RM.id Rakyat Merdeka - Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno menyoroti kinerja layanan angkutan umum, yang menurutnya semakin menurun.
Di saat angkutan pedesaan punah, angkutan perkotaan hidup segan mati tak mau.
Pemerintah sangat lamban mengantisipasi kemunduran layanan angkutan umum di daerah. Program Angkutan Umum Perkotaan skema pembelian layanan (buy the service), baru dimulai pada tahun 2020 di 5 kota: Medan, Palembang, Yogyakarta, Surakarta dan Denpasar.
Sementara akses untuk mendapatkan atau memperoleh sepeda motor, kian dipermudah.
Baca juga : Kemenkes Malaysia Minta PM Muhyiddin Tak Buru-buru Longgarkan Prokes
Tahun 2005 adalah awal kebangkitan luar biasa produksi sepeda motor di Indonesia. Pada tahun tersebut, produksi sepeda motor yang sebelumnya kurang dari 3 juta unit per tahun, melesat hingga kisaran 7 juta unit.
"Hingga akhirnya, keberadaan angkutan umum pelat hitam kian mengemuka, seiring tingginya kebutuhan pemilik kendaraan dan penumpang," cetus Djoko.
Dalam pandangannya, angkutan umum pelat hitam dapat berkembang pesat di saat pandemi. Apalagi angkutan umum legal, seperti Bus AKDP dan Bus AKAP tidak dapat beroperasi, karena ada penyekatan di sejumlah ruas jalan di daerah.
Belum lagi, ada perlindungan dari oknum aparat hukum bekerjasama dengan perantara (makelar), yang membikin subur angkutan umum pelat hitam.
Baca juga : BI Dan Bank Negara Malaysia Perkuat Transaksi Penggunaan Mata Uang Lokal
Di banyak daerah, beroperasinya angkutan umum pelat hitam cenderung tidak terkendali. Sehingga, trayek sejumlah Bus AKDP dan Bus AKAP seperti di Jambi, Kalbar, Kaltim menghilang.
Bahkan, di sejumlah daerah, Bus AKDP tinggal menunggu waktu, tidak dapat beroperasi lagi.
Para pengusaha angkutan umum pelat hitam, makelar, oknum aparat melihat adanya keterbatasan Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan, yang hanya bisa menertibkan angkutan di dalam terminal. Angkutan umum pelat hitam beroperasi di luar terminal.
"Masyarakat yang mau ke terminal inginnya praktis. Tanpa harus jalan jauh ke dalam terminal. Akhirnya, mereka menggunakan jasa angkutan umum pelat hitam, walaupun minim perlindungan," kata Djoko.
Baca juga : DPR Ingatkan, Pemerintah Tak Bisa Sendirian Atasi Pandemi
Pemilik mobil angkutan pelat hitam, hanya menyerahkan mobil ke oknum-oknum untuk dikelola. Pengemudinya juga pengemudi tembak. Yang penting, bisa mengemudi. Terkadang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), tidak melakukan uji laik jalan (KIR), apalagi membayar asuransi jiwa ke PT Jasa Raharja.
"Jika penumpang sedikit, dikumpulkan jadi 1 mobil, untuk menghemat biaya. Jelas, protokol kesehatan tidak dipenuhi," ujar Djoko.
Tanpa disadari, angkutan umum pelat hitam menjadi salah satu sumber penularan Covid-19.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.