Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Jangan Seperti Filipina

Kamis, 30 Juli 2020 05:01 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Ada apa dengan Filipina? Negeri yang sekarang dipimpin Rodrigo Duterte itu, sepertinya sudah sulit mengendalikan dinasti politik. Di pusat maupun daerah.

Dinasti politiknya cukup banyak. Sudah beberapa generasi. Misalnya, ada keluarga Marcos, Arroyo di Cojuangco, atau Ejercito-Estradas di Manila. Juga ada trah Benigno Aquino yang telah menghasilkan dua presiden dan beberapa senator sejak 1928.

Pada Pilkada 2013, sebanyak 55 keluarga politik menguasai pemilihan dan menang mudah. Pada 2019, dinasti politik mengalami peningkatan luar biasa.

Rappler.com pada 13 September 2019, melaporkan, untuk kursi gubernur saja, naiknya pesat sekali. Dari 57 persen pada 2004 menjadi 80 persen pada 2019. Drastis. Peningkatan juga terjadi untuk posisi wakil gubernur, wali kota, wakil wali kota, dewan provinsi dan dewan pusat.

Baca juga : Yakin Artis Pintar-pintar

Data tersebut diperoleh dari studi yang dilakukan Ateneo School of Government (ASoG) yang dirilis September 2019 lalu. Hasil studi itu dipresentasikan di depan Komite Senat dan para ahli. Studi itu merupakan bagian dari upaya Senat mencari jalan keluar akibat merebaknya dinasti politik terutama di daerah-daerah miskin dan cenderung korup.

Sebelumnya, pada 2013, dua analis politik, Julius Cesar I. Trajano and Yoes C. Kenawas, dalam tulisannya di East Asia Forum menyebutkan, Filipina memang menghadapi ancaman bangkitnya dinasti politik. Mereka juga menyatakan, Indonesia menghadapi ancaman serupa.

Itu tujuh tahun lalu. Saat itu, dinasti politik di Indonesia sudah menjadi kegelisahan. Pada Pilkada 2013, setidaknya, ada 39 yang terafiliasi dinasti politik. Itu baru pilkada. Belum pemilu legislatif.

Menyikapi kegelsihan itu, pemerintah dan DPR kemudian merancang UU anti-dinasti. UU itu akhirnya terbentuk pada 2015. Namun, di tahun yang sama, Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU tersebut. Saat itu, Patrialis Akbar dkk menilai bahwa semua warga negara punya hak yang sama.

Baca juga : BNI Lanjutkan 30.000 Swab Test Gratis di Kalimantan

Sejak itu, pintu kembali terbuka lebar bagi dinasti politik. Pada Pilkada 2015-2018, dinasti politik naik drastis. Diperkirakan ada sekitar 117 pilkada yang beraroma dinasti politik.

Produk pilkada tersebut, ada yang kemudian tersandung kasus korupsi. Yang terbaru, Bupati Kutai Timur (Kaltim) Ismunandar. 

Pada 2 Juli 2020, KPK menangkap Bupati Ismunandar dan istrinya. Istrinya ini juga posisi penting: Ketua DPRD Kutim. Walau suami istri, serumah, mereka berbeda partai. Suaminya Nasdem, istrinya PPP. KPK menduga mereka berbagi peran dalam mengatur proyek di kabupaten tersebut. Mereka juga memiliki anak, putri, yang duduk sebagai wakil rakyat di DPRD Kalimantan Timur.

Itu hanya satu contoh. Di daerah lain, ada yang kakaknya bupati, adiknya wakil bupati. Ada bupati yang digantikan anaknya. Ada juga dinasti yang berkuasa dari tahun 2000. Cukup lama. Mutarnya di situ-situ saja. Ada juga yang karena keterbatasan kursi pimpinan daerah, keluarganya kemudian “dikirim” untuk bertarung di daerah lain, tapi masih satu provinsi. Macam-macam variasinya.

Baca juga : Jangan Menghukum Sebuah Keyakinan (2)

Kalau tidak ada langkah-langkah luar biasa dari semua elite politik, dari parpol, DPR atau pemerintah, Indonesia bisa seperti Filipina. Sulit mengendalikan dinasti.

Di Filipina, check and balances sangat mengkhawatirkan. Clean government menjadi persoalan serius. Ketidakadilan kesempatan juga menjadi masalah tersendiri. Oligarki politik menjadi pertanyaan besar. Di daerah yang berbau dinasti terjadi tata kelola yang buruk, kekerasan, dan iklim bisnis yang kurang sehat. Juga, rendahnya tingkat pembangunan SDM. Setidaknya, begitu laporan beberapa penelitian mengenai dinasti politik di Filipina.

Dalam pertarungan politik di negara tersebut, di mana silsilah politik menjadi aset penting, beberapa politisi bahkan menggunakan tentara swasta untuk mengintimidasi kompetitornya. Diperkirakan, masih ada sekitar 85 kelompok bersenjata swasta di seluruh Filipina.

Apakah politik Indonesia akan menempuh jalan yang sama seperti Filipina? Semoga tidak.(*)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.