BREAKING NEWS
 

Pakar Hukum: Sistem Proporsional Terbuka Picu Politik Uang dan Korupsi

Reporter & Editor :
OKTAVIAN SURYA DEWANGGA
Rabu, 4 Januari 2023 10:42 WIB
Foto: Ist.

RM.id  Rakyat Merdeka - Sistem Pemilu 2024, antara proporsional terbuka atau tertutup, menjadi perdebatan. Sebagian kalangan menyatakan, sistem proporsional tertutup dengan mencoblos partai lebih simpel dan murah. Namun, sebagian lainnya tetap menginginkan sistem proporsional terbuka agar diterapkan.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Pemerintahan (PUSHAN) Dr. Oce Madril menyatakan, konstitusi sebenarnya tidak mengatur mengenai sistem Pemilu apa yang harus diterapkan.

"Jadi pilihan sistem pemilu, apakah proporsional terbuka atau tertutup merupakan kebijakan hukum terbuka. Kedua sistem itu pun pernah diterapkan di Indonesia,” ujarnya, saat dihubungi, Rabu (4/1).

Meski demikian, dia mengingatkan ada implikasi dari setiap pilihan sistem pemilu tersebut. Dalam sistem proporsional terbuka dengan mencoblos caleg menitikberatkan pada individu.

Baca juga : Banteng: Bos KPU Hanya Jalankan UU Pemilu Kok

Sehingga, setiap caleg berlomba-lomba untuk dapat terpilih dan mengeluarkan biaya banyak. Hal ini menyebabkan politik berbiaya sangat tinggi (high cost politics).

Banyak riset telah dilakukan yang menyimpulkan rata-rata pengeluaran caleg DPR mencapai angka Rp 4 miliar dan bahkan ada yang menghabiskan sampai Rp 20 miliar. Di tingkat DPRD biayanya juga gila-gilaan, hanya untuk berebut satu kursi.

Oce Madril menambahkan, biaya tinggi yang harus dikeluarkan caleg tersebut untuk membiayai berbagai kebutuhan kampanye agar dapat meraih suara sebanyak-banyaknya.

Adsense

Para caleg akan bertarung dengan caleg dari partai lain dan bahkan akan gontok-gontokan dengan caleg dalam satu partai. Selain berbiaya tinggi, juga memicu konflik.

Baca juga : KPU Jangan Bikin Gaduh

"Oleh karena orientasinya adalah meraih suara sebanyak-banyaknya, maka berbagai intrik dilakukan termasuk melakukan praktik politik uang. Maka banyak riset menyatakan bahwa politik uang di Indonesia sangatlah tinggi," lanjut pegiat antikorupsi ini.

Pemilu yang berbiaya mahal berkorelasi dengan tingginya tingkat korupsi di sebuah negara. Rumusnya sederhana.

Karena modal yang harus dikeluarkan caleg sangat mahal, maka ketika terpilih rentan melakukan korupsi untuk mengembalikan modal biaya pemilu dan menyiapkan modal baru agar dapat terpilih di pemilu berikutnya.

Persoalan turunan yang ditimbulkan oleh sistem pemilu berbiaya mahal ini telah dirasakan selama ini dan hingga saat ini, persoalannya semakin akut, korupsi politik, dan politik uang semakin merongrong institusi demokrasi.

Baca juga : Ahmad Ali: KPU Jangan Bikin Kegaduhan Baru

Sementara sistem proporsional tertutup, lanjut Oce Madril, menyisakan masalah demokratisasi di tingkat partai, khususnya berkaitan dengan rekrutmen politik.

Oleh karena itu, apabila nanti Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa sistem proporsional tertutup (mencoblos partai) kembali diterapkan, maka partai-partai harus memberikan jaminan bahwa rekrutmen caleg dilakukan berdasarkan merit system dengan mengajukan kader-kader berkualitas.

"Tidak hanya berdasarkan popularitas semata," tutup Oce Madril. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense