BREAKING NEWS
 

Kekhawatiran Sri Mulyani

Krisis Iklim Lebih Ngeri Dari Pandemi Covid-19

Reporter : KINTAN PANDU JATI
Editor : FAZRY
Kamis, 15 September 2022 06:30 WIB
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam acara HSBC Summit 2022. (Foto: Dok. Kementerian Keuangan).

 Sebelumnya 
“Karena itu, untuk bisa men­capai target pembangunan ren­dah karbon dan nol emisi, perlu bantuan dari banyak pihak,” jelasnya.

Namun demikian, dipapar­kannya, proses transisi tidak mudah dan akan ada banyak implikasi. Banyak di negara lain proses transisi ke ekonomi hijau menghadapi banyak tantangan, khususnya di sektor energi.

“Semakin menantang karena ekonomi global menghadapi laju inflasi yang tinggi. Dan, masih rentan setelah bangkit dari pandemi. Hal ini memunculkan sejumlah pilihan politik yang tidak mudah,” tuturnya.

Baca juga : Lebih Baik Regulasi Rokok Elektrik Dibuat Di Luar PP 109/2012

Ani menegaskan, Pemerintah mendukung inisiatif transisi energi. Presiden Jokowi sudah mengumumkan di acara CO26 di Glasgow tentang bagaimana Indonesia terus melanjutkan upaya mencapai emisi nol dengan meluncurkan mekanisme transisi energi.

Selain itu, Indonesia sudah meluncurkan platform meka­nisme transisi energi di per­temuan menteri keuangan G20 Juli lalu.

Presiden Direktur HSBC In­donesia Francois de Maricourt mengatakan, HSBC memberi­kan komitmen penuh untuk mendukung Pemerintah Indo­nesia dalam melakukan tran­sisi energi dan pembangunan berkelanjutan.

Baca juga : Kegiatan Belajar Di Sekolah Tetap Waspadai Covid-19

“HSBC sangat mendukung dan memiliki komitmen untuk menye­diakan keuangan 1 triliun dolar AS, dan kami berkomitmen untuk mendanai proyek berkelanjutan di kawasan,” katanya.

Francois menambahkan, un­tuk mempercepat transisi energi diperlukan modal besar. Tidak hanya meningkatkan investasi di sektor teknologi yang rendah karbon. Tapi juga memberikan insentif ke sektor lain agar bisa menjadi lebih hijau dengan biaya yang tidak mahal.

Berdasarkan data dari Nationally Determined Contribution (NDC), Indonesia memerlukan pembiayaan sebesar Rp 4.520 triliun untuk melakukan aksi miti­gasi dalam peta jalan NDC. Dana sebesar tersebut tidak semuanya bisa dipenuhi oleh APBN.

Baca juga : Indonesia Jauh Lebih Baik Dari Jepang Dkk

Untuk itu, kata Francois, perlu ada kolaborasi antara institusi keuangan swasta dan negara, serta aliansi keuangan global seperti Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ). [KPJ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense