Dark/Light Mode
Sebelumnya
Isu-isu penting dan strategis di daerah akan terpinggirkan. Kurang dapat perhatian. Apalagi kalau Pilpres 2024 masih didominasi panasnya pertarungan Cebong vs Kampret, isinya hanya saling serang kedua kubu itu. Minus substansi.
Yang juga menarik: calon anggota legislatif, apalagi rakyat, akan dibuat bingung kalau ada parpol yang berkoalisi di Pilpres tapi berseberangan di Pilkada. Pasti ramai.
Baca juga : Biaya Mahal Polarisasi
Yang juga dikhawatirkan, petugas penyelenggara pemilu akan kewalahan. Pengalaman buruk Pemilu 2019, ratusan petugas meninggal dunia, diduga karena tekanan tugas, menjadi pelajaran berharga dan mahal. Kalau nanti Pilkada ikut dipaketkan, bukankah ini berisiko?
Isu yang juga sempat mencuat adalah berkurangnya masa jabatan kepala daerah hasil Pemilu 2020 lalu. Mereka tidak sampai lima tahun. Efektif hanya 3,5 tahun atau 4 tahun.
Baca juga : Mendadak Agnez Dan Raffi
Alasan ini sempat membuat Golkar menolak Pilkada digeser ke 2024. Karena, banyak kepala daerah dari Golkar akan “terkorting” masa jabatannya.
Golkar belakangan akhirnya menerima. Nasdem, yang awalnya menolak Pilkada digeser ke 2024, juga akhirnya menerima.
Baca juga : Ayo, Cari Resep Tepat
Jadi, hampir fixed, 272 daerah yang semestinya menggelar pilkada pada 2022 dan 2023, harus menunggu sampai 2024. Itu kebijakan pemerintah dan DPR.
Rakyat? Hmmm… jangankan memikirkan panggung, mikir sembako saja sudah berat. Yang lebih memprihatinkan, kalau Penjabat kepala daerah lebih memikirkan “panggung” dibanding rakyatnya.(*)
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.