Rupiah Bikin Cemas

Sekarang, yang terjadi adalah, sebagian lembaga survei telah menjadi makhluk politik ciptaan para kontestan. Hasil surveinya ditengarai telah menjadi bagian dari tim kampanye calon tertentu. Tidak mudah lagi mendeteksi independensi dan integritas survei dan lembaga penyelenggaranya. Semua seperti mempertaruhkan integritas diri dan lembaganya.

Menyaksikan ini semua, rakyat sejatinya telah dan harus lebih cerdas memilih. Lakukanlah fact check secara kritis di tengah derasnya arus informasi di seluruh jejaring media massa maupun media sosial. Terhadap hasil survei yang tersebar pun, kita harus kritis. Karena ternyata survei pun tidak steril dari propaganda. Paling kurang, tanyalah hati kecil sebelum akhirnya menjatuhkan dukungan.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.