BREAKING NEWS
 

Hilirisasi Batubara, Menperin Genjot Industri Metanol

Reporter & Editor :
ADITYA NUGROHO
Senin, 18 Oktober 2021 20:55 WIB
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita memberikan sambutan saat Penandatanganan Perjanjian Kerjasama Pembuatan Feasibility Study Proyek Coal to Methanol antara PT Powerindo Cipta Energy dan China National Chemical Engineering Corporation di Kementerian Perindustrian, Senin (18/10). (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Industri metanol merupakan salah satu sektor prioritas yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan industri di hilirnya. 

Dengan kebutuhan metanol mencapai 1,2 juta ton pada 2020, pembangunan industri gasifikasi coal to methanoldiharapkan dapat berkontribusi pada substitusi impor dan pertumbuhan ekonomi nasional.

"Kerja sama pembangunan pabrik coal to methanol sangat penting bagi sektor industri. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sangat mengapresiasi perusahaan yang memiliki satu visi untuk menginisiasi proyek gasifikasi batubara dan mendukung rencana invesasi industri pionir ini,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.

Agus mengatakan itu saat Penandatanganan Perjanjian Kerjasama Pembuatan Feasibility Study Proyek Coal to Methanol antara PT Powerindo Cipta Energy dan China National Chemical Engineering Corporation di Kementerian Perindustrian, Senin (18/10).

Baca juga : Kemenperin Ngebet Bangun Ekosistem Industri Halal

Investasi proyek gasifikasi batubara tersebut diprakarsai oleh konsorsium yang terdiri dari PT Powerindo Energi (PT PCE) dari Indonesia dan China National Chemical Engineering Corporation (CNCEC) dari RRT. Pabrik tersebut rencananya akan didirikan di Meulaboh, Aceh dengan lokasi yang berada di mulut tambang pemasok batubara. 

Dengan nilai investasi sebesar 560 juta dolar AS, pabrik ini akan mengolah 1,1 juta ton batubara menjadi 600 ribu ton metanol per tahun. “Proyek ini akan menyerap tenaga kerja sebanyak 600-700 orang. Berdasarkan perencanaan, proyek akan memasuki tahap konstruksi pada pertengahan tahun 2022,” jelas Agus.

MoU hari ini memiliki kontribusi yang penting dalam upaya membangun hilirisasi industri. Penguatan hilirisasi industri setidaknya memberi lima manfaat besar bagi perekonomian. Pertama, memperkuat daya saing produk hasil hilirisasi yang dapat meningkatkan ekspor, menjadi bagian dari supply chain global, serta mendorong subtitusi impor.

Adsense

Berikutnya, meningkatkan penciptaan lapangan kerja dengan berkembangnya industri hilir serta ekspansi dan investasi baru yang akan menyerap lebih banyak tenaga kerja serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ketiga, sebagai bagian dari upaya memperkuat nilai tambah industri di dalam negeri, yang akan memperbesar kontribusinya bagi perekonomian.

Baca juga : Menperin: SDM Jadi Tantangan Industri Batik

Keempat, hilirisasi akan mengakselerasi transfer teknologi di Indonesia. Spillover dari teknologi ini bisa menumbuhkan iklim kewirausahaan dan inovasi-inovasi baru. ”Selanjutnya, hilirisasi dapat meningkatkan subtitusi impor yang akan menekan defisit neraca perdagangan.” jelas Menperin.

Pada 2020, nilai ekspor bahan kimia dan barang dari bahan kimia mencapai 11,85 miliar dolar AS sedangkan nilai impornya mencapai 18,25 miliar dolar AS. Dengan demikian ada defisit sebesar 6,4 miliar dolar AS. Agus menambahkan, dengan kondisi neraca perdagangan ini, perlu upaya untuk mempercepat peningkatan investasi di sektor kimia.

Industri kimia, termasuk di dalamnya industri metanol, merupakan salah satu sektor prioritas dalam peta Jalan Making Indonesia 4.0, sehingga Kemenperin secara serius terus berupaya memperkokoh struktur industri ini. 

Industri metanol menempati posisi penting di industri hilir karena merupakan bahan baku/bahan penolong pada industri tekstil, plastik, resin sintetis, farmasi, insektisida, plywood dan industri lainnya. Metanol juga digunakan sebagai bahan campuran untuk pembuatan biodiesel. Selain itu, metanol bisa diolah lebih lanjut menjadi DME yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar.

Baca juga : Tekan Impor, Kemenperin Genjot Produksi Industri Gula 

Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Muhammad Khayam menyampaikan, metanol yang dihasilkan dari proyek ini diharapkan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri yang selama ini diperoleh dari impor.

“Saat ini Indonesia hanya memiliki satu produsen metanol dengan kapasitas sebesar 660 ribu ton/tahun, sementara impor produk metanol setiap tahunnya menunjukkan peningkatan akibat dari pertumbuhan industri pengguna metanol dan untuk mendukung program biofuel,” ujar Khayam.

Selain di lokasi tersebut, pemerintah juga mendorong realisasi proyek-proyek gasifikasi batubara yang sedang berlangsung, yaitu pabrik coal to chemical di Tanjung Enim dan Kutai Timur. Proyek coal to methanol juga didukung oleh ketersediaan sumber daya batubara yang melimpah. Cadangan batubara nasional mencapai 38,84 miliar ton dan dapat bertahan hingga 2091 dengan laju produksi tahunan sebesar 600 juta ton. [DIT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense