Sebelumnya
Kondisi ini diperburuk oleh harga jual produk unggas yang tidak sebanding dengan biaya produksi.
Sudin menuding, Kementan tidak memiliki kebijakan menuntaskan masalah peternak ini.
Kementan dianggap tidak serius mengatasi persoalan industri perunggasan. Solusi kebijakan yang dilakukan cenderung tidak menyelesaian akar permasalahan. Belum ada perencanaan matang dari hulu hingga hilir dalam menyikapi pasokan di dalam negeri, baik ketika pasokan itu berkurang atau sebaliknya, ketika over produksi.
Baca juga : Harga Beras Makin Liar, Zulhas Ngapain Aja
“Dalam rapat kerja selalu saya ingatkan Kementan untuk menghitung ulang seberapa banyak DOC (Day Old Chick) maupun pakan, dan lainnya,” terang politisi asal Lampung ini.
Bahkan dalam rapat kerja terakhir dengan Kementan, diklaim bahwa untuk jagung yang merupakan bahan utama pakan ternak mengalami surplus 8 juta ton.
“Kalau surplus juta ton kan berarti ada jagungnya. Itu kalau jagungnya ada,” sindirnya.
Baca juga : Relawan SandiUno Inisiasi Sembako Murah Bagi Ratusan Warga Sidoarjo
Sudin mengatakan, sejumlah peternak menyiasati kekurangan jagung untuk pakan ternak ini dengan melakukan resubstitusi gandum. Namun, langkah ini justru bisa kebablasan. Sebab kalau sekarang resubstitusi ini 20 hingga 30 persen adalah gandum, maka ke depannya malah bisa kebalik, menjadi 70 persen.
“Kalau 70 persen gandum, yang mati nanti petani jagungnya. Karena kita di Indonesia ini tidak ada perkebunan besar untuk jagung. Rata-rata itu milik rakyat,” terangnya.
Karena itu, dia tidak heran jika harga impor gandum pakan untuk ternak saat ini sudah mencapai Rp 5.400 per kilogram. Harga ini hampir sama dengan harga jagung impor.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.