RM.id Rakyat Merdeka - Di saat sedang disorot karena kasus jatuhnya JT610, Lion Air kembali jadi pergunjingan banyak orang. Penyebabnya, gaji pilot yang dilaporkan ke BPJS Ketenagakerjaan oleh perusahaan berlogo singa itu, hanya Rp 3,7. Sementara, gaji co-pilot sebesar Rp 20 juta. Duh, belangnya Si Singa semakin kelihatan saja. "Gaji pilot Rp 3,7 juta. Gaji co-pilot Rp 20 juta. Sedangkan gaji pramugari berkisar antara Rp 3,6 hingga Rp 3,9 juta. Ini perlu diklarifikasi. Masa sih, upah pramugari sama dengan upah UMR (Upah Minimum Regional),'' ungkap Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto, di Rumah Sakit Polri, Kramat Jati.
Sudah menjadi rahasia umum, ada perusahaan yang memberikan laporan ke BPJS Ketenagakerjaan tidak sesuai dengan gaji para pegawainya. Hal itu dilakukan karena perusahaan tak ingin membayar premi yang besar kepada BPJS Ketenagakerjaan. Fakta ini tentunya sangat disayangkan, mengingat nilai manfaat yang diterima karyawan akan berkurang. "Kami tengarai masih ada yang seperti itu," kata Agus. Jika ini benar terjadi, pilot dirugikan. Sebab, jika gaji pilot sebetulnya Rp 30 juta, maka santunan kecelakaan kerjanya berjumlah Rp 30 juta dikali 48 atau Rp 1,44 miliar. Tapi, jika yang dilaporkan hanya Rp 3,7 juta, maka santunan yang diterima hanya Rp 3,7 juta kali 48 atau Rp 177,6 juta.
Baca juga : Tempe Jokowi Tebal, Tempe Sandiaga Tipis
Agus mengatakan, pihaknya mungkin telah menegur Lion Air. Maskapai penerbangan murah terbesar itu pun sedang memperbaiki laporannya. Namun, saat kecelakaan terjadi, angka gaji pilot yang tercatat masih Rp 3,7 juta. Untuk mencegah kejadian yang sama, Agus mengatakan pekerja bisa melaporkan jumlah gaji yang sebenarnya ke BPJS Ketenagakerjaan. Dengan demikian, petugas dapat mengecek ulang dan memperbaiki data jumlah gaji. “Ini bisa membantu, agar pekerja tidak dirugikan,” tuturnya.
Menanggapi hal ini, Presiden Direktur Lion Air Edward Sirait menyatakan, gaji yang diterima pilot asing di perusahaannya bisa mencapai kisaran 9 ribu dolar AS hingga 11 ribu dolar AS atau setara Rp 135 juta hingga Rp 165 juta per bulan. Sementara, untuk pilot dalam negeri, gaji yang diterima per bulan
mencapai sekitar Rp 80 juta, dengan gaji pokok kurang lebih Rp 30 juta per bulan. Edward memaparkan, untuk kru kabin lain, gaji yang diberikan di awal berada di kisaran upah minimum. Tetapi akan bertambah tiap bulan, tergantung variabel lainnya. Nantinya, nominal gaji yang diterima pegawai bisa dua kali lipat dari jumlah semula.
Baca juga : Lion Tetap Singa Atau Jadi Kucing
Edward mengakui ada perbedaan data yang diberikan kepada BPJS Ketenagakerjaan tentang gaji pilotnya tersebut. Menurutnya, perusahaan memberikan
data pilotnya sebagai tenaga kerja asing. “Itu dulu mungkin waktu kita melaporkan mereka ikut BPJS Ketenagakerjaan sebagai tenaga kerja asing, jadi kita ambil itu. Bukan penghasilan mereka,” tuturnya. “Mana mungkin pilot asing gajinya 3,7 juta, siapa yang mau. Jadi jawaban saya itu saja. Jadi itu nggak bener. Pilot asing sesuai UMP, itu aturan lama. Aturan baru itu nilainya 9 sampai 11 ribu dolar AS,'' kata Edward.
Terkait hal ini, Ketua Serikat Pekerja Asosiasi Pilot Lion Air, Eki Adriansjah mengatakan, besaran gaji pilot mesti dipertegas. Apakah jumlah itu hanya upah saja di luar tunjangan, atau upah pokok bersama seluruh tunjangan. “Kalau gaji pokok dibilang segitu oleh Dirut BPJS Ketenagakerjaan, harusnya kita cek lagi dengan direktur perpajakan. Apakah benar, gaji yang dilaporkan sesuai SPT 21? Kalau ini terjadi perbedaan, silakan menilainya. Ada apa ini? Permainan apa ini?” kata Eki. Menurutnya, sebelum menyatakan sesuatu, mesti dicek dulu apakah benar, bisa melihat kepatuhan pajaknya seperti apa dan lain sebagainya.
Baca juga : Menkeu Sri Mulyani Menangis
Terpisah, Direktur Pengupahan Kementerian Tenaga Kerja Andriani mengatakan, jika mengikuti aturan yang berlaku, Lion Air harus melaporkan gaji pilotnya ke BPJS Ketenagakerjaan sesuai upah riil. “Yang pasti, upah yang harus dilaporkan kepada BPJS, harus upah yang sebenarnya yang dibayarkan kepada pekerja,” katanya. Bicara soal sanksi, Andriani mengatakan tak memiliki wewenang. Soal sanksi ada di bawah Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PPK dan K3). “Itu Ditjen PPK. Yang pasti, kalau kita bicara iuran jaminan sosial yang harus dilaporkan ke BPJS Ketenagakerjaan, itu harus sesuai upah sebagaimana yang dibayarkan kepada pekerja,” tegas Andriani.[OKT]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.